Surabaya (KN) – Program walikota Surabaya Risma, sapaan Tri Rismaharini tidak pro rakyat miskin. Kali ini masih soal Program bibit unggul.Program yang sekarang dikendalikan Unit Pelaksana Tugas Daerah (UPTD) Dinas Sosial (Dinsos) Surabaya ini tak mau menerima siswa dari keluarga miskin lagi. Padahal Bibit Unggul ini dulu banyak ditiru daerah lain karena menampung anak pintar dari keluarga miskin. Saat itu program masih dikelola eks walikota Cak Narto (alm) yang juga sebagai penggagasnya.
Terbaru, seorang anak pandai tetapi ditolak, Rinaldi Sam Prabowo, siswa SMA 7 di Jl Ngaglik, Surabaya. Maunya, Rinaldi berharap banyak untuk mendapat biaya masuk ke perguruan tinggi.
Kebetulan dia diterima di politeknik perkapalan negeri surabaya (PPNS) untuk jurusan Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) melalui jalur prestasi. Hanya saja untuk bisa masuk ke PPNS, Rinaldi harus membayar Rp 3 juta. Karena tak mampu membayar maka Rinaldi mengajukan bantuan ke Bibit Unggul, namum ironisnya ditolak.
Rinaldi sendiri memiliki nilai akademis yang bagus rata rata di atas 8. Padahal untuk masuk Bibit Unggul hanya diperlukan nilai 7,5 saja. Namun syarat ini tak lantas membuat Rinaldi bisa mendapat bantuan.
“Jujur saya kecewa jika tidak bisa masuk lewat program ini. Padahal, saya sudah berusaha keras semenjak pertama kali masuk SMA,” kata Rinaldi Sam Prabowo, Senin (10/3/2014).
Rinaldi menjelaskan, sebenarnya dirinya telah berupaya mengusulkan bantuan pembayaran uang gedung masuk PTN sebesar Rp 3 juta ke Dinas Sosial Kota Surabaya. Namun dana yang diharapkan tidak bisa didapatkan. Padahal hari Senin (10/3/2014) kemarin adalah waktu registrasi terakhir untuk jalur prestasi. “Kata petugas yang jaga, anggaran yang saya butuhkan terlalau besar,” sebutnya.
Ketua Garda Muda Bibit Unggul kota Surabaya Achmad Hidayat, mengaku geram dengan kemungkinan batalnya Rinaldi Sam Prabowo, masuk Perguruan Tinggi Negeri (PTN). Padahal untuk semua persyaratan telah dipenuhi.
“Kata Dinsos, pendaftaran belum dibuka. Katanya baru dibuka pada bulan Juni, Juli atau Agustus. Kalau kita nuruti itu, ya hangus kesempatan Rinaldi untuk masuk (PTN),” sesal pemuda yang ikut mendapingi Rinaldi ini.
Tidak hanya itu, Achmad Hidayat juga menyebut Dinsos tidak serius dalam menjalankan program siswa bibit unggul ini. Menurutnya, pemerintah kota melalui Dinas Sosial hanya menjadikan program bibit unggul sebagai ajang pencitraan di mata masyarakat. “Dulu jamannya Cak narto (Sunarto Sumoprawiro) peserta bidik bibit unggul sangat banyak. Bahkan untuk mahasiswa yang lulus langsung dijadikan PNS. Tapi sekarang kok malah sebaliknya,” kritiknya.
Salah satu indikator Dinsos tidak serius dalam menangani program ini dapat dilihat dari semakin merosotnya jumlah siswa berprestasi dari keluarga kurang mampu yang diterima. Dari data yang ia memiliki, dari tahun ke tahun jumlahnya turun menurun.
Pada awalnya, program ini memiliki tempat tersendiri di hati masyarakat karena banyak yang berminat memasukinnya. Bahkan setiap tahun rata-rata 25 orang mahasiswa dari kalangan keluarga kurang mampu disekolahkan oleh Pemerintah Kota Surabaya.
“Memasuki 2012, mahasiswa yang diterima masuk ke asrama bibit unggul hanya empat. bahkan pada 2013 hingga saat ini tidak ada mahasiswa yang diterima,” ungkap Achmad Hidayat.
Dikonfirmasi terpisah, Kepala Dinsos Surabaya Supomo menjelaskan, alasan dirinya tidak mengeluarkan anggaran untuk Rinaldi Sam Prabowo karena tidak memiliki anggaran. Sebab untuk dana personal social responsibility (PSR) diperuntukkan untuk siswa SD, SMP dan SMA.
“Kalaupun ada, kita nunggu DPA (daftar pencairan anggaran) dulu. Kalau tidak salah bulan 6 (Juni). Kalau sekarang (kemarin) dikatakan pendaftaran terakhir, jujur kita tidak bisa membantunya,” jelas Supomo.
Terpisah, Ketua Komisi D Baktiono menilai jika Dinsos tidak bisa menjalankan Perda APBD dengan benar. Apapaun alasannya, Dinsos semestinya membantu kebutuhan bagi siswa yang ingin masuk program bibit unggul.
“Anggarannya sudah kita sahkan untuk program bibit unggul. Kalau sekarang tidak bisa mengeluarkan akan aneh,” kata Baktiono. (anto)