Bandung (MediaKoranNusantara.com) – Ribuan buruh yang tergabung dalam Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI) menggelar aksi demonstrasi menolak revisi UU Nomor 13 tahun 2013 yang bermuatan kenaikan iuran BPJS Kesehatan hingga Tenaga Kerja Asing (TKA). Massa meminta DPRD dan Pemprov Jabar mendukung penolakan tersebut.
Sebelum menyampaikan aspirasinya, massa buruh melakukan long march dari Monumen Perjuangan menuju Gedung DPRD Jabar di Jalan Diponegoro, Kota Bandung, Rabu (4/9/2019). Massa lalu menyampaikan aspirasi.
Ketua KSPSI Jabar, Roy Jinto dalam orasinya mengatakan penolakan revisi UU Nomor 13 Tahun 2003 dilakukan karena merugikan buruh. Mulai dari waktu kerja yang lebih fleksibel hingga pengurangan pesangon.
“Jam kerja yang fleksibel ini berkaitan dengan lembur. Kemudian pengurangan pesangon juga dari yang sebelumnya bisa 9 kali gaji, nanti hanya 5 kali saja,” kata Roy.
Selain itu, buruh juga menolak kenaikan iuran BPJS Kesehatan dan Permenaker Nomor 228 tahun 2019 tentang jabatan TKA yang diperbolehkan bekerja di Indonesia. Lagi-lagi kebijakan dinilai membebani buruh.
Menurut Roy, kenaikan iuran BPJS Kesehatan yang diwacanakan memberatkan masyarakat. Roy menilai pelayanan BPJS saat ini masih belum maksimal. Sehingga, KSPSI mendorong KPK dan BPK melakukan audit agar dapat diketahui letak kesalahannya.
“Sekarang iuran BPJS itu seperti yang disampaikan Menteri Keuangan akan naik 100 persen. Artinya alasan defisit pengelolaan BPJS dibebankan kepada masyarakat. Kita ketahui bersama pelayanan BPJS belum maksimal tapi sudah harus dibebankan kepada masyarakat,” ucapnya.
Terkait Keputusan Menteri Tenaga Kerja Nomor 228 tahun 2019 tentang tenaga kerja asing yang bisa menduduki jabatan tertentu, Roy Jinto menyebut hal itu dapat membuat lapangan kerja bagi masyarakat semakin sempit.
“Salah satunya, khsusus di dunia industri, sangat banyak jabatan yang diperbolehkan (ditempati TKA). Bahkan ahli jahit dan ahli tekstil sudah diperbolehkan. Untuk pendidikan juga, termasuk guru SD dan kepala sekolah diperbolehkan dalam Permen tersebut dan hal itu yang kami permasalahkan,” ucapnya.
Perwakilan KSPSI Karawang, Ira Laila ikut menyuarakan penolakan revisi UU Nomor 13 Tahun 2003. Pihaknya mengaku keberatan kalau nantinya cuti menstruasi akan dihapuskan.
“Cuti menstruasi mau dihapus. Menurut mereka sakit pada saat menstruasi bisa dihilangkan obat pereda sakit. Sama saja sudah menghilangkan hak-hak pekerja peremuan, kita menolak,” kata Ira dalam orasinya.
Di tengah-tengah orasi, perwakilan buruh pun melakukan audiensi dengan anggota DPRD Jabar untuk meminta dukungan sejumlah tuntutan tersebut.(dtc/ziz)