Denpasar,mediakorannusantara.com – Anak Agung Ngurah Manik Danendra, tokoh Puri Tegal Pemecutan Denpasar, Bali, berencana menggugat Gubernur Bali Wayan Koster jika sampai terbit peraturan daerah yang melarang wisatawan hingga warga lokal mendaki gunung di seluruh Bali.

Agung Manik Danendra (AMD) di Denpasar, Senin, 5/6 mengatakan gugatan yang akan dilayangkan kepada orang nomor satu di Bali itu berupa Gugatan Onrechtmatige Overheidsdaad yaitu Gugatan Perbuatan Melawan Hukum oleh Penguasa.

AMD dalam keterangan tertulisnya menyampaikan akan menggugat Gubernur Bali Wayan Koster senilai Rp22 triliun.

“Bukan ancam mengancam ini, tetapi prosedur gugatan yang dibolehkan oleh negara dengan gugatan class action. Karena Pak Gubernur ‘kan susah dikritik mau jalan saja sendiri sebagai penguasa,” ujarnya.

Oleh karena itu, sebagai warga negara yang taat hukum, maka masyarakat juga bisa melakukan gugatan terhadap perbuatan produk hukum Gubernur Bali.

“Kalau kami anggap merugikan,’kan sudah banyak kritikan dan masukan. Kalau tidak mempan masih tetap jalan, kami akan gugat,” ucapnya.

Ia menyampaikan dasar hukum Onrechtmatige Overheidsdaad adalah Pasal 1365 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata) yang berbunyi baha Tiap perbuatan melanggar hukum, yang membawa kerugian kepada orang lain, mewajibkan orang yang karena salahnya menerbitkan kerugian itu, mengganti kerugian tersebut.

Selanjutnya mengapa Gubernur Koster yang akan digugat? Menurut dia, walaupun perda merupakan produk hukum eksekutif bersama legislatif namun usulan dari perda larangan mendaki gunung itu datang dari ide dan inisiatif Gubernur Koster.

“Yang nantinya tentu akan disampaikan ke DPRD Bali untuk dibahas bersama. Jadi karena usulan Gubernur Bali maka Gubernur Kosterlah yang digugat,” ucapnya.

AMS mengatakan nilai gugatan Rp22 triliun tersebut sesuai dengan jumlah gunung di Bali yang disebutkan Gubernur Bali yang akan dilarang untuk dilakukan pendakian. “Jadi sederhananya kerugiannya Rp1 triliun untuk satu gunung,” katanya.

Gugatan Perbuatan Melawan Hukum oleh Penguasa atau Onrechtmatige Overheidsdaad juga diatur di dalam Peraturan Mahkamah Agung Nomor 2 Tahun 2019 (Perma 2/2019) tentang Pedoman Penyelesaian Sengketa Tindakan Pemerintahan dan Kewenangan Mengadili Perbuatan Melanggar Hukum Oleh Badan Dan/Atau Pejabat Pemerintahan (Onrechtmatige Overheidsdaad).

“Tidak perlu melarang-larang warga naik gunung sampai membuat perda. Cukuplah buat imbauan saja dan buat pedoman kalau mau naik gunung,” katanya.

Ia pun dapat memahami penolakan berbagai kalangan termasuk khususnya dari para pencinta alam dan para pemandu pendaki gunung terhadap rencana kebijakan Gubernur Koster.

Menurut dia, harus dipikirkan dampak kerugian dari kebijakan tersebut karena ekonomi rakyat akan dimatikan misalnya para pemandu, para pelaku UMKM, para penjual peralatan outdoor, desa adat dan banyak pihak akan dirugikan.

Kalau dasar argumen Gubernur Bali dengan kesucian gunung dan taksu Bali, taksu Bali juga bisa dijaga dengan berbagai tradisi adat upacara keagamaan termasuk berpakaian yang sopan sesuai adat di Bali. Banyak hal yang bisa dilakukan untuk menjaga taksu Bali.

Sementara itu Gubernur Bali Wayan Koster mempersilakan jika memang ada yang menggugat. “Siapa yang gugat, silakan saja haknya. Berbeda pendapat silakan,” ucap Koster usai menghadiri Sidang Paripurna DPRD Bali di Denpasar, Senin.

Koster mengatakan melarang pendakian di seluruh gunung di provinsi setempat dan sebelum resmi ditutup kegiatan pendakian maupun gunung sebagai objek wisata akan dibuatkan perda terlebih dahulu.

“Untuk ditutupnya (gunung untuk objek wisata) akan dibuat peraturan daerah. Untuk saat ini saya sudah bersurat kepada Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan untuk melarang gunung sebagai objek wisata. Saya sudah WA Beliau dan pada prinsipnya setuju. Menteri lain saya komunikasikan juga setuju,” kata Koster.

Ia mengatakan Majelis Desa Adat dan Parisada Hindu Dharma Indonesia (PHDI) provinsi setempat juga menyatakan turut mendukung agar gunung-gunung di Bali tidak lagi digunakan sebagai objek wisata.

“Ada bhisama sulinggih (pendeta Hindu) yang memberikan arahan gunung itu adalah kawasan suci. Oleh karena itu jangan dijadikan sebagai objek wisata apalagi untuk mendaki,” kata mantan anggota DPR tiga periode itu. ( wa ,/an)