Surabaya (KN) – Gubernur Jatim Soekarwo minta Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak Pusat untuk meredistribusikan pajak yang telah disetorkan oleh daerah. Pasalnya, daerah, khususnya Jatim juga membutuhkan dana untuk memelihara perekonomian dan membangun infrastruktur guna meningkatkan kesejahteraan masyarakat.“Daerah tidak akan bisa memelihara ekonomi yang bagus jika sebagian pajaknya tidak bisa digunakan untuk memelihara infrastruktur yang ada. Jadi konsep redistribusi pajak ini penting, tidak mungkin kita bisa menjaga sarana prasarana tanpa adanya redistribusi”
Demikian yang disampaikan Pakde Karwo, sapaan akrab Gubernur Jatim saat memberi paparan dalam acara Penandatanganan dan Sosialisasi MoU Kanwil Ditjen Bea dan Cukai Jatim I dan II, Kanwil Ditjen Pajak Jatim I, II, dan III, Polda Jatim, dan Kajati Jatim di kantor Polda Jatim, Jl. A. Yani Surabaya, Jumat (13/3/2015).
Pakde Karwo mengatakan, redistribusi pajak menjadi hal yang sangat penting bagi daerah. Ini karena redistribusi merupakan wujud keadilan bagi daerah, dan disisi lain pajak merupakan pilar yang penting dalam menjaga stabilitas ekonomi. Apalagi target pajak yang dibebankan pemerintah pusat kepada daerah begitu tinggi.
“Jika semua pajak disetorkan ke pusat, target bisa tercapai kemudian pusat pendapatannya naik, sedangkan daerah pendapatannya tidak jelas. Lantas apa yang didapatkan oleh daerah terhadap kerja keras untuk mencapai target itu? Bagi daerah, itu bukan sukses. Ibaratnya, hidup tanpa harapan” katanya.
“Daerah tanpa redistribusi pajak sama saja seperti handuk yang diperas terus, lama-lama sobek dan tidak keluar airnya. Jadi saya mohon betul, konsep ekonomi ini jangan jadi konsep ekonomi yang sentralistis. Harus ada redistribusi kepada daerah” ujarnya.
Masih menurut Pakde Karwo, pajak yang saat ini dikembalikan ke daerah hanya mencakup PPh 21, 25 dan 29. Padahal ada tiga pajak lain yang mempengaruhi penerimaan negara. Yakni, Pajak Sumber Daya Alam, Pajak Pertambahan Nilai (PPN), dan Pajak Pertambahan Nilai Barang Mewah (PPNBM).
“Banyak perusahaan di Jatim, tapi kantor pusatnya di jakarta sehingga pajaknya ditarik ke pusat jadi PPN dan PPN barang mewah yang masuk ke Jakarta. Tapi kita hanya dapat pasal 21,25,29. Kami usul, PPh badan seharusnya dikelola oleh pemerintah daerah untuk membangun infrastruktur” tuturnya.
Terkait MoU pada kesempatan itu, Pakde Karwo mengatakan bahwa implementasi dari kerjasama memory of understanding (MoU) penegakan hukum antara Kanwil Ditjen Bea dan Cukai Jatim I dan II, Kanwil Ditjen Pajak Jatim I, II, serta III, Polda Jatim, dan Kajati Jatim harus disampaikan dan disosialisasikan dengan baik kepada masyarakat.
“Saya sangat mengapresiasi MoU ini, kepastian hukum itu penting, keadilan itu penting, tapi yang lebih penting lagi manfaatnya. Penegakan hukum ini jangan sampai menimbulkan kontradiksi terhadap ekonomi Jatim. Jadi saya pesan, penyampaian dari MoU ini harus bagus” tuturnya.
Sementara itu, Kapolda Jatim, Irjen Pol Anas Yusuf mengatakan, dengan adanya MoU ini, diharapkan potensi kerugian negara akibat korupsi akan berkurang. “Perusahaan-perusahaan atau oknum-oknum yang ingin berbuat curang pasti akan berpikir ulang untuk korupsi.” katanya.
“MoU ini kami harap dapat ditindaklanjuti dengan program yang jelas tentangkerjasama dan koordinasi penegakan hukum, cukai, dan tindak pidana lain selain itu juga bisa menjawab berbagai tindakan pidana yang telah terjadi sesuai dengan kewenangan masing-masing” tegasnya.
Direktur Transformasi Proses Bisnis Ditjen Pajak pusat, Wahyu Karya Tumakaka mengatakan, fungsi Dirjen pajak salah satunya adalah pengawasan pajak yang sesuai dengan ketentuan pemerintah, memberikan keadilan bagi mereka yang sudah patuh. Karena itu, MoU ini sangat mendukung bagi optimalisasi fungsi tersebut.
“Kami berharap bahwa kerjasama hari ini antara Ditjen pajak, Bea Cukai, Kepolisisan, dan Kejaksaan tinggi ini adalah wujud kerjasama kita bersama agar memastikan negara kita mampu menjalankan fungsi untuk membanungun kesejahteraan masyarakat Indonesia” katanya..
Direktur Penindakan dan Penyidikan kantor pusat Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) Muhammad Sigit, Ak, M.B.A mengatakan, MoU ini merupakan wujud nyata bahwa Jatim hadir dengan langkah nyata membangun kerjasama antara lembaga, mewujudkan sinergi antara instansi untuk mewujudkan harmonisasi kinerja.
“Kita perlu langkah strategis, kita harus membuat jera para pelaku pelanggaran bea cukai. Kerjasama selama ini yang telah terjalin bersifat perosonal dan informal, nah ini perlu dikuatkan ke tingkat formal atau kelembagaan. MoU ini merupakan langkah kongkritnya” tuturnya.
“Ini juga demi masyarakat, agar mereka dapat kepastian hukum dan sementara bagi pelanggar hukum, mereka akan jera. Pengusaha yang berusaha melanggar, akan berhadapan dengan hukum, dan bagi penegak hukum kita, akan makin profesional dalam menindak” pungkasnya.
Inspektur Jenderal Putut Eko Bayuseno Kepala Badan Pemelihara Keamanan (Kabaharkam) Polri. mengatakan, Mou ini harus dilaksanakan dengan baik, tidak hanya diatas kertas saja, tapi harus ada TL nya dilapangan dalam bentuk komunikasi dan koordinasi dalam menangani kasus-kasus yang terjadi.
“Setelah MoU ini saya berharap untuk dilakukan kordinasi yang baik di bidang pelatihan, dan penanganan masalah yang terjadi secara sinergis. Jika kita berkerjasama, kekuatan kita akan bertambah. Orang akan berpikir dua kali jika ingin berbuat macam-macam dengan hukum” tegasnya. (yol)