Tulungagung, mediakorannusantara.com – Sebanyak 177 kasus yang melibatkan anak berhasil dideteksi Unit Layanan Terpadu Perlindungan Sosial Anak Integratif Kabupaten Tulungagung, Jawa Timur, selama kurun 2019.
“Jumlah itu memang mengalami peningkatan dari tahun-tahun sebelumnya, sehingga bisa dilihat kalau sistem yang dikembangkan sejak 2014 ini mampu mendeteksi berbagai persoalan anak di masyarakat,” kata Sekda Tulungagung Sukaji di Tulungagung, Kamis 12/12 saat menyambut rombongan Departemen Kesejahteraan Anak Pemerintah Republik Rakyat China.
Sukaji menerima kunjungan rombongan pejabat dari Departemen Kesejahteraan Anak Pemerintah Republik Rakyat China (RRC) yang melakukan studi banding ke Kabupaten Tulungagung atas fasilitasi Unicef, Lembaga Perlindungan Anak di bawah naungan PBB.
Sukaji menuturkan, upaya terpadu dan terintegrasi yang sudah diterapkan dalam beberapa tahun terakhir memang membantu masyarakat.
Menurut dia, mereka tidak merasa kesulitan saat memberikan pelaporan maupun upaya deteksi dini terkait kasus kekerasan anak maupun pelecehan seksual di Tulungagung.
“Fenomena anak biasanya seputar masalah kekerasan serta ‘trafficking’. Sejak lama Tulungagung selalu menghadapi masalah itu. Tapi sekarang sejak ada ULT PSAI bisa mengurangi angka korban,” ujarnya.
Sukaji melanjutkan, ancaman kekerasan pada anak memang terjadi karena berbagai faktor.
Salah satunya karena status Tulungagung sebagai kantong Tenaga Kerja Indonesia (TKI), sehingga muncul dampak pengasuhan dari anak-anak pekerja migran, serta tingginya angka perceraian.
“Kami harus bisa cepat dalam hal penanganan kasus pada anak ini, termasuk semua pihak harus terlibat ikut melakukan pencegahan,” kata Sukaji.
Saat ini, katanya, setidaknya ada 39 instansi lintassektor yang terlibat dalam sistem ULT PSAI, mulai dari kepolisian, dinas sosial dan perlindungan anak, rumah sakit, dinas pendidikan, sampai organisasi masyarakat.
Semuanya terhubung menjadi satu dalam mendeteksi serta menanggani persoalan anak. “Jadi kalau dulu persoalan anak itu berbasis isu, sekarang sudah berbasis sistem yang terintegrasi bersama,” katanya.
Kepala Dinas Sosial KB dan PPPA Kabupaten Tulungagung Suparni menambahkan, masalah sosial yang melibatkan anak memang beragam.
Untuk itu menurutnya, pelayanan bagi anak harus bisa dipadukan.
“Para petugas dari lintas sektor melakukan upaya gotong royong. Mereka memahami peran yang diambil, termasuk puskesmas maupun rumah sakit,” katanya.
Kepala Perwakilan UNICEF wilayah Pulau Jawa Arie Rukmantara, yang ikut mendampingi delegasi China mengatakan, komitmen kerja sama yang kuat antarinstitusi di suatu daerah menjadi penentu keberhasilan program perlindungan anak ini.
“Komitmen kerja sama yang kuat ini adalah kunci. Jika semua daerah bisa menerapkan seperti apa yang dilakukan di Tulungagung, maka kami yakin perlindungan terhadap anak-anak Indonesia bisa menjadi lebih baik,” kata Arie Rukmantara.
Pusat Kesejahteraan Sosial Anak Integratif (PKSAI) merupakan salah satu model layanan kesejahteraan dan perlindungan anak, yang dikembangkan oleh Kementerian Sosial bersama UNICEF sejak tahun 2014.
Pada 2016, program ini diujicobakan di lima kabupaten/kota, kemudian pada 2018 direplikasi di 111 kabupaten/kota di Indonesia. (wan/an)