KORAN NUSANTARA
ekbis Hallo Nusantara Headline Nasional

Panas Bumi Berpotensi dalam Pengembangan EBT

Jakarta, mediakorannusantara.com – Panas bumi akan menjadi sumber daya alam prioritas dalam pengembangan untuk mengejar target bauran energi baru terbarukan (EBT), karena mempunyai  cadangan yang besar.
Hal tersebut disampaikan Direktur Eksekutif ReforMiner Institute, Komaidi Notonegoro, melalui keterangan tertulisnya, Senin (13/6/2022).

“Panas bumi dapat menjadi baseload (beban dasar) karena tidak menghadapi masalah intermitensi (tidak stabil). Selain itu, kita punya cadangan panas bumi cukup besar, sekitar 23,7 giga watt (GW),” ujar  Komaidi Notonegoro.

Menurut Komaidi, pengembangan energi primer dari energi fosil ke EBT dengan menempatkan panas bumi sebagai skala prioritas tidaklah berlebihan.
“Pemanfaatan saat ini saja masih jauh dari jumlah cadangan yang terbukti,” ujar pakar ekonomi energi dari Universitas Trisakti Jakarta ini.

Menurut Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) Perusahaan Listrik Negara (PLN) 2021-2030, Indonesia memiliki potensi panas bumi sebesar 23,965 GW. Potensi terbesarnya ada di Pulau Sumatera, yakni sebesar 9,679 GW.

Meski punya potensi terbesar, kapasitas pembangkit listrik tenaga panas bumi (PLTP) terpasang di Sumatera baru 562 Megawatt (MW) atau 5,8 persen dari total potensinya. Artinya, masih ada sekitar 94 persen potensi yang belum digarap.

Sedangkan di Pulau Jawa, potensi panas bumi sebesar 8,107 GW.

PLTP yang terpasang baru berkapasitas 1.254 MW atau 15,5 persen dari potensinya. Sedangkan Sulawesi dengan potensi panas bumi 3,068 GW. Namun, PLTP yang terpasang baru 120 MW atau 3,9 persen dari potensinya. Adapun di Nusa Tenggara, potensi panas bumi 1,363 GW dan kapasitas terpasang 12,5 MW.
Sementara itu, Maluku memiliki potensi 1,156 GW, Bali 335 MW, Kalimantan 182 MW, dan Papua 75 MW. Belum ada kapasitas terpasang PLTP di keempat pulau tersebut.

Dalam RUPTL PLN 2021-2030, pembangkit EBT mencapai 20,9 GW (51 persen), lebih tinggi dari energi fosil sebesar 19,7 GW. Dari 20,9 GW itu, 10,4 GW dari PLTA dan 3,4 GW dari panas bumi.

“Saya kira justru ada potensi panas bumi untuk dapat ditingkatkan besaran targetnya,” ujarnya.

Komaidi mengatakan, meskipun panas bumi memiliki cadangan besar, tidak mudah untuk memonetisasinya.

Menurut dia, kunci utama dalam pengembangan semua jenis EBT termasuk panas bumi ada di PLN karena Badan Usaha Milik Negara (BUMN) di sektor ketenagalistrikan itu adalah pembeli tunggal atau monopsoni.
Jika PLN tidak bersedia membeli dengan berbagai justifikasi, pengembang EBT tidak punya pilihan atau opsi lain untuk menjualnya.

“Salah satu upaya yang dapat dilakukan memberikan ruang agar pengembang bisa menjual listrik selain kepada PLN. Jika hal tersebut dapat dilakukan saya kira pengembangan EBT tidak hanya bergantung pada PLN,“ urainya.

Sementara itu,  Wiluyo Kusdwiharto, Direktur Mega Proyek dan EBT PLN, mengatakan pembangunan pembangkit EBT sangat menantang bagi PLN.

Hal itu disebabkan oleh kondisi kelebihan pasokan yang dialami PLN. Dia optimistis dengan kerjasama para pemangku kepentingan dan para pihak, nantinya tumbuh permintaan. Apalagi saat ini permintaan mulai tumbuh 8 persen.

“Sesuai prediksi kami, ke depannya akan tumbuh signifikan sehingga dapat mengakselerasikan pembangunan pembangkit renewable baru,” ujar Wiluyo.

Menurut Wiluyo, panas bumi mendapatkan prioritas kedua untuk dikembangkan setelah PLTA.

Dia menilai tantangan pengembangan panas bumi yang paling terasa adalah dari sisi biaya. Untuk mengejar target RUPTL, PLN tidak bisa sendiri dan harus bekerja sama dengan pihak lain.

“Tahun 2030 pembangkitan renewable bisa meningkat 28 GW. Pembangunan geothermal kami alokasikan 3,4 GW. Butuh biaya yang sangat tinggi untuk bangun pembangkit sampai 2060. Kami buka pintu bagi pihak swasta untuk bangun bersama pembangkit-pembangkit renewable,” ujarnya.
Sebelumnya, masa depan energi panas bumi di Indonesia diyakini cukup cerah di tengah transisi menuju energi baru terbarukan (EBT) yang masif saat ini, apalagi sifat panas bumi yang bersih, aman dari sisi pasokan, dan harga cukup terjangkau menjadi salah satu alternatif terbaik bagi Indonesia.

“Indonesia juga dituntut untuk melakukan peralihan menuju energi bersih,” kata Direktur Eksplorasi dan Pengembangan PT Pertamina Geothermal Energy (PGE) ,Rachmat Hidayat, di Jakarta, Jumat (10/7/2022).

Saat ini, Indonesia merupakan negara dengan potensi panas bumi terbesar kedua di dunia setelah Amerika Serikat. Berdasarkan data Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), potensi panas bumi di Indonesia mencapai 23,7 GW. Dengan kapasitas pembangkit listrik panas bumi (PLTP) sebesar 2.276 MW, pemanfaatan panas bumi di Indonesia juga menempati posisi kedua setelah Amerika Serikat (wan/inf)

Related posts

Dalam Sehari, Pemkot Surabaya Angkut 700 Ton Sampah Hasil Program Kerja Bakti “Surabaya Bergerak”

kornus

Tinjau Lokasi TMMD, Pangdam Sampaikan Wawasan Kebangsaan di Pondok Pesantren

kornus

Polda Jatim Ungkap Kasus Kredit Fiktif Bank Jatim Senilai Rp 24 Miliar

kornus