Jakarta, mediakorannusantara.com –
Direktorat Tindak Pidana Umum (Dittipidum) Bareskrim Polri mengungkap kasus dugaan tindak pidana perdagangan orang (TPPO) dengan modus program magang untuk mahasiswa ke Jerman atau ferien job.
Direktur Tipidum Bareskrim Polri, Brigjen Pol. Djuhandhani Rahardjo Puro di Jakarta, Rabu, 20/3 mengatakan pengungkapan kasus ini berawal dari laporan KBRI di Jerman terkait empat mahasiswa yang mendatangi KBRI karena program magang tersebut.
“Para mahasiswa dipekerjakan secara non-prosedural sehingga mengakibatkan mahasiswa tereksploitasi,” kata Djuhandhani.
Jenderal polisi bintang satu itu menyebut ada lima orang yang ditetapkan sebagai tersangka, terdiri atas tiga orang perempuan dan dua orang laki-laki.
Tersangka perempuan, yakni ER alias EW (39), A alias AE (37) dan AJ (52). Sedangkan laki-laki, inisial AS (65) dan MZ (60). Dua dari lima tersangka saat ini masih berada di Jerman (ER dan A). Beberapa dari tersangka merupakan pihak kampus.
Terkait kronologi kasus ini, Djuhandhani menjelaskan, dari keterangan keempat mahasiswa yang mengikuti program ferien job di Jerman, dilakukan pendalaman.
“Hasil yang didapatkan dari KBRI bahwa program ini dijalankan oleh 33 universitas yang ada di Indonesia dengan total mahasiswa yang diberangkatkan sebanyak 1.047 mahasiswa yang terbagi di tiga agen tenaga kerja di Jerman,” ungkapnya.
Informasi dari KBRI di Jerman ditindaklanjuti oleh penyidik Satgas TPPO Polri melakukan penyelidikan dan penyidikan.
Dari hasil penyidikan terungkap beberapa fakta, yakni mahasiswa awal mula mendapat sosialisasi program magang ke Jerman dari CV GEN dan PT SHB.
Pada saat pendaftaran, mahasiswa dibebankan membayar uang pendaftaran Rp150 ribu ke rekening atas nama CV GEN dan juga membayar sebesar 150 Euro (sekitar 250 ribu lebih) untuk pembuatan letter of acceptance (LOA) kepada PT SHB.
“Karena korban sudah diterima di agency runtime yang berada di Jerman dan waktu pembuatannya selama kurang lebih dua minggu,” ujarnya.
Setelah LOA tersebut terbit, para mahasiswa yang menjadi korban diminta membayar sebesar 200 Euro (sekitar Rp3,5 juta) kepada PT SHB untuk pembuatan approval otoritas Jerman (working permit) dan penerbitan surat tersebut selama 1-2 bulan.
“Ini nantinya menjadi persyaratan dalam pembuatan visa,” kata Dju.
Selain itu, lanjut dia, para mahasiswa dibebankan menggunakan dana talangan sebesar Rp30 juta- Rp50 juta yang nantinya akan dipotong dari penerimaan gaji setiap bulannya.
Tidak hanya sampai di situ, para mahasiswa setelah tiba di Jerman langsung disodorkan surat kontrak oleh PT SHB dan working permit untuk didaftarkan ke Kementerian Tenaga Kerja Jerman.
“Surat dalam bentuk bahasa Jerman yang tidak dipahami oleh para mahasiswa,” katanya.
Dikarenakan para mahasiswa sudah berada di Jerman, mau tidak mau menandatangani surat kontrak kerja dan working permit tersebut. Di mana, dalam kontrak kerja, tertuang biaya penginapan dan transportasi selama berada di Jerman, dibebankan kepada para mahasiswa yang nantinya akan dipotong dari gaji yang didapatkan para mahasiswa.
Mahasiswa yang menjadi korban melaksanakan ferien job tersebut dalam kurun waktu selama tiga bulan dari bulan Oktober 2023 sampai dengan Desember 2023.
Selain itu, Polri juga menyelidiki bahwa program magang ferien job tersebut masuk dalam program Merdeka Belajar Kampus Merdeka (MBKM) yang menjanjikan dapat dikonversikan ke 20 satuan kredit semester (SKS). Hal ini tertuang dalam MoU yang ditantangank oleh PT SHB menjalin kerja sama dengan universitas.
“Kemendikbud menyampaikan bahwa program ferien job bukan merupakan bagian program MBKB dari Kemendikbud,” kata Dju. ( wan/an)