Surabaya (KN) – Gubernur Jawa Timur Dr. H. Soekarwo mengusulkan kebijakan transfer penyaluran dana desa menggunakan spesific grant. Kebijakan
ini penting dilakukan untuk mempercepat peningkatan kesejahteraan masyarakat, dan meningkatkan daya beli masyarakat desa.Demikian disampaikan Pakde Karwo sapaan akran Gubernur Jatim Soekarwo saat membuka rapat koordinasi evaluasi pelaksanaan penyaluran dana alokasi khusus (DAK) fisik triwulan I dan dana desa tahap I serta persiapan penyaluran DAK Fisik tahap II, di Aula Majapahit Kantor Wilayah Perbendaharaan (Kanwil PBN) Provinsi Jatim, Jl Indrapura No. 5 Surabaya, Rabu (5/7/2017).
Gubernur Soekarwo menjelaskan, dengan pola specific grant maka alokasi dana desa bisa dibagi menjadi 60% pembangunan fisik dan 40% untuk pemberdayaan ekonomi masyarakat. Dengan demikian akan terjadi keseimbangan antara pembangunan ekonomi dan pertumbuhan daya beli masyarakat. “Jalan-jalan desa banyak yang di paving namun pavingnya beli di kota, sehingga dananya justru pindah ke kota. Seharusnya dana desa ini bisa memberilkan multiplier Effect bagi masyarakat desa,” ungkapnya.
Ditambahkan, implementasi penyaluran dana desa selama ini menggunakan metode block grant atau diserahkan kepada kepala desa (Kades). Sehingga, pengalokasian dana desa dominan untuk pembangunan infrastruktur atau fisik, sedangkan untuk pemberdayaan masyarakat relatif kecil. “Berdasarkan survey yang dilakukan Pak Presiden di Tuban 82% dana desa digunakan untuk pembangunan fisik, bahkan di Jatim hampir 84% untuk fisik,” terangnya.
Pakde Karwo juga mengusulkan, agar kades tidak lagi menjadi penanggungjawab utama anggaran, karena banyak tugas-tugasnya dalam memberikan pelayanan pada masyarakat terganggu. Menurutnya, penanggujawab dana desa bisa diserahkan pada sekretaris desa (sekdes) selaku aparatur sipil negara (ASN). “Dana desa di Jatim sudah ditransfer ke 30 kab/kota, namun saat ini belum diketahui pasti berapa realisasinya. Oleh
sebab itu peran sekdes harus dimaksimalkan untuk membantu administrasi pertanggungjawaban dana desa,” tegasnya.
Terkait DAK, Pakde Karwo meminta, perlu adanya bimbingan teknis dalam usulan dan verifikasi penyaringan awal usulan dari dinas/perangkat daerah. Selain itu juga perlu dibuatkan pedoman verifikasi sebagai acuan Badan Pembangunan Daerah (Bappeda) dalam melakukan verifikasi usulan DAK. “Bimbingan teknis tersebut diperlukan, karena selama ini pengusulan proyek daerah belum berbasis prioritas, dan dalam mengisi pagu dana usulan masih ditemukan banyak kesalahan,” jelasnya.
Ditambahkan, petunjuk teknis (juknis) pelaksanaan DAK juga perlu segera dibuat dan sebaiknya dikeluarkan oleh Kemenkeu dan Bappenas. Pembuatan juknis tersebut diharapkan terbit setelah koordinasi dengan Kementrian Teknis, sehingga terbitnya bisa bersamaan dengan Perpres tentang rincian APBN. “Yang terpenting harus ada sinkronisasi antara alokasi anggaran pada Perpres tentang rincian APBN dengan realisasi tranfer pendapatan tersebut ke pemerintah daerah,” pungkasnya.
Sementara itu, Kepala Kanwil Perbendaharaan Provinsi Jatim R. Wiwin Istanti menyampaikan, rakor tersebut bertujuan untuk meningkatkan koordinasi dan peran baru kantor pelayanan perbendaharaan negara (KPPN) sebagai penyalur DAK Fisik dan dana desa antara Kanwil Perbendaharaan dengan Pemprov Jatim. Disamping itu, untuk melakukan pemantauan persiapan penyaluran DAK Fisik triwulan II yang akan segera dilakukan.
Wiwin menjelaskan, berdasarkan data yang ada sampai dengan tanggal 10 Mei 2017 DAK Fisik telah disalurkan sebesar Rp.1,24 trilyun atau 30% dari total pagu DAK Fisik. Sedangkan untuk dana desa sampai dengan tanggal 8 Juni 2017 telah disalurkan sebesar Rp. 3,8 trilyun atau 60% dari total pagu dana desa.
“Kami masih harus memastikan kelengkapan-kelengkapan penyaluran dana desa bisa dilengkapi sesuai waktu atau timeline yang ditetapkan,” terangnya.
Kegiatan tersebut dihadiri oleh 15 kepala KPPN yang tersebar di Jatim, serta 39 Kepala BKPAD di seluruh Provinsi Jatim. (wan/dwi)