Jakarta (MediaKoranNusantara.com) – Wakil Presiden (Wapres), Jusuf Kalla (JK) menyebut Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) tak becus bekerja alias tidak efektif. Hal itu terbukti dengan masih maraknya aksi penangkapan yang dilakukan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kepada pejabat pemerintahan.
“Kalau mau dihubungkan pengawasan dengan KPK, artinya kalau KPK makin banyak pasiennya itu berarti pengawasan tidak efektif. Pengawasan menjadi efektif apabila pasien KPK berkurang,” kata JK saat membuka Rakornas Pengawasan Intern Pemerintah 2018 di Gedung BPKP Jakarta, Selasa (17/7/2018).
Menurut JK, saat ini jumlah perkara korupsi di Indonesia cenderung menurun dibandingkan masa lalu.
“Sekarang ini, walaupun kadang-kadang saya yakin bahwa sebenarnya korupsi kita menurun, makin banyak orang itu diketahui korupsi. Kalau jaman dulu, tidak ada KPK, tapi tentu hal seperti lobi-lobi itu merupakan hal biasa,” tambahnya.
JK mengatakan, auditor dan pengawas harus memiliki pengetahuan luas, termasuk memahami kebijakan pemerintah daerah dan adanya diskresi pejabat daerah.
“Selain ketegasan, pengawas juga harus mengetahui filosofi dan kebijakan, mengerti diskresi. Karena apabila semua hal dianggap sebagai pelanggaran, maka pejabat negara akan diliputi rasa takut. Apabila pejabat diliputi rasa takut, maka pembangunan juga tidak akan berjalan,” jelasnya.
BPKP juga diharapkan dapat memberikan pendidikan dan evaluasi pengawasan kepada para pengguna anggaran.
“Salah satu tugas BPKP dalam Perpresnya adalah mendidik dan melatih, jadi BPKP harus melatih bagian pengadaan di daerah, di provinsi dan kabupaten, supaya mereka jangan melanggar. Bukan berarti agar mereka tidak menyeleweng, tetapi supaya tidak melanggar; karena bisa saja mereka melanggar tanpa sengaja karena tidak tahu,” ujarnya.
Wapres berharap BPKP dapat meningkatkan pengawasan keuangan dan pembangunan baik di pusat dan daerah supaya anggaran belanja pemerintah dapat digunakan dengan baik untuk mempercepat pembangunan nasional secara merata.(ara/ziz)