Surabaya (KN) – Walikota Surabaya Tri Rismaharini Risma dianggap berbohong terkait ganti rugi sebesar Rp5 juta per PSK. Selama ini, PSK tidak pernah menerima uang dari Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya sepeserpun. Kalaupun ada anggaran untuk PSK, dipastikan tidak akan sampai ke tangan PSK.Salah satu warga Putat Jaya (lokasi Dolly beroperasi), Anik menyatakan Risma tidak pernah memberi kompensasi pada PSK atas penutupan lokalisasi. Jangankan kompensasi, PSK, mucikari dan juga warga setempat juga tidak pernah diajak bicara dan duduk bersama untuk membahas soal penutupan Dolly.
“Kalau PSK itu dikasih uang Rp5 juta, uang segitu itu buat apa. Buat beli handphone saja tidak cukup. Makanya, ketika ada PSK yang menerima Rp5 juta, mereka tentu akan jadi PSK kembali,” terangya.
Anik mengatakan, selama ini di Dolly sudah ada pelatihan-pelatihan ketrampilan. Pelatihan ini tidak hanya untuk PSK dan mucikari, tapi juga warga setempat. Sayang, pelatihan hanya berlangsung selama tiga hingga empat kali. Dengan pelatihan yang cukup pendek ini, sangat tidak mungkin yang ikut pelatihan langsung mahir dalam keahlian tertentu. Kalaupun ikut, setelah pelatihan PSK itu lantas disuruh pulang.
“Kami juga menunggu ada kompensasi Rp5 juta, tapi man, mana kompensasi itu. Ditunggu-tunggu juga tidak ada. Kalaupun ada, Rp5 juta itu tidak bisa buat apa-apa,” jelasnya.
Sedangkan Vivi, salah satu PSK mengaku, pihaknya lebih baik memberi Risma uang Rp5 juta perbulan daripada Dolly ditutup. Menurut PSK yang sudah tujuh tahun malang melintang di Dolly ini, uang Rp5 juta tidak cukup untuk biaya hidup sehari-hari. Dalam sebulan, dia harus mengeluarkan biaya sebesar Rp8 juta. Uang sebesar itu untuk membiayai pendidikan tiga anaknya dan juga kebutuhan tiap hari.
“Tidak usahlah Dolly diobrak-abrik. Uang Rp5 juta itu buat apa. Buat beli susu anak saya saja kurang. Nggak apa-apa ditutup kalau ganti ruginya Rp1 miliar. Dolly itu bukan hanya tempat untuk esek-esek, tapi ada juga tukang becak dan juga bakul sate. Risma harus mengerti ini, jangan asal tutup-tutup saja,” katanya.
Kalau Dolly ditutup, lanjut Vivi, dia bersama kawan-kawannya sesama PSK akan berjuang mati-matian membela agar lokalisasi ini tetap buka. Menurut Vivi, setiap perempuan pasti tidak ada yang ingin bercita-cita menjadi wanita penghibur. Setiap perempuan pasti ingin mendapat pekerjaan yang layak, entah itu menjadi dokter, polisi, pilot dan lain-lain. Menjalani pekerjaan sebagai PSK ini sudah dianggap sebagai nasib yang harus diterima dengan lapang dada.
“Kami siap mati pertahankan Dolly. Kalau satu-satu yang berjuang, kami akan mudah dikalahkan, tapi kalau semua melawan, kami akan kuat. Ibarat sapu lidi, kalau hanya satu bisa dipatahkan. Tapi ketika sudah terkumpul banyak, pasti bisa untuk memukul,” jelasnya. (anto)
Foto : Aksi demo warga Dolly