Anggota Kmisi D DPRD Jatim, Masduki dan anggota Komisi D lainya saat rakoor dengan Pemkab Mojokerto, Jumat (8/9/2023).
Mojokerto – (mediakorannusantara.com) – Pro kontra rencana normalisasi Afvoer Modongan, Kecamatan Sooko, Kabupaten Mojokerto, akhirnya menemukan titik temu dan solusi.
Solusi itu muncul setelah Komisi D DPRD Jawa Timur mengakomodir keinginan kedua belah pihak, yakni Pedagang Kaki Lima (PKL) sempadan Afvoer Modongan dan Pemerintah Desa (Pemdes) Kecamatan Sooko.
Anggota Komisi D DPRD Jawa Timur, Masduki menyatakan telah melakukan koordinasi dengan Pemkab Mojokerto dan Pemerintah Desa (Pemdes) setempat. Koordinasi dilakukan terkait rencana normalisasi sungai Modongan.
“Salah satu pertemuan yang kita sepakati yaitu setelah ada kesepakatan antara PKL dengan dan Kepala Desa dan Camat Sooko, salah satunya adalah bahwa normalisasi itu tetap dijalankan,” kata Masduki seusai rapat koordinasi bersama Pemkab Mojokerto dalam kunjungan Komisi D DPRD Jatim ke Kabupaten Mojokerto, Jumat (8/9/2023).
Masduki menyebut jika normalisasi Sungai Modongan milik Provinsi Jawa Timur itu dinilai sangat penting. Selain kondisi sungai yang dangkal, hal ini juga mengakibatkan terjadinya banjir saat hujan turun.
“Maka harapan (normalisasi sungai) dari Pak Camat Sooko dan kepala desa di situ kita amini. Kita akan melaksanakan normalisasi yang berdampak terhadap relokasi PKL yang ada di daerah sekitar,” ucapnya.
Meski begitu, pihaknya juga meminta agar rencana normalisasi Sungai Modongan tetap memperhatikan nasib para PKL yang akan ditertibkan. “Alhamdulillah sudah ada solusi. Solusinya yaitu yang sampaikan oleh Pak Camat, ada relokasi di Tanah Kas Desa (TKD),” ungkap Masduki.
Namun demikian, untuk sekarang ini, relokasi PKL masih belum bisa dilakukan. Sebab, pihak kecamatan maupun Pemdes setempat, tidak berani melangkah lebih jauh karena belum ada regulasi hukumnya.
“Maka Kepala Desa Modongan dan Wringinrejo minta didampingi oleh Bagian Hukum Pemerintah Kabupaten Mojokerto terkait membuat regulasi. Itu juga supaya (relokasi PKL ke TKD) tidak menjerat kepala desa,” ujar dia.
“Ini benar, jangan sampai niat baik Kepala Desa itu membuat tempat baru untuk PKL yang kena dampak penertiban menjadi ujungnya tidak baik,” lanjut dia.
Karena itu, Komisi D DPRD Jatim juga mendorong agar regulasi atau dasar hukum tersebut dapat segera dituntaskan.
“Kita minta secepatnya bisa diselesaikan karena ini (akan) musim hujan. Jangan sampai hujan yang akan turun sekitar bulan Oktober ini mengganggu aktivitas warga,” jelasnya.
Ia menilai, bahwa keberadaan PKL menjadi salah satu pendongkrak ekonomi dari sektor Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM). Karenanya, pihaknya meminta supaya normalisasi sungai dilakukan dengan tetap melindungi keberadaan PKL.
“Kita juga tidak ingin ada pengangguran, kita ingin ada peningkatan ekonomi masyarakat, sehingga PKL juga harus dilindungi. Salah satu bentuk perlindungan itu kita pindahkan PKL dari sempadan aliran sungai ke Tanah Kas Desa,” tutur dia.
Politisi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) itu menyatakan, bahwa normalisasi Sungai Modongan sebenarnya sudah direncanakan sekitar 10 tahun lalu. Hal tersebut sebagaimana keinginan pihak Kecamatan Sooko dan Pemdes setempat untuk mengantisipasi banjir.
“Pak camat minta 10 tahun kemarin, minta normalisasi, katanya ada banjir. Cuma bukan hanya masalah soal itu saja yang kita tangani. Tapi kita minta juga tempat yang dipakai oleh PKL itu kita tempatkan yang sesuai,” kata Masduki.
“Nah, apa yang sesuai? tadi ada titik temu di TKD. Tinggal regulasinya dibuatkan antara Pemerintah Kabupaten Mojokerto melalui bagian hukum dengan pemerintah desa,” sambung dia.
Oleh sebab itu, Komisi D juga meminta kepada dinas terkait untuk tidak terjun dahulu di lokasi melakukan normalisasi sungai. Ini untuk mencegah timbulnya gejolak sebelum titik temu yang dapat memuaskan semua pihak.
“Kita juga tidak ingin ada gejolak. PKL juga salah satu bagian dari penguatan ekonomi. Cuma karena ini tempatnya kita harapkan bisa seterusnya, maka kita minta Pemkab dan kecamatan untuk bisa di TKD,” tandasnya. (KN01)