“Keberadaan ASN khususnya pada unsur lini kewilayahan seperti lurah dan camat memiliki daya tarik khusus di mata bakal calon atau calon peserta pemilu dan pemilihan,” kata Agus dalam keterangannya di Jakarta, Rabu.15/6
Agus menyebut profesionalisme dan politik dalam birokrasi bagaikan dua sisi mata uang.
Di satu sisi, profesionalisme telah menjadi salah satu asas dalam penyelenggaraan kebijakan dan manajemen Aparatur Sipil Negara (ASN) sebagaimana tercantum dalam Undang-Undang No.5 Tahun 2014 tentang ASN.
Namun di sisi lain, persoalan kepentingan politik menjadi faktor berpengaruh dalam
birokrasi khususnya jelang perhelatan tahun politik 2024.
Hasil pengawasan KASN pada kurun waktu 2020-2023 mencatat sebanyak 2.034 laporan terhadap ASN dengan 1.596 ASN terbukti melanggar.
Dari jumlah tersebut sebanyak 192 di antaranya adalah pelanggar dari unsur camat dan lurah, dengan jenis pelanggaran yakni mengadakan kegiatan yang mengarah pada 1keberpihakan 36,5 persen.
Disusul dengan kampanye/sosialisasi di media sosial seperti posting/like/komentar sebanyak 20,1 persen, menghadiri deklarasi bakal calon/calon sebanyak 15,8 persen, foto bersama calon/bakal calon sebanyak 11,1 persen dan menjadi peserta kampanye 7,4 persen.
Pada kesempatan yang sama Sekretaris Jenderal Kementerian Dalam Negeri Suhajar Diantoro mengatakan dalam menghadapi Pemilu ASN bisa dibagi dalam tiga kelompok.
Kelompok pertama adalah petualang yang mencari jabatan, kelompok kedua adalah yang mencari peruntungan oportunis dan yang ketiga kelompok yang profesional.
“Yang bersikap netral menjadi kelompok yang paling berlangsung baik kariernya, dia tidak terombang-ambing kondisi perpolitikan yang ada,” kata Suhajar.
Suhajar juga mengatakan para politikus juga harus diberikan pemahaman untuk tidak mempolitisasi ASN.
“Kita juga harus melibatkan para pelaku politik, baik calon maupun Parpol untuk tidak menarik-narik para ASN khususnya camat dan lurah dalam lingkaran politik, mengingat banyaknya jumlah camat dan lurah yaitu terdapat 7.266 camat dan 8.506 lurah,” ujarnya.
Senada, Peneliti Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Siti Zuhro mengatakan demokrasi yang berkembang ke arah lebih baik akan menghasilkan birokrat handal.
“Kebijakan publik yang berkualitas dan pro rakyat hanya bisa dijalankan oleh birokrasi yang profesional, netral dan akuntabel,” kata Siti.
Siti Zuhro juga menyampaikan bahwa dalam membumikan netralitas birokrasi, langkah yang dilakukan KASN sudah baik sekali. Tidak hanya dengan Bawaslu namun juga turut bekerja sama dengan kementerian terkait seperti Kemendagri yang merupakan pemegang kewenangan domain camat dan lurah dan juga KemenpanRB.
Guru Besar Institut Pemerintahan Dalam Negeri (IPDN Sadu Wasistiono juga menyampaikan bahwa netralitas birokrasi seringkali dihambat karena adanya keinginan ASN yang bersangkutan untuk menjadi “Tim Sukses Bayangan” dengan harapannya jika pihak yang didukung menang, yang bersangkutan akan dipromosikan jabatannya.
Sadu menyebut ASN seperti ini biasanya kompetensinya terbatas, sehingga ditutupi dengan kekuatan lobi politik lokal yang ada.
Dia juga mengatakan camat dan lurah bukanlah Organisasi Perangkat Daerah (OPD) yang menjalankan urusan pemerintahan tertentu seperti Dinas atau Badan.
Camat dan lurah merupakan OPD yang bertanggung jawab terhadap suatu wilayah kerja dan isinya, dan sangat dekat dengan masyarakat.
“Hubungan antara bupati atau wali kota dengan camat sangatlah dekat, sehingga pengisian jabatan camat seringkali lebih mempertimbangkan ‘kecocokan chemistry‘ daripada kompetensinya,” kata Sadu. ( wan/ar)