Surabaya (mediakorannusantara.com) – Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Republik Indonesia (Kemenko PMK RI) menggelar Evaluasi Terpadu Percepatan Penurunan Stunting Provinsi Jawa Timur, di Surabaya, Senin (16/10/2023).
Kegiatan evaluasi terpadu diadakan, karena Jawa Timur merupakan salah satu dari 12 provinsi yang termasuk lokasi fokus prioritas pendampingan terpadu dan roadshow Kementerian/Lembaga dalam percepatan penurunan stunting.
Kegiatan yang diadakan secara hybrid ini, diikuti perangkat daerah baik tingkat provinsi maupun Kabupaten/Kota di Jawa Timur, yang berasal dari Bappeda, Dinas Kesehatan, Dinas Sosial, Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, dan Kependudukan (DP3Ak), serta perangkat daerah lain yang termasuk dalam Tim Percepatan Penurunan Stunting (TPPS) di Jawa Timur.
Mewakili Gubernur Jawa Timur, Khofifah Indar Parawansa, kegiatan dibuka oleh Kepala DP3AK Jawa Timur, Tri Wahyu Liswati. Dalam sambutannya, Ia menjelaskan, stunting adalah sebuah kondisi gagal tumbuh pada anak yang disebabkan oleh kekurangan gizi kronis, sehingga anak terlalu pendek untuk usianya. Dikatakannya, proyeksi stunting di Jawa Timur, mengalami penurunan sangat signifikan.
“Antara tahun 2007 sampai dengan 2022, secara rata-rata angka penurunan Provinsi Jawa Timur itu lebih besar dari pada tingkat nasional. Di Provinsi Jawa Timur, tahun 2021 stunting sebesar 23,5% dan di tahun 2022 menurun menjadi 19,2%,” jelasnya.
Lebih lanjut, Kepala DP3AK Jatim yang biasa dipanggil Liswati ini menerangkan, yang perlu digarisbawahi adalah target nasional pada tahun 2024, yakni mencapai 14% angka penurunan stunting ke depan.
“Ini bisa menjadi perhatian para kepala dinas di wilayah Kabupaten/Kota masing-masing, seperti Kabupaten Jember, Kabupaten Situbondo, Kabupaten Ngawi, Kabupaten Lamongan, Kota Batu, Bojonegoro, Kota Probolinggo, Jombang, Kediri, Trenggalek, Madiun, Tulungagung, Sidoarjo, dan Kota Mojokerto. Nah, ini perlu effort yang lebih besar lagi untuk memberikan sumbangan kepada Provinsi Jawa Timur agar target kita di tahun 2024 benar-benar bisa kita capai,” terang Liswati.
Mengingat stunting ini sudah menjadi isu nasional, Liswati pun mengajak seluruh peserta yang mengikuti kegiatan evaluasi agar selalu membuka ruang sinergitas dalam usaha percepatan penurunan stunting. “Kalau untuk target 2024 menjadi 14%, berarti kita punya PR yang harus kita kerjakan sebesar 5%, untuk masing-masing Kabupaten / Kota capaian minimal penurunan angka stuntingnya,” imbau Liswati.
Liswati menyebutkan, permasalahan stunting di Jawa Timur itu ada enam. Yaitu, praktek pengasuhan anak, terbatasnya layanan kesehatan, kurangnya akses makanan bergizi, kurangnya akses air bersih dan sanitasi, masih beragamnya data stunting, serta terbatasnya persepsi dan perilaku masyarakat terhadap stunting.
“Artinya perlu lebih masif lagi mendesiminasikan ke seluruh lapisan masyarakat bahwa stunting itu bukan tanggung jawab pemerintah saja tapi juga para orang tua. Sehingga stunting ini penanganannya juga perlu multisektor,” sebutnya.
Terkait strategi percepatan penurunan stunting, Liswati menuturkan, strategi tersebut dilakukan pendekatan secara penta helix. “Ini salah satu yang kita tawarkan tetapi bukan tidak mustahil dari Kabupaten/Kota punya strategi lain yang lebih jitu atau inovasi lain yang lebih tepat ke sasaran. Jadi, melalui kegiatan ini, kita memang harus bersinergi bersama antara pemerintah, masyarakat, akademisi, bisnis maupun dari media. Ayo gunakan medsos itu secara masif untuk program-program percepatan penurunan stunting,” ujar Liswati.
Sementara itu, Staf Ahli Bidang Pembangunan Berkelanjutan Kemenko PMK, Agus Suprapto mengatakan, pemerintah Indonesia selalu memberikan perhatian tinggi dalam meningkatkan kualitas hidup SDM baik dari segi well being maupun daya saing.
“Saat ini Indonesia sedang memasuki masa transisi demografi yaitu suatu periode yang ditandai dengan tingginya proporsi penduduk usia produktif. Jawa Timur sebetulnya sudah masuk bonus demografi sejak 10 tahun lalu, tetapi sebagian besar pendapatan penduduknya masih jauh dari yang kita harapkan. Di tahun 2020, nilai Indonesia masih mencapai 0,54 poin, artinya balita Indonesia yang lahir saat ini hanya akan mencapai nilai produktifitas sebesar 54% dari potensi maksimal di masa dewasa,” kata Agus.
Agus mengungkapkan, cita-cita Indonesia pada Indonesia emas 2045, mendorong agar terjadi sinergi maksimal, sehingga mampu meningkatkan kualitas SDM yang sejahtera, berkualitas, dan berdaya saing internasional.
“Ada tiga beban masalah gizi di Indonesia yaitu, over nutrition atau kelebihan gizi obesitas, kekurangan gizi mikro seperti anemia, dan under mal nutrition atau kurang gizi seperti stunting,” ungkapnya.
Sejak tahun 2020, Agus menyampaikan, seluruh Kabupaten/Kota telah menjadi lokasi fokus penurunan stunting termasuk Jawa Timur. “Presentasinya sudah bagus, tetapi komulatifnya masih tinggi. Ada beberapa strategi kunci yang mungkin harus di selesaikan baik di tingkat pusat maupun desa sehingga benar-benar tepat pada saasaran yang berbasis data,” ucapnya.
Agus berharap, melalui kegiatan ini semoga dapat menghasilkan langkah-langkah strategis untuk mendukung upaya penurunan stunting nasional khususnya Jawa Timur. “Saya yakin kesimpulan dan rekomendasi dari pertemuan ini akan sangat berguna untuk percepatan penurunan stunting, sekaligus menjadi masukan bagi pemerintah lembaga dalam penguatan kegiatan penurunan stunting ke depan,” pungkasnya. (KN04)