KORAN NUSANTARA
Headline Nasional

Cegah Stunting, Pemerintah disarankan Lakukan Terobosan

Surabaya, mediakorannusantara.com- Tim Ahli Habibie Institut Public Policy Government Dr. dr. Tb. Rachmat Sentika SpA.MARS, menyarankan pemerintah segera melakukan terobosan agar tidak terjadi peningkatan jumlah anak penderita kerdil (stunting).

Dalam siaran pers  Senin, 21/9 mengatasi persoalan kerdil tidak sebatas pada mendorong pemberian air susu ibu (ASI) ekslusif.

“Tapi yang harus digunakan adalah pendekatan siklus hidup. Tidak hanya anak, namun juga harus diperhatikan kesehatan ibu, jangan sampai calon ibu mengalami anemia, kurang energi kronik (KEK) dan juga terkait pengetahuannya,” ujarnya.

Dilansir dari WHO, sekitar 40 persen kematian ibu di negara berkembang berkaitan dengan anemia pada kehamilan yang kebanyakan disebabkan oleh perdarahan akut dan status gizi buruk.

Sementara, menurut Riskesdas 2018, sebanyak 48,9 persen ibu hamil mengalami anemia dan 17,3 persen ibu hamil mengalami KEK.

Sebelumnya, dokter, filsuf, dan ahli gizi komunitas Dr. dr. Tan Shot Yen, M.Hum, dalam seminar bertajuk “ASI dan Pangan Tinggi Gizi dalam Menghapus Stunting dari Negeri Ini” mengatakan banyak ibu di Indonesia tidak siap untuk menjadi ibu.

Menurut dia, jika ibu hamil dalam keadaan malnutrisi maka pada saat melahirkan akan berisiko tinggi mengalami pendarahan.

“Anak lahir dari ibu yang tidak siap ini akan lahir dengan berat badan rendah. Lalu anak tidak disusui dengan benar, tentu punya masalah tumbuh kembang. Daya tahan buruk dan kapasitas mental sangat rendah, ditambah dengan pola makan tidak benar, lalu layanan kesehatan seperti di masa pandemi akhirnya menjadi stunting,” katanya.

Anak kerdil, kata dia, bukan hanya sekadar persoalan fisik, namun daya tahan tubuh dan kapasitas mental rendah.

Sementara itu, salah satu yang bisa dilakukan untuk mencegah terjadinya peningkatan jumlah anak-anak penderita kerdil di Indonesia adalah pengawal dan pengawasan oleh DPR tentang Undang-Undang Pangan dan Peraturan Pemerintah tentang Label dan Iklan Pangan yang menjadi petunjuk pelaksana dari UU tersebut.

DPR harus betul-betul mengawal dan mengawasi pelaksanaan UU Pangan dan Peraturan Pemerintah tentang Label dan Iklan Pangan yang menjadi petunjuk pelaksana dari UU tersebut.

“Alangkah baiknya DPR mulai mengawasi dengan ketat UU Pangan ini, utamanya terkait dengan post promotion yang dilakukan industri susu yang justru tidak baik dikonsumsi untuk balita dan anak-anak. Jadi bagaimana kita secara tegas untuk bisa melakukan pembatasan pengiklan,” ujarnya.

Tak itu saja, Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) bahkan menyebut susu kental manis (SKM) menjadi penyebab buruknya gizi anak Indonesia sehingga direkomendasikan agar tidak diberikan kepada bayi dan anak.

Alasannya, berdasarkan uji klinis yang dilakukan IDAI, SKM mengandung kadar gula tinggi dan sangat rendah protein, padahal tujuan pemberian susu pada anak adalah dalam konteks pemenuhan kalsium dan protein.

Namun yang disayangkan, di sejumlah kota di Indonesia masih ada persepsi salah kaprah tentang susu kental manis, yakni orang tua dengan daya beli rendah beranggapan bahwa lebih baik memberi anak susu kental manis dari pada tidak minum susu sama sekali. (an/wan)

Related posts

Kemendag sebut Kopi Petani Indonesia Luar Biasa

Kemenkes Luncurkan Chatbot Whatsapp PeduliLindungi

Respati

Diiringi Pawai Budaya, PDI Perjuangan Jatim Serahkan Pendaftaran Caleg ke KPU

kornus