KORAN NUSANTARA
Headline indeks Surabaya

Komisi A Persoalkan Pemasangan Antena Riciver di Kontruksi Reklame

Surabaya (KN) – Pengetatan izin pembagunan tower oleh Pemkot Surabaya, membuat para pengusaha operator telekomuikasi kelimpungan. Buktinya, kini beberapa tempat strategis dipasangi antena riciver karena dianggap lebih murah dan efisien dibanding jika harus membangun tower baru.Operator seluler kini lebih memilih untuk memanfaatkan bangunan tinggi berupa gedung gedung pencakar langit serta bangunan reklame dengan ketingian tertentu. Tak ayal hal ini kemudian dipersoalkan oleh komisi A DPRD Surabaya. Komisi A melakukan hearing masalah ini dengan Kepala DCKTR Eri Cahyadi dan Antiek Sugiharti Kepala Diskominfo, Kamis (21/10/2015) siang.

Penempatan antena-antena riciver di atas konstruksi reklame ini dianggap menyalahi aturan perda dan perwali terkait peruntukannya. Sebab saat pengajuan izin mendirikan bangunan (IMB) reklame jelas – jelas akan dipakai untuk pendirian papan iklan. Namun kenyataannya selain untuk reklame, bangunan tersebut juga dipakai untuk pemasangan antena riciver.

“Awalnya IMB yang diajukan itu kan untuk reklame. Lha kalau sekarang digunakan untuk antena telekomunikasi kan berarti tidak sesuai pengajuan awalnya. Ini harus disikapi oleh DCKTR, karena nyata – nyata sudah menyalahi regulasi yang ada di Pemkot Surabaya. Coba kalau konstruksi reklame itu tak kuat menahan beban dan roboh siapa yang bertanggung jawab,” Adi Sutarwijono, Wakil Ketua Komisi A, Jumat (22/10/2015)

Masalah ini tak boleh disepelekan oleh DCKTR yang menerbitkan IMB reklame. Sebab pemasangan antena tersebut sudah pasti tidak melalui perijinan yang benar. Selain itu DCKTR juga perlu membuat terobosan baru untuk masalah ini karena paling tidak akan ada sumber PAD baru dari pemasangan antena di atas konstruksi reklame ini.

“Kami telah menerima pengaduan dari Kasatpol PP soal maraknya pemasangan antena di atas konstruksi reklame ini. Untuk sementara Satpol PP ini belum bisa melakukan tindakan apapun karena masih menunggu koordinasi antar SKPD,” ujar Ketua Komisi A DPRD Surabaya Herlina Njoto.

Disinyalir banyaknya pengusaha telekomunikasi memasang antena di atas konstruksi reklame ini lantaran posisinya terjepit dengan pengetatan regulasi tower di Surabaya. Saat ini tidak bisa membangun tower sembarangan karena sudah dilakukan pemetaan untuk zona zona tertentu.  Bahkan Pemkot sudah mendata tower yang tak berizin untuk ditertibkan. Alasan ini yang kemudian menjadi dasar para pengusaha untuk memilih praktis memasang antena miliknya di sembarang tempat yang dianggap bisa mengkover area tertentu yang dikehendaki.

Namun terkait hal ini, Kepala DCKTR Eri Cahyadi menanggapi dengan enteng saat hearing di Komisi A. Sejak beberapa waktu lalu menurutnya banyak pengusaha yang berkirim surat ke kantornya terkait masaah ini. “Kalau saya, yang penting kekuatan konstruksi untuk reklame itu sudah sesuai dengan berat bidang reklame yang ditopang. Kalau sudah dihitung kekuatannya memenuhi syarat maka tidak ada masalah jika konstruksi reklame dipasangi antena,” ujarnya.

Menurut Eri Cahyadi, sebenarya pemasangan antena di atas konstruksi reklame itu juga bukan kewenangannya. Sebab DCKTR dalam pembangunan reklame hanya berwenang untuk menerbitkan IMB nya. Sedangkan pajaknya diurusi oleh Dinas Pendapatan dan Pengelolaan Keuangan Kota Surabaya. “Tapi intinya kekuatan konstruksi itu sudah kami hitung dan tidak ada masalah,” katanya. (Anto)

 

Related posts

OTT KPK Jaring Bupati Indramayu, Diduga Terima Suap Proyek Dinas PU

redaksi

Aksi Buruh Jatim Minta Pemerintah Perhatikan Kesejahteraan dan Hapus Outsorching

kornus

KKP sebut BUBK Kebumen Gunakan Teknologi Intensif Ramah Lingkungan