Jakarta,mediakorannusantara.com – Untuk lebih menarik kunjungan wisatawan, Desa Wisata berbasis alam diperbolehkan membuat mitos atau legenda dengan narasi menarik yang didasarkan ciri khas daerah setempat.
“Saya persilakan desa wisata membikin narasi-narasi yang menarik, yang membangun mitos dengan catatan tidak mengada-ada,” ujar Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi (Mendes PDTT), Abdul Halim Iskandar, dalam keterangannya terkait Diskusi Panel dengan tema “Pandemi Global, Pemberdayaan dan Ketahanan Desa Wisata dan Wisata Perdesaan di Yogyakarta pada Senin (4/7/2022).
Acara ini turut dihadiri Mendes PDTT, Kepala Dinas Pariwisata D.I Yogyakarta, Singgih Raharjo, Manager Regional Engagement and Sustainibility PT. HM Sampoerna, Kukuh Dwi Kristianto, Direktur STAPA Center, Agus Rohmatullah, serta perwakilan kepala desa, pendamping desa, dan pengelola Desa Wisata.
Menteri Abdul Halim mengatakan, pengemasan mitos atau legenda bisa dilakukan dengan mengeksplorasi kisah lokal desa, yang secara turun menurun diceritakan oleh para leluhur maupun dari adat istiadat desa.
Contohnya adalah mitos dari sumber air sudah ada sejak lama, yang kemudian dikembangkan menjadi wisata kolam renang dan seterusnya.
“Nah, yang saya sebut mengarang itu adalah bagaimana kemudian kita membangun mitos bahwa siapa pun yang mencuci muka di sumber air itu akan awet muda,” katanya.
Lebih lanjut Menteri abdul Halim mengatakan, mitos atau legenda desa yang berbasis kearifan lokal desa dan kisah nenek moyang harus dikemas dengan narasi menarik untuk memantik rasa penasaran para wisatawan.
Narasi yang dibuat terlalu jauh dari fakta atau mengada-ngada justeru dinilai justeru bisa memadamkan minat para wisatawan mengunjungi wisata alam desa tersebut.
“Kenapa saya katakan jangan mengada-ada? Karena kalau narasinya terlalu jauh dari fakta, nanti khawatir terperosok. Tapi kalau misalnya sumber air, itu banyak mitosnya. Yang penting berbasis pada kearifan lokal,” imbuhnya.
Mendes PDTT juga mengimbau agar desa yang tidak memiliki potensi alam tidak memaksakan diri untuk menjadi Desa Wisata.
Desa yang tidak punya potensi alam diharapkan berkolaborasi dengan desa-desa sekitar yang mempunyai obyek wisata, seperti dalam hal parkir kendaraan, penitipan produk lokal Badan Usaha Milik (BUM)Desa dan yang lainnya.
“Pokoknya jangan memaksakan apa pun yang tidak menjadi potensi. Kalau memang tidak punya potensi desa wisata, jangan memaksakan diri,” tandasnya.(wan/inf)