KORAN NUSANTARA
Headline indeks Nasional

Anggota DPR Tolak Investor Asing Kelola Perfilman Nasional

ilustrasi-investor-asingJakarta (KN) – Anggota Komisi X DPR RI, Dedy Gumelar alias Miing, menegaskan menolak rencana pemerintah yang akan mengijinkan investor asing untuk mengelola sektor perfilman nasional.Demikian hal ini disampaikan Dedy Gumelar terkait revisi daftar investasi negatif yang akan membuka peluang bagi investor asing untuk memasuki dunia perfilman (distribusi film dan bioskop).

Dedy Gumelar yang akrab disapa Miing ini menuturkan bahwa industri film saat ini sudah berbeda sifatnya dengan bidang usaha lainnya. Sebab, selain sebagai hiburan dan informasi, sebagaimana tercantum dalam UU No.33/1999 tentang Perfilman, film juga menjalankan fungsi pendidikan dan kebudayaan (pasal 4).

Berbicara mengenai budaya, maka akan terkait dengan karakter suatu bangsa. Dengan kata lain, film sebagai salah satu instrumen untuk membangun karakter bangsa.
“Dengan film, maka persamaan nilai-nilai yang ingin kita tanamkan kepada masyarakat akan menjadi lebih mudah, seperti nilai nasionalisme (kebanggaan terhadap tanah air),” ujar Miing kepada warawan, Selasa (12/11/2013).

Untuk itu, menurut dia industri perfilman tidak bisa disamakan dengan bidang usaha lainnya (lex specialis). Karena menyangkut upaya untuk menangkis infiltrasi budaya asing dan melindungi kebudayaan lokal yang saat ini sedang susah payah dikembangkan oleh Indonesia baik melalui pendidikan formal-nonformal (kurikulum) maupun melalui pendidikan informal, seperti tontonan film.

Anngota DPR asal PDI P itu, saat ini dimana investor dalam negeri diberikan 100 persen keleluasaan untuk bisa mengelola perfilman dengan baik, nyatanya Indonesia masih kalah bersaing dibandingkan industri film asing.

“Derasnya film impor dan keberpihakan yang masih minim dari pemerintah membuat industri film nasional sulit mengejar ketertinggalannya,” sesal Miing.
Miing menambahkan, karena dominannya peredaran film asing (terutama Hollywood) pelaku industri film lokal menjadi tersisih dari persaingan yang memang tidak seimbang. Film lokal sering tidak kebagian screen dan kalaupun dapat durasinya sangat singkat.

“Bayangkan bila investor asing mendapatkan porsi yang besar dalam pengelolaan industri perfilman di tanah air (rencana pemerintah 49 persen). Tentu film asing akan lebih mudah lagi masuk ke tanah air dan keberadaan pelaku industri film lokal pasti akan semakin tersisih karena kalah bersaing. Belum lagi soal muatan film asing yang bisa membawa pengaruh buruk dan menjauhkan kita dari cita-cita untuk membangun karakter bangsa,” bebernya.

Lebih jauh Miing menilai ketika pemodal asing diberikan “rumah” di Indonesia, bisa kita bayangkan betapa leluasanya mereka menguasai sektor perfilman nasional.
Menurtnya dia, industri perfilman kita akan disulap menjadi sebuah industri yang lebih mengedepankan economic value ketimbang social value.

“Padahal, film kita memiliki fungsi pendidikan dan kebudayaan yang jauh lebih penting. Bahkan negara seperti Malaysia pun begitu menjaga filmnya dari inflitrasi kebudayaan asing. Korea Selatan yang begitu mendorong pertumbuhan industri film nasionalnya, serta India yang seolah tidak mau didikte dengan hegemoni film Hollywood,” cetus mantan pentolan pelawak Bagito Grup ini.

“Benar bila kemudian ada regulasi yang bisa dipakai untuk meminimalisir ketakutan kita akan infiltrasi budaya. Tapi sejauh mana komitmen pemerintah (penegak hukum) untuk menerapkannya. Selain itu, dampak ekonomi terhadap para pemain industri film lokal tentu luar biasa merugikan,” tegasnya. (red)

 

Related posts

FKUB Jatim Ajak Semua Elemen Wujudkan Kembali Suasana Aman

kornus

Rusak Momen Natal KSTP Serang Pos Pamtas TNI di Papua, Satu Prajurit TNI Gugur

kornus

100 Getaran Gempa Susulan Hantui Lombok, Wisawatan Asing Hengkang

redaksi