Jakarta (KN) – Kemiskinan menjadi penyebab utama pemicu tenaga kerja Indonesia (TKI) untuk bekerja di luar negeri. Derita TKI juga mencerminkan kegagalan program pemerintah dalam menyediakan lapangan kerja di dalam negeri.
“Awalnya memang karena kemiskinan. Lalu, karena program pengentasan kemiskinan tidak sampai ke daerah, maka mereka tidak dapat bersaing dengan dunia kerja di Tanah Air. Mereka kemudian memilih menjadi TKI di luar negeri,” kata pengamat ekonomi dari UI, Aris Yunanto, di Jakarta, Minggu (26/6).
Berdasarkan data Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Kemenakertrans), setiap bulan dikirim sebanyak 30 ribu hingga 50 ribu TKI ke luar negeri. Dari jumlah itu, Arab Saudi merupakan negara tujuan penempatan TKI terbesar kedua setelah Malaysia. Kini, jumlah TKI di Arab Saudi sedikitnya 1,5 juta orang, yang sebagian besar perempuan dan menjadi pekerja rumah tangga.
Sementara itu, daerah asal TKI kebanyakan dari Kabupaten yang berpenduduk miskin. Seperti pernah disebutkan Kemenakertrans, terdapat 10 daerah utama kantong TKI, yakni Cirebon, Indramayu, Subang, Cianjur, Sukabumi, Lombok Tengah, Lombok Barat, Lombok Timur, Ponorogo, dan Malang.
Aris Yunanto menjelaskan, kemiskinan menjadi faktor utama lemahnya daya saing bangsa, selain kesempatan bekerja di dalam negeri yang terbatas serta rendahnya tingkat pendidikan yang juga sangat berpengaruh. “Jika orang sudah miskin ditambah sempitnya kesempatan kerja mendorong orang untuk mau kerja apa saja dengan daya saing yang rendah. Inilah persoalannya di Indonesia,” katanya.
Dia menambahkan, seandainya program pengentasan kemiskinan tercapai, mungkin mereka yang bekerja di luar negeri bisa memilih lapangan pekerjaan yang sesuai dengan keterampilannya. “Tapi, nyatanya, sampai sekarang masih banyak yang bekerja di sektor informal di luar negeri,” tambah Aris
Koordinator Migrant Care Anis Hidayah juga membenarkan bahwa kemiskinan menjadi faktor utama masih tingginya minat masyarakat untuk menjadi TKI di luar negeri. Untuk itu, pemerintah sebaiknya membenahi akar masalah di dalam negeri sehingga tidak membuat rakyatnya di luar negeri menjadi korban kesewang-wenangan.
“Pemerintah sebaiknya memikirkan bagaimana agar nasib buruh di dalam negri diperhatikan. Kebijakan pembangunan juga harus lebih berpihak kepada masyarakat, bukan pemodal belaka. Jika tidak, pekerja sektor nonformal yang memilih bermigrasi akan semakin banyak,” ujarnya.
Dihubungi terpiah, ekonom Universitas Gadjah Mada (UGM), Revrisond Baswir juga menyatakan, sebaiknya pemerintah menghentikan penempatan TKI di luar negeri. Sebab, sebagai negara dengan sumber daya alam yang besar tidak pantas membiarkan TKI menjadi sapi perahan di negeri orang. “Ini martabat bangsa. Tidak pantas kita mengirim tenaga kerja ke luar negeri. Jadi, harus dihentikan,” katanya.
Revrisond kemudian menyarankan pemerintah fokus pada pembangunan sektor yang dapat menyerap tenaga kerja, di antaranya sektor industri, barang dan jasa, serta pertanian. “Pemerintah belum berhasil meningkatkan sektor pertanian, padahal sektor ini dapat menyerap banyak tenaga kerja,” tegasnya. (red/KJ)
Foto : Ilustrasi kemiskinan