Surabaya (KN) – Pemerintah Provinsi Jawa Timur berkomitmen dalam melakukan perlindungan kepada masyarakat selaku konsumen terhadap peredaran makanan impor maupun makanan lokal yang beredar di pasaran.Karena itu, Tim Koordinasi Pengendalian dan Pengawasan Makanan Impor (TKP2MI) harus terus melakukan sosialisasi dan pemahaman kepada pemerintah/kota di Jatim dan masyarakat.
“Pakde Karwo (Gubernur Jatim Soekarwo) dan Gus Ipul ( Wagub Jatim Saifulah Yusuf) menaruh perhatian secara serius dalam melindungi konsumen terhadap keberadaan makanan impor. Karena apapun yang kita lakukan, konsumen adalah raja,” ujar Sekretaris Daerah Provinsi (Sekdaprov) Jatim Dr H Rasiyo pada acara Rapat Koordinasi TKP2MI dan Sosialisasi Peraturan Perundang-Undangan Makanan Impor 2013, di Hotel Utami Sidoarjo, Senin (25/3/2013).
Rasiyo mengatakan, bentuk perlindungan kepada konsumen dalam hal ini masyarakat yang dilakukan Pemprov Jatim yakni memberikan sosialisasi, pemahaman, pengertian terhadap makanan impor. “Kondisi masyarakat di Jatim yang jumlah penduduknya 38 juta orang ini tidak semuanya memahami tentang makanan itu, baik mengenai aturan kesehatan, kelayakan maupun perijinannya. Konsumen (masyarakat) itu tidak sepenuhnya memahami mengenai hal-hal semacam itu. Karena itu, perlu adanya sosialisasi dan pemberian pemahaman,” katanya.
Meski begitu, lanjutnya, sosialisasi itu tidak semudah yang diharapkan, karena itulah, untuk mewujudkan sosialisasi berjalan sesuai harapan diperlukan peran pemerintah kab/kota dalam memberikan pemahaman pula tentang makanan impor.
“Saat membeli makanan perlu dilakukan pengecekan pada lebal jenis makanan. Kalau masyarakat yang sudah mengerti jika membeli makanan harus melihat labelnya itu sudah bagus. Akan tetapi kalau konsumennya tidak paham maka itu bisa dibelinya itu tidak bagus,” tuturnya.
Karena itu, keberadaan TKP2MI yang ada di masing-masing daerah ini memiliki menjadi tanggungjawab menyosialisasikan kepada pemerintah Kabupaten/Kota. Karena yang berhubungan secara langsung tentang keberadaan perusahaan ataupun toko yang ada di kab/kota.
“Tetapi yang paling menentukan keberadaan ini adalah pemerintah Kabupaten/Kota, sejauh manakah kegiatan dalam melaksanakan pengawasan makan impor di daerahnya,” imbuhnya.
Selain itu, kata Rasiyo, juga diperlukan pengawasan terhadap peredaran makanan impor. Itu dilakukan sebagai bentuk untuk melindungi konsumen (masyarakat) yang tidak memahami tentang makanan impor yang tidak layak dimakan. Karena dimungkinkan adanya makanan yang sudah kadarluarsa ataupun mengandung bahan yang berlebihan.
Koordinasi yang dilakukan ini, katanya, merupakan bentuk pengendalian dan pengawasan agar beredarnya bahan makanan ini agar tidak dapat merugikan konsumen.
Kondisi dan situasi bahan makanan yang beredar di masyarakat sudah terseleksi (kualitas maupun perijinannya). Untuk itu, ada tiga peran yang menjadi sasaran bersama, TKP2MI mempunyai tugas dengan menyosialisasikan pertama kepada masyarakat.
Selain adanya pengawasan, Pemprov Jatim meminta kepada produsen makanan harus memiliki tanggungjawab moral dalam rangka memproduk makanan atau barang dagang apapun. “Produsen ini harus diberikan wawasan dalam memproduk makanan yang dapat merugikan masyarakat, terkait dengan faktor kesehatan dan sebagainya,” tuturnya.
Rasiyo menuturkan, kalau barang itu dimakan, sementara bahan makanan itu didalamnya mengandung obat yang memiliki resiko lebih tinggi terhadap kesehatan konsumen maka sebaiknya tidak diedarkan. Biasanya produsen yang tidak rasa etika moral kurang bagus dan cenderung berorientasi pada untung, tentunya produk yang bermasalah itu dilepas ke pasaran.
“Pengawasan ini tidak hanya tanggungjawab dari provinsi saja, tetapi juga Kabupaten/Kota. Paling tidak, bupati atau walikota mengintruksikan kepada skpd terkait yang membidangi itu segera melakukan program secara rutin dilakukan pengawasan tentang makanan yang beredar di masyarakat,” pungkasnya. (rif)
Foto : Ilustrasi sidak makanan impor