KORAN NUSANTARA
indeks Lapsus

Warga East Cost Siap Ajukan Gugatan Ke Peradilan HAM

pantai timur-surabayaSurabaya (KN) – Peradilan Tata Usaha Negara (PTUN) Surabaya menurut rencana akan melakukan sidang lapangan atau pemeriksaan langsung di lokasi, untuk menguji bukti yuridis formal penguasaan lahan kawasan Surabaya Timur yang dikenal dengan East Cost secara sepihak untuk kepentingan konservasi yang dinilai oleh warga sebagai “perampasan hak” karena ditetapkan diatas tanah hak adat milik penduduk asli Surabaya yang sebagian besar diantaranya telah memiliki sertifikat hak milik (SHM) dan sebagian lainnya masih berupa girik atau leter C dengan peta bidang kepemilikan haknya.Sidang lapangan tersebut dilaksanakan karena Pemkot dalam persidangan PTUN atas gugatan warga, hanya mampu membawa bukti berupa perda 3 tahun 2007 tentang RTRW saja yang sudah tidak berlaku, padahal Perda tersebut justru yang dijadikan persoalan karena diberlakukan kepada masyarakat asli Surabaya Timur dalam situasi bertentangan dengan Undang-Undang Tata Ruang, Peraturan Pemerintah tentang Tata Ruang Nasional, Peraturan Pemerintah tentang Tata Ruang Pulau Jawa Bali dan Perda RTRW Propinsi Jawa Timur. Selain Perda tersebut belum dilengkapi dengan perda RDTRK dan Perda Zonasi yang dikenal dengan perda RTRK yang seharusnya tidak boleh diberlakukan.

Penasehat Hukum warga setempat yang mengajukan gugatan hukum ke PTUN, Esther Wiryanti,SH tidak menolak ketika dikonfirmasi rencana sidang lapangan atas gugatan hukum yang diajukannya mewakili warga setempat yang hak kemerdekaan memiliki dan memberdayakan hak miliknya telah dimatikan oleh kepentingan konservasi secara sepihak tanpa terlebih dulu dilakukan pelepasan hak melalui ganti rugi sebagaimana ketentuan hukum yang berlaku. Pemberlakuan konservasi tersebut tanpa melalui sosialisasi warga, sehingga warga setempat baru tahu setelah berurusan dengan Pemkot untuk memberdayakan tanahnya kemudian ditolak oleh Pemkot.

Pemberlakuan pelaksanaan konservasi cukup dengan Perda Surabaya nomor 3 tahun 2007 tentang Tata Ruang Kota Surabaya yang pembuatannya diduga penuh dengan rekaysasa dan kepentingan pragmatisme, karena pembuatannya bukanlah menyambung konsep Master Plan Surabaya tahun 2000, melainkan membalik Master Plan dari semula yang diarahkan pengembangan kota Surabaya untuk timur dan barat, tapi untuk wilayah timur dimatikan tanpa alasan yang jelas, padahal wilayah timur merupakan wilayah peralihan dari desa ke kelurahan sehingga bercokol ribuan kepala keluarga asli Surabaya.

Pemkot diduga sengaja merekayasa agar Perda nomor 3 tahun 2007 seakan harus eksis tanpa cacat sedikitpun dan untuk dapat diberlakukan kepada rakyatnya melalui rekayasa dengan cara membentuk tangan-tangan swadaya masyarakat yang mengaku para penggiat konservasi agar yang menentang konservasi adalah para pelaku perusak lingkungan. Padahal lingkungan kota Surabaya itu sendiri diduga telah dirusak oleh tangan oknum pejabat Pemkot sendiri melalui perijinan yang kurang mengarah. Ibaratnya nomor 3 tahun 2007 tersebut merupakan Perda “lempar batu sembunyi tangan” agar cuci tangan oknum pejabat Pemkot bisa bersih diatas penderitaan masyarakat ekonomi lemah dari kalangan nelayan dan buruh tani sebagai warga asli kota Surabaya.

Sementara oknum pejabat Pemkotnya, mayoritas berasal dari urbanesasi oleh kebutuhan pekerjaan untuk hidup, sehingga patut diduga kurang memiliki hubungan emosional dengan kepentingan kota dan masyarakat asli Surabaya. Namun dengan kekuatan kekuasaannya dapat berbuat apa saja tanpa sedikitpun punya rasa sungkan, apalagi takut karma dan bala’ dihimpit tanah ketika meninggal dunia nanti.

Perda 3 tahun 2007 diberlakukan kepada rakyat Surabaya, tanpa dukungan Perda Rencana Detail Ruang Kota (RDTR) dan Perda rencana Zonasi atau terperinci ruang kota (RTRK) sehingga secara hukum Perda tersebut belum dapat diberlakukan kepada masyarakat Surabaya. Namun kekuatan kekuasaan pejabat menjadikan apasaja yang di inginkan melalui Perda 3 tahun 2007 yang dibuat alat satu-satunya untuk dipaksakan kepada rakyatnya agar mematuhi dan merelakan tanahnya dijadikan hutan.

Melanggar HAM

Pelaksanaan Perda RTRW tanpa rincian RDTRK dan RTRK (Zonasi) tersebut, sebenarnya merupakan bentuk pelanggaran hak azasi manusia katagori berat, karena itu bukan tidak mustahil apabila Peradilan Tata Usaha Negara memenangkan Pemkot, rakyat wilayah Surabaya timur akan mengajukan kembali gugatan hukum ke pengadilan HAM karena dapat diklasifikasikan merupakan pelanggaran HAM secara sistematis melalui yuridis structural dengan Perda 3 tahun 2007.

Undang-Undang HAM nomor 39 tahun 1999 pasal 3 ayat 2 yaitu setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan dan perlakuan hukum yang adil serta mendapat kepastian hukum dan perlakuan yang sama di depan hukum. Padahal fakta lapangan bagi warga pemilik lahan east cost tersebut berbeda-beda, ada yang diijinkan dan ada yang ditolak, bahkan perusahaan perumahan seperti PT Pakuwon, Pantai Mentari, Taman Wisata Kenjeran baru milik swasta dan Kenjeran lama milik Pemkot, semuana berdiri tegak bangunan-bangunan mewahnya. Demikian milik warga ada yang berdiri tegak tapi juga ada yang tidak boleh berdiri, sehingga perlakuan tidak adil menyelimuti warga kawasan east cost tersebut. (red)

 

Foto : Kawasan pantai timur Surabaya

 

 

Related posts

Bantu Lindungi Ribuan Nakes, 3.500 Paket Soklin Antisep untuk Puskesmas dan Faskes

kornus

Akar Rumput PDI P Diminta Tak Hiraukan Sikap Risma, Dalam Waktu Dekat Ini Akan Ada Keputusan Tegas Dari Megawati

kornus

Tumbuhkan Jiwa Entrepreneur Kampus, ITS Resmikan Wirausaha Merdeka

kornus