“Tidak ada kata terlambat. Keyakinan, kesungguhan, kebersamaan, kolaborasi seluruh stakeholder yang ada kita kerjakan dengan baik. Tidak menyesal karena telat, ini dampak dari promosi saja,” katanya di Denpasar, Sabtu.8/4
Dari penanganan Pemprov Bali yang membentuk satgas pariwisata menurut dia sudah terlihat hasilnya, namun diperlukan keberlanjutan agar turis yang datang memahami aturan yang ada.
Kadin Bali sendiri melihat fenomena turis nakal yang datang untuk berwisata, namun berujung membuka usaha secara ilegal sudah terlihat sejak terjadi peningkatan wisman usai pandemi, ditambah adanya kebijakan visa on arrival dan visa second home.
“Jadi mereka merasa enak lho tinggal di Indonesia, bisa hidup murah. Takutnya masyarakat dunia yang jadi turis di sini merasa tinggal di sini. Kalau tinggal kan dia nanti berusaha dan bekerja,” tutur Ariandi.
Maka dari itu menurutnya penindakan tetap penting agar turis dapat membedakan maksud pemerintah, terutama soal kepemilikan uang Rp2 miliar jika ingin memiliki visa second home.
“Sebetulnya kita dengan Rp2 miliar bukan untuk investasi. Itu memastikan dia tinggal 2-3 tahun tanpa kelaparan. Kalau dia tidak pegang uang, dia tidak akan kelaparan dan tidak mengambil porsi pekerjaan orang lain, orang lokal,” jelasnya.
Kadin Bali mengaku tegas mendukung Pemprov Bali agar turis yang datang merupakan wisatawan berkualitas, di mana mereka menyadari bahwa kehadirannya untuk berwisata bukan bertindak layaknya warga lokal.