KORAN NUSANTARA
Headline indeks Jatim

Temukan Dugaan Penghilangan Suara, Caleg DPR RI PPP Dapil 1 Jatim Lapor Bawaslu

PPPSurabaya (KN) – Calon anggota legislatif (caleg) DPR-RI Dapil Jatim 1 (Surabaya-Sidoarjo) dari PPP, Gede Widiade akan melaporkan dugaan kecurangan Pileg 9 April lalu ke Bawaslu Jatim. Gede dan tim dari DPW PPP Jatim dan kuasa hukum telah mengumpulkan bukti-bukti tambahan, terkait  temuan dugaan penghilangan paksa suara caleg DPR RI Jatim I yang diganti dengan caleg Dapil Jatim 3 di TPS 10 Kelurahan Dr Sutomo, Kecamatan Tegalsari, Surabaya.

Disinyalir terjadi kecurangan secara sistematis terstruktur di pelaksanaan perhitungan suara di Pemilu Legislatif 9 April 2014 lalu. “Kami minta dilakukan coblosan ulang di Dapil Jatim 1 atau penghitungan ulang dengan membuka kotak suara. Kalau ini tidak dilakukan sama saja bohong. Kami akan menempuh jalur hukum,” tegas Gede didampingi Sekretaris DPW PPP, Norman Zein Nahdi dan kuasa hukumnya di Kantor DPW PPP Jatim, Rabu (30/4/2014).

Ditegaskan Gede, bila PPP tidak melakukan action, maka hal ini akan bisa terjadi lagi di Pilpres nanti. “Yang kita minta adalah kejujuran. Ironisnya ini terjadi di tengah kota,” ujar Gede.
Lebih lanjut Gede menuturkan, bahwa pihaknya sudah mencoba mengkonfirmasi ke KPU Surabaya terkait hal itu dan dijawab bahwa itu semata kesalahan teknis. “Jawaban KPU itu adalah kesalahan teknis,” tuturnya.

Gede mengatakan, bahwa hal ini adalah kasus pidana pemilu. Pihaknya akan melaporkan pencurian dan penghilangan hak suara parpol. “Ini  jelas tindak pidana dan buktinya nyata,” tegas Gede Widiade.

Dikatakan, penyelenggara Pemilu mulai dari KPPS hingga KPU diduga kuat “bermain” dan berani menghilangkan suara parpol dan perolehan suara caleg di satu Tempat Pemungutan Suara (TPS).

Dari temuannya di  TPS  10 Kelurahan Dr Sutomo, Kecamatan Tegalsari, Surabaya  Dapil Jatim I, dimana suara perolehan 40 caleg DPR RI dari 4 parpol, diduga kuat sengaja  dihilangkan paksa oleh KPPS yang beranggotakan 7 orang. Dugaan penghilangan paksa itu menimpa Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Partai Hati Nurani Rakyat (Hanura), Partai Bulan Bintang (PBB) dan Partai Keadilan dan Persatuan Indonesia (PKPI).

Bahkan, diduga KPU mengetahui aksi kecurangan terhadap perolehan  suara dari 40 caleg DPR RI dari 4 parpol di TPS 10 tersebut. Saat ini suara PPP untuk Jatim sebanyak 87.293. Sedangkan suara yang diperoleh Gede mencapai  48.139.

Hal ini diketahui dari lolosnya hasil scanning C-1 DPR RI yang diupload di http://www.pemilu2014.kpu.go.id/ , situs resmi KPU. Di situs resmi KPU itu 40 nama caleg DPR RI dari 4 parpol itu diganti dengan 28 nama caleg DPR RI Dapil Jatim 3 dari parpol yang sama.

Dugaan  kesengajaan makin kuat karena 7 anggota KKPS dan 7 saksi dari sejumlah parpol ikut menandatangani Berita Acara Pemungutan dan Perhitungan Suara Model C. Bahkan, aksi penghilangan paksa itu dengan mudah lolos di proses scanning yang dilakukan oleh KPU.

Gede Widiade menduga aksi penghilangan 40 suara caleg dari 4 parpol di TPS 10 itu tersistematis dan terstruktur. Terbukti, sejak di tingkat PPS hingga ter-upload scanning C1 di situs KPU, tetap dibiarkan saja tanpa ada pembetulan. “Ini khan  aneh dari bawah naik terus sampai ke KPU kok tidak tahu. Saya menduga ini sudah sistematis dan penyelenggara tidak mungkin tidak tahu,” tandasnya.

Karena itu, lanjut dia, dirinya akan habis-habisan melawan atas dugaan kecurangan nyata yang diduga dilakukan secara tersistemastis dan terstruktur oleh penyelenggara Pemilu 2014 di Jawa Timur.

“Saya sudah tahu siapa yang bermain dan menyuruh melakukan ini, tapi saya tidak punya bukti. Nanti kalau sudah di polisi biar dibuka semua, dibongkar semua, siapa saja yang terlibat,” imbuh Widiade.

Dugaan aksi penghilangan paksa itu makin menguat, karena dari daftar saksi yang tercatat di Halaman 3 Model C, empat parpol yakni PPP, Hanura, PBB dan PKPI tidak ada saksi yang ikut tanda tangan.

Sementara itu, kuasa hukum Gede Widiade, Sholeh SH, menilai unsur adanya kesengajaan tinggi. Pasalnya nama caleg di Banyuwangi bisa pindah di Surabaya. “Anehnya waktu rekapitulasi kok namanya tidak sama, namun ditulis. Kalau ini kesengajaan maka dapat dijerat dengan pidana pemilu. Tidak bisa jadi alasan meski tidak ada saksi PPP di TPS. Bukan berarti boleh seenaknya sendiri,” ujar Sholeh.

Ditegaskan Sholeh, dalam kasus ini harus ada sanksi bagi penyelenggara pemilu. “Kita akan bawa kasus ini ke Bawaslu. Kita butuh kepastian tentang hal itu,” imbuhnya. (anto)

Related posts

LPA Jatim beri Pendampingan Anak Korban Tragedi Kanjuruhan

Atasi Banjir Kali Lamong, Pemkot Minta Pemerintah Pusat Segera Kucurkan Anggaran Rp 20 M

kornus

Kunjungi Mal Pelayanan Publik di Siola, Dirjen Dukcapil Pastikan Pelayanan Kependudukan Surabaya Terbanyak Kedua Selama Libur Panjang

kornus