Surabaya (MediaKoranNusantara.com) – Panitia Khusus (Pansus) DPRD Jatim menyoroti beberapa hal dalam draft perubahan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Jawa Timur tahun 2019-2024. Salah satu di antaranya adalah belum adanya program cerdas yang diusulkan Pemprov Jatim terkait upaya penanggulangan Covid-19 bersama dengan peningkatan ekonomi.
Pernyataan ini disampaikan Ketua Pansus perubahan RPJMD Jatim, Muzamil Syafi’i saat ditemui di Gedung DPRD Jatim, Kamis (12/8/2021).
“Perlu jadi catatan bahwa Pansus ini melihat belum ada langkah-langkah atau program yang cerdas di dalam rangka menanggulangi Covid-19 bersama-sama dengan ekonomi,” kata Muzammil.
Oleh karena itu, pihaknya mendorong agar Pemprov Jatim juga memproyeksi program penanggulangan Covid-19 yang dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi. “Ini yang masih belum ada di Pemerintah Provinsi Jatim,” ujarnya.
Di lain hal, Muzammil juga menyebutkan, bahwa ada beberapa catatan lain yang menjadi sorotan oleh Pansus RPJMD Jatim. Pertama adalah terkait perubahan Indikator Kinerja Utama (IKU), Gubernur Jatim, Khofifah Indar Parawansa.
“Yang jadi pertanyaan Pansus apakah tidak mungkin perubahan (IKU) itu dilakukan peningkatan. Artinya, tidak seperti yang diusulkan oleh Gubernur Jatim. Misalnya seperti pertumbuhan ekonomi,” ungkap dia.
Menurut dia, apabila dilihat pertumbuhan ekonomi sekarang sudah mencapai 7,7 YOY (year on year), maka dimungkinkan ke depan akan lebih baik daripada yang diusulkan Gubernur Jatim. “Nah ini yang perlu ada satu keselarasan,” tambahnya.
Berikutnya yang menjadi sorotan Pansus adalah terkait dengan Indeks Pembangunan Manusia (IPM). Dia menyebut, IPM Jatim saat ini tidak mengalami perubahan sekitar 73,58. “Ini yang kita harapkan itu sama dengan, kalau bilamungkin itu ada penambahan,” jelasnya.
Namun, kata dia, persoalannya adalah Pemprov Jatim tidak memiliki tolak ukur tersendiri atau second opinion mengenai IPM. Sebab, selama ini Pemprov Jatim dinilai hanya berpedoman pada data Badan Pusat Statistik (BPS).
“Nah, saran Pansus kalau mungkin pemprov punya hitungan tersendiri yang tidak mengikuti hitungan BPS. Sehinggga IPM kita itu tidak selalu berada di bawah,” papar dia.
Padahal, kalau dilihat realitas di lapangan, dia berpendapat jika Jatim ini lebih maju baik di bidang pendidikan maupun kesejahteraan daripada provinsi yang lain. Namun saat ini Provinsi Jatim masih berada pada urutan ke-15.
“Tapi kenapa kita masih pada urutan ke-15. Nah, itu sebagai akibat dari kita tidak punya second opinian terkait dengan data-data yang ada,” ungkap Anggota Komisi A DPRD Jatim ini.
Terlebih lagi, di Provinsi Jatim banyak pondok pesantren yang diharapkan ke depan dapat menjadi pendongkrak indikator pertumbuhan IPM. Makanya politisi Partai NasDem ini juga mendorong agar Perda Pondok Pesantren bisa segera disahkan.
“Nah, ke depan kita berharap Perda tentang Pondok Pesantren bisa segera disahkan. Sehingga dimungkinkan pondok pesantren itu menjadi tambahan hitungan untuk meningkatkan IPM Jatim,” harapnya.
Di samping itu, terkait draft perubahan RPJMD, pihaknya juga mempertanyakan mengenai turunnya Indeks Reformasi Birokrasi Jatim. Meski begitu, ia juga menyadari, bahwa hal ini disebabkan adanya kebijakan Work From Home (WFH) yang membuat aktivitas berkurang.
“Tapi kita harapkan walaupun ada WFH tidak mengurangi Indeks Reformasi Birokrasi yang ada. Kalau mungkin lebih meningkat daripada sebelumnya,” tandasnya.
Sebagai diketahui, perubahan RPJMD Jatim ini dilakukan karena dilatarbelakangi oleh beberapa hal. Pertama, adanya perubahan kebijakan dari pemerintah pusat serta penyesuaian Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN).
Selain itu, perubahan RPJMD ini juga dilatarbelakangi adanya Perpres Nomor 80 Tahun 2019 tentang percepatan pembangunan ekonomi di kawasan Jatim serta refocusing karena pandemi Covid-19. (KN01)
Foto : Ketua Pansus perubahan RPJMD Jatim, Muzamil Syafi’i.