“Jadi bukan hanya masalah babi saja, hampir di semua peternakan kalau dia sudah menjadi peternakan industri sebenarnya memang harus memfungsikan yang namanya sistem ‘close house’,” kata Jan S Maringka di Manado, Sulawesi Utara, Kamis.7/9
Artinya, kata dia, tidak sembarang orang bisa masuk ke dalam kandang, ini cara sederhana.
“Hal sederhana seperti itu yang sering kita lupakan. Ada istilahnya biosecurity, itu yang harus dijaga. Karena yang namanya ternak apakah babi, kambing atau bebek akan semakin rentan kalau tidak ada upaya pengetatan terhadap orang yang masuk ke dalam kandang,” ujarnya.
‘Biosecurity’ tersebut dapat diterapkan meskipun hanya untuk peternak kecil semisal memelihara ternak di bawah 5.000 ekor.
“Sebenarnya itu sudah harus dibangun, cuma kadang-kadang peternak belum sampai ke sana. Ketika dia sudah mulai masuk ke arah industri peternakan, walaupun industri kecil, biosecurity itu harus sudah ada,” ujarnya.
Penerapan ‘biosecurity’ secara sederhana dapat diadopsi dari perilaku mencuci tangan sebelum makan.
“Nah harus begitu juga, masuk daerah kandang sebenarnya ada desinfektan untuk orang yang akan masuk, ada prosedur standar operasional sebelum masuk ke kandang dan baiknya tidak sembarang orang yang bisa masuk. Nah mungkin itu yang harus dilakukan,” ujarnya.
Sebelumnya, virus flu babi menyerang peternakan babi di beberapa kabupaten dan kota di Sulawesi Utara.
Tak mau merugi, peternak mulai menjual ternak babi lebih awal, harga satu kilogram yang biasanya dijual sebesar Rp60-65 ribu, sekarang melorot, hanya dengan Rp100 ribu, warga bisa membawa pulang dua hingga tiga kilogram daging babi. ( wan/ar)