KORAN NUSANTARA
Headline indeks Surabaya

Jika Hearing Kedua Soal Tarikan IPL Pengembang WBM Tak Datang Lagi, Komisi A Akan Sidak Perumahan Wisata Bukit Mas

Surabaya (MediaKoranNusantara.com) – Hearing di Komisi A DPRD Surabaya soal tarikan besaran Iuran pengelolaan lingkungan (IPL), fasilitas umum (fasum)dan fasilitas sosial (fasos) warga perumahan Wisata Bukit Mas (WBM), Senin (22/6/2020) menemui jalan buntu. Pasalnya, pengembang perumahan WBM tidak hadir atau tidak merespons undangan DPRD Surabaya. Ketua Komisi A DPRD Surabaya Pertiwi Ayu Krishna mengatakan, pihaknya sejak awal konsen mengingatkan pemkot segera meminta kepada pengembang untuk menyerahkan fasum dan fasosnya sehingga persoalan keluhan warga di Perumahan Wisata Bukit Mas tidak terjadi.

“Saya kecewa bahwa pengembang tidak hadir dalam hearing. Apakah pengembang takut atau sedang mempersiapkan pengacara. Yang jelas, kami tidak takut apapun, karena masalah tarikan IPL ke warga ini sudah terlalu lama,”ujar Ayu, Senin (22/6/2020)

Yang namanya penarikan IPL, lanjut Ayu, itu hanya bisa dilakukan di apartemen saja. Sedangkan di perumahan-perumahan tidak ada atau tidak bisa serta merta pengembang melakukan tarikan IPL kepada warga. Apalagi perumahan tersebut sudah terjual 80 hingga 90 persen, otomatis fasum dan fasos seharusnya sudah diserahkan kepada Pemkot Surabaya.

“Di mana-mana fasum dan fasos yang mengelola warga setelah pemkot menyerahkan kepada pengurus RT/RW, bukan secara administratif saja. Tapi harus semuanya, seperti ada kejadian di lingkungan menjadi tanggung jawab RT/RW,” ungkap dia.

Lebih lanjut, politisi perempuan Partai Golkar ini akan memanggil pihak pengembang perumahan WBM untuk menghadiri hearing kedua kalinya di Komisi A DPRD Surabaya, Kamis (25/6/2020) mendatang.

“Jika pada hearing kedua pengembang tidak hadir dan tidak ada hasil hearing, maka kami bersama anggota komisi A akan sidak ke lokasi pengembang perumahan WBM,” tegas Ayu.

Perwakilan warga perumahan WBM Tito Suprianto mengatakan, besaran kenaikan IPL tersebut dinilai sangat memberatkan dan merugikan warga yang sudah telanjur membeli rumah di kawasan perumahan Wisata Bukit Mas tanpa pemberitauan lebih dahulu.

“Warga yang sudah telanjur membeli rumah di WBM I dan II ini tidak pernah diberitahu mengenai besaran IPL tersebut?” ujar Tito Suprianto.

Dia menjelaskan, pada saat warga diminta menandatangani berita acara serah terima (BAST) berisi tentang harus wajib membayar IPL ini, tetapi tidak dijelaskan secara detail oleh pihak pengembang berapa besaran IPL yang harus dibayar oleh warga.

“Setelah pembelian rumah tersebut, warga dibebani IPL tergantung pada luas rumah warga. Rata-rata Rp 2,3 juta per meter setiap rumahnya,”ungkap dia.

Tidak hanya biaya IPL yang besar, ia juga mengeluhkan, bahwa pihak pengembang selalu menaikan IPL tersebut secara tiba tiba, tanpa ada musyawarah dengan warga perumahan.
“Pihak pengembang tidak pernah musyawarah maupun diskusi dengan warga di sini berkaitan dengan kenaikan IPL setiap tahun tersebut,” ucapnya.

Alasan kenaikan biaya IPL ini, kata ia, pihak pengembang beralasan adanya kenaikan upah minimum regional (UMR) dan juga ini atas keputusan dari kantor pusat yang ada di Jakarta.
“Alasan pengembang seperti itu, alasannya kenaikan upah minimum regional dan keputusan dari kantor pusat di Jakarta,” ucap Tito.

Karena itu, dia bersama warga lainya berusaha berkomunikasi dengan pihak pengembang baik sendiri- sendiri maupun berkelompok berkaitan dengan kenaikan IPL yang memberatkan warga.

“Kita sudah berulang kali melakukan komunikasi, tapi sampai sekarang belum ada respons soal keluh kesah warga berkaitan dengan kenaikan IPL ini,” pungkas dia. (KN03)

 

Foto : Hearing Komisi A DPRD Surabaya bersam dinas terkait dan warga perumahan WBM, Senin (22/6/2020) siang.

Related posts

Terima Laporan La Nina, Jokowi Minta Percepat Sebar Informasi Cuaca

Tiga Bandara Ditutup Akibat Gunung Agung Meletus

redaksi

Tingkatkan Efektifitas PSBB Surabaya Raya, Forkopimda Jatim Siapkan Tim Pengampu Untuk Asistensi Kota Surabaya

kornus