Surabaya (KN) – Peringatan Hari Pendidikan Nasional Tahun 2015 kali ini dimaknai pendidikan sebagai gerakan masyarakat. Mengembangkan pendidikan dan kualitas manusia Indonesia harus dikerjakan sebagai suatu gerakan bersama oleh seluruh masyarakat. Semua harus ikut peduli, bahu-membahu untuk memajukan kualitas manusia Indonesia melalui pendidikan.“Secara konstitusional, mendidik adalah tanggung jawab negara. Namun, secara moral, mendidik adalah tanggung jawab setiap orang terdidik. Jangan memandang pendidikan sebagai kepentingan kedinasan, tetapi pandanglah pendidikan sebagai gerakan masyarakat,” ujar Gubernur Jatim Soekarwo seusai menjadi Inspektur Upacara (Irup) Peringatan Hari Pendidikan Nasional (Hardiknas) Tahun 2015 bertema “Pendidikan dan Kebudayaan sebagai Gerakan Pencerdasan dan Penumbuhan Generasi Berkarakter Pancasila” di Halaman Gedung Negara Grahadi, Jumat (2/5/2015) pagi.
Soekarwo mengatakan, pendidikan harus dipandang sebagai ikhtiar kolektif seluruh bangsa. Karena itu, pendidikan tidak bisa dipandang sebagai sebuah program semata. Semua elemen masyarakat harus diajak untuk terlibat. Ikhtiar untuk memajukan pendidikan bisa terwujud apabila semua elemen masyarakat bekerja keras dan berpartisipasi aktif dalam pendidikan.
“Jadikan gerakan pendidikan yang melibatkan semua masyarakat. Masyarakat merasa memiliki, pemerintah memfasilitasi, dunia bisnis peduli, dan ormas/LSM mengorganisasi. Mari kita ajak semua pihak untuk peduli terhadap pendidikan, agar semua menjadi bagian dalam mengembangkan pendidikan Indonesia,” kata Pakde Karwo sapaan akrab Gubernur Jatim.
Pakde Karwo menjelaskan, gerakan masyarakat terhadap pendidikan sudah diterapkan di Jawa Timur. Salah satunya yakni taman posyandu. Taman Posyandu merupakan gabungan integralistik antara pendidikan, kesehatan, keluarga berencana, sedangkan orangtuanya yang sedang menunggu diberikan pendidikan melalui parenting education. Saat ini jumlah Taman Posyandu di Jatim mencapai 12 ribu yang terintegrasi sistem pendidikannya.
Dalam kesempatan itu, Pakde Karwo memberikan usulan kepada Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI agar kementerian memasukkan program wajib belajar 12 tahun dan memperhatikan pendidikan diniyah salafiyah yang tidak masuk dalam program Kemendikbud.
Ia mengharapkan, pemerintah pusat bisa menerapkan program wajib belajar 12 tahun, serta mengakui sistem pendidikan pesantren masuk standar pendidikan formal sehingga santri lulusan pesantren bisa disejajarkan dengan pelajar pendidikan formal lainnya.
Di Jawa Timur, saat ini terdapat 900 ribu lebih pelajar pesantren yang tidak diakui pemerintah. Bahkan pemerintah pusat memasukkan 900 ribu pelajar pesantren ini masuk kategori buta huruf. Padahal, 900 ribu santri tersebut sejatinya bisa membaca dan menulis, bahkan mayoritas dari mereka juga menguasai bahasa asing berupa Bahasa Arab.
Dalam membantu Diniyah Salafiyah, Pemprov Jatim sejak beberapa tahun lalu sudah melakukan beberapa program diantaranya mensertifikasi guru pesantren dengan membantunya bersekolah di perguruan tinggi. “Target kita membantu 10 ribu guru kuliah di perguruan tinggi dan saat ini sudah sembilan ribu guru pesantren yang sudah kita sekolahkan S1,” kata Pakde Karwo.
Pada Peringatan Hardiknas Tahun 2015, Pakde Karwo didampingi Bude Karwo menyerahkan penghargaan kepada pemenang LKS Tingkat Nasional Tahun 2014, pemenang FLS2N Tingkat Nasional Tahun 2014, pemenang O2SN Tingkat Nasional Tahun 2014, pemenang Lomba Lingkungan Sekolah Sehat Provinsi Jawa Timur Tahun 2014, pemenang Lomba Penelitian Ilmiah Remaja (LPIR) SMP Tingkat Nasional Tahun 2014, pemenang Kejuaraan UPT SMA Negeri Olahraga (SMANOR) Jatim Tingkat Internasional dan Nasional Tahun 2014, pemenang Lomba Siswa dan Guru Berprestasi di Bidang Seni Tahun 2015, pemenang Lomba Karya Seni PPST Tahun 2015, Nama Kelompok Paduan Suara yang menjuarai di Praha dan Budapest, serta pemenang Lomba Seni Tingkat Nasional. (red/hms/jatim)