KORAN NUSANTARA
Headline indeks Lapsus

Perpanjangan HGB Diatas HPL Rungkut Megah Menggelinding Ke Ranah Hukum

Pertokoan-Rungkut-MegahSurabaya (KN) – Perjanjian kerjasama pemanfaatan dengan swasta (KPS) berupa perpanjangan hak guna bangunan (HGB) diatas hak pengelolaan lahan (HPL) antara Pemkot Surabaya dengan PT Rungkut Central Abadi dan PT Rungkut Mega Sentosa kini menggelinding ke ranah hukum. Hak Pengelola Ruko di Jl Raya Kalirungkut Surabaya tersebut merupakan bekas (eks) PT Abatoar Surya Jaya (perusahaan patungan pemerintah Kota Surabaya, pemerintah pusat dan Induk Koperasi).Perpanjangan HGB diatas HPL tersebut ditengarai menyalahi aturan karena berdasarkan Padahal surat dari Kemendagri Nomor 800/5247/SJ tertanggal 8 September 2015 telah jelas pada poin 1 menyatakan apabila terdapat perselisihan dalam KPS maka diselesaikan sesuai dengan butir perjanjian dan tidak terkait dengan masa jabatan kepala daerah sehingga kepala daerah tidak boleh melakukan penanda tanganan KPS. Namun patut diduga Walikota Surabaya pada saat itu telah mengabaikannya, padahal surat Kemendagri yang ditanda tangani oleh Kepala Biro Hukum Widodo Sigit Pudjianto tersebut menjawab surat dari Pemkot Surabaya itu sendiri.

Seperti HGB diatas HPL dalam bentuk KPS seharunya tidak boleh diperpanjang, kecuali sewa dapat dilakukan perpanjangan setiap lima tahun sekali, sepanjang belum digunakan oleh pemkot. Namun Pemkot Surabaya dengan beraninya menantang arus membuat KPS dengan dua perusahaan tersebut last menit diakhir masa jabatan walikota pada akhir September 2015 lalu. Diketaui,  diperpanjang HGB diatas HPL itu dengan No.000/4985/436.6.18/2015.

Hasil penelusuran Koran ini diperoleh informasi, PT Rungkut Central Abadi dan PT Rungkut Mega Sentosa mendapatkan pengelolaan aset pemkot seluas sekitar 15 hektar di Jl Raya Kali Rungkut itu, semula untuk digunakan sebagai pertokoan dan perkantoran dari Pemkot Surabaya tahun 1995 selama 20 tahun lamanya dengan kompensasi harus membangun tempat pemotongan hewan, bisnis dari perusahaan patungan milik Pemkot Surabaya, Pemerintah Pusat dan Induk Koperasi di daerah Wonoayu, Sidoarjo seluas sekitar 12 hektar. Namun kewajiban tersebut hingga saat ini belum pernah terwujud, bahkan tanahnya di Wonoayu tidak jelas titik lokasi yang ditunjuk karena lokasi yang pernah ditunjuk merupakan tanah kas desa yang tidak dibolehkan untuk dikuasai pemindahan tempat potong hewan dan cool storage PT Abatoar Surya Jaya.

Anehnya Pemkot Surabaya tidak pernah mempersoalkan pemindahan dari usaha patungan tersebut, justru sebaliknya sekarang memperpanjang perjanjian pengelolaan HGB diatas HPL dengan dua perusahaan tersebut.

Berdasarkan informasi yang dihimpun, dua perusahaan tersebut selama mendapatkan pengelolaan telah memperjual belikan ruko kepada pihak ketiga, sehingga sudah mendapat keuntungan diawal dari hasil penjualan ruko tersebut kepada sekitar 600 tenan. Berikut, sertifikat HGB diatas HPL nomor 1 dan 2 induk atas nama dua perusahaan tersebut telah displitsing atau dipecah-pecah atas nama masing-masing pembeli. Sehingga secara hukum hubungan pengelola diatas tanah pemkot tersebut telah berpindah ke masing-masing tenan dan bukan lagi kedua pengelola yang telah mendapatkan pengelolaan tahun 1995 karena pemecahan sertifikat dilakukan oleh Pemkot sendiri kepada masing-masing tenan/pemohon dan bukan oleh dua perusahaan tersebut.

Lembaga Swadaya Masyarakat Aliansi Masyarakat Anti Korupsi (LSM AMAK) bakal membawa persoalan tersebut ke ranah hukum. “Kami melihat perpanjangan tersebut telah menabrak aturan hukum. Tentu saja  tidak bisa didiamkan. Makanya kami akan mengawal kasus ini ke penegak hukum,” tegas Ponang Adji Handoko, selaku  ketua AMAK, kemarin.

Ponang mengatakan untuk persoalan di atas, seharusnya Pemkot memakai PP 27 tahun 2014 dan Permenkeu 78 tahun 2014. Dua dasar hukum inilah seharusnya dijadikan pijakan untuk pengelolaan aset Pemkot Surabaya. “Kalau ada pijakan hukum yang baru, sudah sewajarnya harus dipakai. Karena kalau berpedoman pada PP dan permenkeu yang lama, jelas retribusi yang diperoleh pemkot lebih rendah. Karena kamipun juga sdh konsultasi dengan pihak kementerian keuangan RI . Dan LSM AMAK berpendapat ada potensi kerugian negara dalam kasus tersebut,” jelasnya.

Ia menjelaskan, pihaknya  merasa  kasihan sama Walikota Tri Rismaharini. “Mungkin dia gak sadar “dikadali” stafnya untuk kepentingan pribadi. Bayangkan, tiga hari menjelang lengser pada akhir September 2015 lalu, semua dokumen tersebut ditandatangani oleh Risma. Kalo saja berimplikasi hukum, jelas Risma tersangkut kasus ini,” katanya.

Ada tenggara staf di lingkungan Pemkot Surabaya yang bermain api. “Saya tahu.. Karena ada info data yang valid kami peroleh. Makanya, LSM AMAK tetap konsisten akan mengawal kasus ini ke ranah hukum secara tuntas,” kata Ponang.

Untuk diketahui persoalan ini bermula ketika pemkot memperpanjang HGB (hak guna bangunan) di atas HPL (hak pengelolaan lahan) yang dilakukan Walikota Surabaya kepada PT Rungkut Central Abadi (RCA) dan PT Rungkut Mega Santosa  (RMS) selaku pengelola  komplek Ruko Rungkut Megah Raya di Jl Kali Rungkut September 2015.

Dijelaskan, HGB di atas HPL ituseharusnya tidak boleh diperpanjang. Sebab, bentuknya adalah kerja sama pemanfaatan dengan swasta (KPS). Namun kenyataannya diperpanjang dengan No.000/4985/436.6.18/2015.

Anehnya, Menurut pejabat Pemkot Surabaya sendiri menyatakan tidak masalah dalam perpanjangan tersebut. Kepala Dinas Pengelolaan Tanah dan Bangunan Kota Surabaya, MT Ekawati Rahayu kepada wartawan, Senin pekan lalu menyatakan perpanjangan itu tidak ada masalah, semuanya berlandasan hukum. Perpanjangan itu mengacu pada Peraturan Pemerintah no 40 tahun 1996 tentang hak guna usaha, hak guna bangunan dan hak pakai atas tanah.

Sedangkan perjanjian awal antara pemkot dengan PT RMS dan RCA adalah pemberian HGB di atas HPL atas nama Pemkot Surabaya. (red)

 

Related posts

Surabaya 729 Game Jadi Simbol Persahabatan Antar Daerah

kornus

Mahasiswa ITS Bantu Rehabilitasi Pasien Pascastroke Melalui Reagtife

kornus

Halal Bihalal dengan Pensiunan ASN Pemkot, Wali Kota Eri Teringat Ketika Ditempa di Birokrasi hingga Berhasil Jadi Wali Kota

kornus