Makassar (MediaKoranNusantara.com)- Para penegak hukum di kejaksaan saat ini seolah disetarakan dengan Aparatur Sipil Negara (ASN) lainnya. Kejaksaan saat ini kehilangan sifat khusus fungsi pencegahan hukum dalam konteks nasional. Posisi institusi kejaksaan belum jelas dan belum kuat kedudukannya dalam melakukan penegakan hukum.
Pernyataan tersebut disampaikan Jaksa Agung HM Prasetyo usai menjadi pembicara dalam seminar penyerapan aspirasi penguatan kejaksaan dalam sistem ketatanegaraan Indonesia di kampus Universitas Hasanuddin (Unhas) Makassar, Selasa (10/10/2017).
“Mengenai posisi institusi kejaksaan ini harus masuk dalam amandemen V UUD Negara Republik Indonesia 1945. Isu strategis yang akan diangkat sebagai pokok-pokok usulan amandemen yang diagendakan ternyata masih belum menyentuh dan menyinggung posisi kejaksaan sebagaimana yang diharapkan,” tuturnya.
Kewenangan Kejaksaan ini, lanjut dia, berbeda dengan yang dimiliki oleh salah satu lembaga penegak hukum yang disebutnya telah menjadi lembaga superbody.
Hal ini disampaikannya menanggapi komentar Ketua MPR RI Zulkifli Hasan yang menyebutkan bahwa operasi tangkap tangan yang dilakukan KPK jangan sampai menimbulkan ketakutan dan kekhawatiran berlebihan para pejabat negara dalam membawa banyak uang.
“Benar yang dikatakan Ketua MPR RI tadi. Betapa ada satu lembaga penegak hukum uang memiliki kewenangan luar biasa dan superbody. Pernah saya sampaikan, sebesar apa pun kewenangan yang luar biasa, tanpa kendali dan pengawasan tentu akan sewenang-wenang karena merasa dirinya paling benar,” ungkapnya .
Sebelumnya, Ketua MPR RI Zulkifli Hasan mengatakan tidak ingin ada ketakutan membawa uang tunai dalam jumlah besar sebagai akibat dari maraknya operasi tangkap tangan yang dilakukan KPK.
“Pegang uang Rp 20 juta, Rp 10 juta juga terjaring OTT. Jadinya bawa uang sebesar itu tidak berani. Pakai credit card diperiksa, celaka. Ini harus dibicarakan. Tentu kami ingin tidak ada pelanggaran hukum tapi juga tidak membuat semua orang ketakutan,” katanya dalam acara yang sama.
Zulkifli menuturkan, dalam dua minggu, ada 6 orang kepala daerah jadi OTT, lalu juga anggota DPRD dan Ketua PN.
“Tentu mengkhawatirkan kalau begini terus, habis kita. Sistem harus dibenahi. Apakah sistem Pilkada-nya, kemudian juga edukasi terhadap masyarakat. Apa yang salah harus kami perbaiki,” tuturnya.(KN1)