Surabaya (KN) – Rencana pencabutan status tanah surat ijo oleh Pemkot Surabaya masih menimbulkan polemik di kalangan masyarakat, utamanya mereka yang tempat tinggalnya di atas lahan berstatus surat ijo. Pasalnya, janji Pemkot hingga kini untuk mencabut surat ijo tak
kunjung terealisasi.
Sebagai upaya pencabutan surat ijo, Pemkot Surabaya sudah mengajukan usulan Raperda Pencabutan Surat Ijo ke DPRD Surabaya. Usulan tersebut lantas ditindaklanjuti dengan membentuk panitia khusus (Pansus) pembahasan Raperda Pencabutan Surat Ijo. Dimana susunan anggota pansusnya dari anggota Komisi D DPRD Surabaya.
Hanya saja, pembahasan Raperda yang dilakukan pansus di Komisi D tidak sampai tuntas, dan akhirnya berkas-berkas Raperda dikembalikan ke Pemkot Surabaya. Tak tuntasnya pembahasan sampai pengembalian berkas itu, sudah terjadi sebanyak tiga kali.
Mentahnya pembahasan Raperda oleh pansus di Komisi D sampai tiga kali sangat disayangkan Ketua Komisi A DPRD Surabaya, Armudji. Menurutnya, dengan mentahnya pembahasan Raperda Pencabutan Surat Ijo sampai tiga kali itu cukup menunjukkan ketidakseriusan Pansus dalam melakukan pembahasan.
“Patut kita sayangkan, dilimpahkan ke Komisi D sampai mentah tiga kali. Artinya Komisi D tidak sungguh-sungguh dalam membahas surat ijo,” kata Armudji saat ditemui di ruang Komisi A DPRD Surabaya, Senin (23/5).
Untuk itu, jika nanti Pemkot Surabaya kembali menyerahakan draf Raperda Pencabutan Surat Ijo ke DPRD Surabaya, pihak Komisi A menyatakan siap meneriman dan melakukan pembahasan sampai tuntas. “Kalau nanti diserahkan lagi ke dewan, kita siap menangani surat ijo dan pembahasan Raperdanya sampai tuntas,” tandas Armudji.
Politisi anggota dewan dari Fraksi PDIP ini memaparkan, pihaknya sanggup menyelesaikan persoalan surat ijo dengan alasan sudah mengetahui seluk beluk pertanahan di Surabaya. “Sebenarnya masalah tanah kita tahu, dan raperda sudah diajukan. Tapi kenapa di Komisi D dikembalikan? Saya tidak tahu ada apa kok tidak sampai tuntas,” katanya.
Lebih lanjut Armudji menegaskan, jika nanti pihaknya diserahi untuk melakukan pembahasan Raperda itu, ia berjanji akan melakukannya sampai tuntas. “Sejak awal kita ingin minta ini dipansuskan lagi. Tanpa didesak masyarakat pun kita akan lepas,” tegasnya.
Seperti pernah diberitakan sebelumnya, masih belum jelasnya kapan realiasasi pencabutan status tanah surat ijo oleh Pemkot Surabaya kembali menimbulkan reaksi warga. Khususnya warga yang tempat tinggalnya berada di lahan surat ijo. Warga berharap bisa bertemu langsung Walikota Surabaya Tri Rismaharini untuk membicarakan persoalan pencabutan status surat ijo yang hingga kini masih mengambang itu.
Harapan warga itu diketahui dari kegiatan konsolidasi yang digelar di sebuah toko di Jl Bratang Gede Surabaya. “Kami minta Walikota bersedia menerima kami untuk membicarakan masalah surat ijo,” kata Ketua Gerakan Pejuang Hapus Surat Ijo, Bambang Sudibyo.
Puluhan warga terlihat antusias mengikuti kegiatan konsolidasi. Mereka berasal dari beberapa daerah di Surabaya. Diantaranya, Ngagel Rejo, Jagir, Gubeng Kertajaya, Gubeng Airlangga, Dharmawangsa, Barata Jaya, Tambak Segaran, Wonorejo, Tempel Sukorejo, Dukuh Kupang, Karang Empat, Perak Barat, Perak Timur, Peneleh, Kusuma Bangsa, Pasar Kembang, Pucang Anom dan Gubeng Jaya.
Menurut Bambang, status surat ijo hanya bentuk mobilisasi pendapatan daerah denganĀ cara menyewakan tanah yang bukan milik Pemkot Surabaya. Dengan dihapusnya status surat ijo, bukan hanya pendapatan Pemkot Surabaya yang berkurang, tetapi justru beban ekonomi warga juga akan semakin ringan.
“Kredibilitas Pemkot akan dijunjung tinggi oleh warga jika mencabut surat ijo. Tapi jika tetap diterapkan, maka terjadi pemaksaan secara struktural,” pungkasnya. (anto/wd/adv)
Foto: Armudji Ketua Komisi A DPRD Surabaya