“Sebagai negara pihak yang telah mengesahkan CEDAW melalui Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1984 tentang Ratifikasi Konvensi Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap Perempuan,  Indonesia berkewajiban mengambil tindakan-tindakan yang memastikan, antara lain penyusunan dan pemberlakuan secara efektif peraturan perundang-undangan yang melarang diskriminasi terhadap perempuan,” ujar Rainy dalam keterangan, Jakarta, Senin.24/7

Convention on the Elimination of All Forms of Discrimination against Women atau CEDAW adalah sebuah Kesepakatan Hak Asasi Internasional yang secara khusus mengatur hak-hak perempuan.

Rainy Hutabarat menjelaskan, bahwa kebijakan afirmasi (tindakan khusus sementara) 30 persen kuota keterwakilan perempuan merupakan wujud komitmen negara dituangkan demi mencapai kesetaraan substantif perempuan di bidang politik.

“Rekomendasi Umum CEDAW Nomor 23 tentang Kehidupan Politik dan Publik menegaskan kembali kewajiban negara pihak mengambil langkah-langkah yang dipandang perlu untuk menghapus diskriminasi terhadap perempuan dalam kehidupan politik dan publik dan memastikan perempuan dapat menikmati kesetaraan dengan laki-laki di ranah publik dan politik,” katanya.

Rainy menambahkan tindakan afirmasi 30 persen kuota keterwakilan perempuan pada dasarnya merupakan tonggak penting bagi kehidupan berdemokrasi yang sehat dan substantif.

Pasal 8 ayat 2 PKPU Nomor 10 Tahun 2023 menyatakan dalam hal penghitungan 30 persen jumlah bakal calon perempuan di setiap daerah pemilihan menghasilkan angka pecahan maka apabila dua tempat desimal di belakang koma bernilai: a. kurang dari 50, hasil penghitungan dilakukan pembulatan ke bawah; atau b. 50 atau lebih, hasil penghitungan dilakukan pembulatan ke atas.

Menurutnya, Pemilihan Umum 2024 dikhawatirkan akan menghambat kuota 30 persen keterwakilan perempuan di DPR, DPD, DPRD provinsi, DPRD kabupaten/kota, dan kepala daerah jika aturan yang ada belum diubah. ( wan/ar)