Surabaya (MediaKoranNusantara.com) – Aksi protes sejumlah wali murid dan siswa SMA Negeri 9 Surabaya lantaran ijazah mereka masih ditahan pihak sekolah karena belum melunasi iuran sekolah. Nampaknya menjadi perhatian serius kalangan DPRD Jatim.
Bahkan secara khusus, Komisi E DPRD Jatim yang membidangi masalah pendidikan ikut bersuara. Sebab kasus yang mencuat itu dinilai dapat mencoreng nama baik Pemprov Jatim yang sudah mengkampanyekan pendidikan gratis dan berkualitas (TisTas) di seluruh wilayah Jatim.
“Kepala sekolah maupun kepala dinas pendidikan jangan membuat kesan bahwa sekolah gratis di Jatim itu hanya isapan jempol. Sebab sudah lulus sekolah tapi tidak bisa dapat mendapatkan ijazah,” kata Hadi Dediyansyah anggota Komisi E DPRD Jatim, Senin (13/6/2022).
Menurut politikus Partai Gerindra ini, penahanan ijazah siswa itu sama hanya menghambat masa depan siswa. Pasalnya, ijazah itu menjadi syarat mutlak ketika anak-anak ini mau melanjutkan atau mau mencari pekerjaan.
“Memang kami belum bisa menindaklanjuti karena kasus ini masih dianggap persepsi karena belum adanya laporan yang masuk ke Komisi E. Kalau ada pengaduan maka kami akan lakukan pemanggilan Kepala Sekolah bersangkutan dan Kepala Dinas Pendidikan Jatim untuk dimintai klarifikasi,” tegas Hadi Dediyansyah.
Sementara itu, Kadis Pendidikan Jatim Wahid Wahyudi membantah jika ada kasus penahanan ijazah. Pasalnya, kasus yang ada hanyalah mereka belum mengambil ijazah ke sekolah.
“Ada pihak tertentu yang menghubungi saya, telepon saya apabila ada penahanan ijazah oleh kepala sekolah. Biar saya yang akan menghubungi kepala sekolahnya. Sayangnya, mereka malah bikin demo,” kilah Wahid Wahyudi.
Terpisah, Taufik Monyong salah satu wali murid SMA Negeri 9 Surabaya membenarkan bahwa penahanan ijazah itu benar adanya. Sebab dia mendapat informasi itu langsung dari anak dan 16 teman-teman sekolah anaknya yang menjadi korban kebijakan pihak sekolah SMA Negeri 9 Surabaya.
“Karena anak saya mau membela teman-temannya maka saya support dengan menggelar aksi demo di sekolah maupun di kantor Dinas Pendidikan Jatim mulai Jumat hingga Senin ini,” jelas Taufik.
Dijelaskan Taufik, untuk bisa mengambil ijazah setiap siswa diwajibkan melunasi iuran sekolah yang sudah disepakati pihak sekolah dan komite sekolah sebesar 4 juta per siswa. Sedangkan untuk siswa dari keluarga tidak mampu diberikan diskon hingga kisaran 2,2 juta per siswa.
“Berdasarkan perkiraan uang yang terkumpul dari iuaran sekolah itu mencapai 1,4 miliar. Tentu kami atas nama wali murid ingin transparansi penggunaan uang tersebut,” sindirnya.
Usai mendapat protes dari siswa dan wali murid, lanjut Taufik, pihak sekolah akhirnya melunak dan memanggil siswa-siswa yang ikut aksi secara diam-diam lalu diberikan ijazahnya oleh pihak sekolah.
“Tapi saya juga masih mendapat kabar dari sebagian wali murid yang lain yang curhat karena ijazah anaknya belum bisa diambil karena mereka belum dapat menulasi iuran sekolah,” tambahnya.
Pria yang juga seorang seniman ini mengaku sudah melaporkan kasus tersebut kepada Gubernur Jatim Khofifah lantaran persoalan ini bisa menghambat Nawa Bhakti Satya.
“Saya bersama wali murid yang lain juga tengah berkoordinasi untuk melapor ke Komisi E DPRD Jatim dalam waktu dekat. Mengingat, kasus seperti ini tidak menutup kemungkinan juga terjadi di daerah-daerah lain bukan hanya di Surabaya,” pungkas Taufik Monyong. (KN01)
Foto : Hadi Dediyansah, anggota Komisi E DPRD Jatim.