Jakarta, mediakorannusantara.com – Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA) mendorong partisipasi masyarakat dalam pemenuhan hak anak atas perlindungan, termasuk dari narkoba. Oleh karena itu, Kemen PPPA menginisiasi gerakan Perlindungan Anak Terpadu Berbasis Masyarakat (PATBM), yaitu gerakan perlindungan anak yang dikelola oleh sekelompok orang yang tinggal di suatu wilayah desa/kelurahan.
“Sangat diperlukan orang-orang atau kelompok masyarakat yang peduli terhadap keadaan generasi penerus, khususnya anak. Pasalnya, penanggulangan penyalahgunaan narkoba memerlukan upaya terpadu dan komprehensif yang meliputi preventif, represif, terapi, dan rehabilitasi, serta memerlukan peran aktif seluruh stakeholder, termasuk masyarakat,” ujar Staf Ahli Menteri Bidang Penanggulangan Kemiskinan Kemen PPPA, Titi Eko Rahayu Senin (12/9/2022).
Melalui PATBM, lanjut dia, masyarakat diharapkan mampu mengenali, menelaah, serta mengambil inisiatif untuk mencegah dan memecahkan permasalahan anak yang ada di lingkungannya, termasuk penyalahgunaan narkoba.
Berdasarkan data Badan Nasional Narkotika (BNN), persentase pengguna narkoba pada 2021 mencapai 1,95 persen atau 3,66 juta jiwa, termasuk anak-anak. Angka ini meningkat sebesar 0,15 persen dari tahun sebelumnya.
Sementara itu, data Direktorat Jenderal Pemasyarakatan menyebutkan adanya sekitar 125 anak yang dibina di Lembaga Pembinaan Khusus Anak (LPKA) dan lapas dewasa terkait kasus narkoba pada 2021. “Kondisi ini menunjukkan kecenderungan peningkatan kasus penggunaan narkoba, bahkan Presiden RI juga menyatakan bahwa Indonesia darurat narkoba,” kata Titi.
Lebih lanjut, ia menyebutkan, untuk mengintervensi perlindungan perempuan dan anak hingga ke akar rumput, Kemen PPPA menginisiasi program Desa/Kelurahan Ramah Perempuan dan Peduli Anak (DRPPA).
“Dalam mengembangkan DRPPA, Kemen PPPA melakukan sinergi dengan kementerian/lembaga yang memiliki program berbasis desa, salah satunya dengan BNN melalui Desa Bersinar yang Ramah Perempuan dan Peduli Anak. Artinya dalam mewujudkan Desa Bersinar juga memerhatikan analisis gender dan analisis situasi hak anak, atau mempertimbangkan isu gender dan hak anak, agar benar-benar menghindari permasalahan/ketimpangan baru seperti beban ganda, tidak sesuai kebutuhan anak dan lain-lain,” ucap Titi.
Ketua Dewan Pembina Dewan Pengurus Pusat Asosiasi Dosen Indonesia, Armai Arief sepakat terkait pentingnya perlindungan anak dari narkoba dan makanan tidak halal. Pasalnya, saat ini penyalahgunaan narkoba dapat memasuki usia anak Sekolah Dasar.
“Kalau kita kaitkan dengan pendidikan, perlindungan anak merupakan tanggungjawab orang tua, masyarakat, sekolah, dan Pemerintah. Komunitas atau masyarakat dapat berperan sebagai orang tua, guru, dosen, dan tenaga pendidik,” kata Armai.
Ia menyebutkan, lima indikator makanan dan minuman halal, yaitu tidak memabukkan, tidak mendatangkan mudarat, tidak najis, didapat dengan cara halal, dan diolah dengan cara halal. “Mudah-mudahan ini bisa kita sosialisasikan kepada anak dan yang bertanggung jawab terhadap anak, yaitu masyarakat, orang tua, dan sekolah,” imbuhnya.
Menurut Armai, narkoba dapat menyebabkan organ tubuh menjadi rusak, perubahan sikap dan mental, masa depan suram, berpotensi terjerumus tindak kriminal, pidana penjara hingga vonis mati, serta kematian akibat over dosis. “Mudah-mudahan kita bisa melindungi anak kita dari dua hal ini, baik makanan tidak halal maupun kecanduan narkoba,” pungkasnya.(wan/inf)