Surabaya (KN) – Peraturan Daerah (Perda) Surabaya terkait Pengendalian Peredaran Minuman Beralkohol saat ini telah dievaluasi oleh Gubernur Jatim Soekarwo. Evaluasi itu juga membatalkan pasal yang melarang penjualan minuman beralkohol di toko modern (mnimarket dan supermarket)). Namun belakangan, pihak pengusaha minuman beralkohol mendatangi gubernur di ruang kerjanya.
Perda Pengendalian Minuman Beralkohol yang sudah digedok DPRD Surabaya dan dievaluasi di Pemprov Jatim, ternyata dikembalikan. Dari evaluasi itu, Pemprov Jatim justru mengebiri Perda tersebut dengan menghapus klausul tentang larangan penjualan minuman berlakohol di toko modern.
Disaat pihak DPRD Surabaya getol berjuang untuk memertahankan pasal tersebut. Jika pemprov tetap ngotot klausul tentang larangan penjualan minuman berlakohol di toko modern, maka dewan akan melaporkan hal itu ke Kementerian Dalam Negeri.
Namun tiba-tiba Rabu, (13/8/2014), PT Multi Bintang Indonesia Tbk (MBI) yang dikenal sebagai produsen miniman beralkohol dengan merek “Bir Bintang” diterima audiensi oleh Gubernur Jawa Timur Soekarwo di gedung Negara Grahadi. Hal ini pun patut diduga atas lolosnya salah satu pasal yang melarang penjualan minuman beralkohol bebas di Surabaya.
Dalam audiensi itu, disarankan jika pabrik MBI di area industri Sampang Agung Kecamatan Kutorejo, Kabupaten Mojokerto, tetap melibatkan masyarakat dalam proses produksinya. Sebab, MBI mengklaim keberadaannya akan berimbas kepada perubahan dan peningkatan perekonomian di masyarakat sekitar. Tentu saja gubernur mendukungnya, agar terhindar dari konflik antara masyarakat dan perusahaan.
“Kami sarankan untuk melibatkan masyarakat setempat dalam proses produksi untuk tenaga unskill (tenaga keamanan atau kebersihan, red) agar tidak terjadi konflik dan tidak terjadi kecemburuan sosial,” ujar Gubernur Soekarwo kepada Presiden Komisaris PT MBI Cosmas Batubara.
Sementara, Cosmas Batubara mengatakan, dibangunnya pabrik minuman bebas beralkohol ini diharapkan ikut mendorong sekaligus membuktikan kepercayaan investor pada Indonesia. Tentunya akan berdampak untuk memberikan angin segar bagi perekonomian Indonesia, Jatim dan khususnya pendapatan masyarakat daerah serta masyarakat setempat.
“Tren permintaan produk Multi Bintang untuk berbagai daerah wisata di Indonesia dan untuk ekspor mancanegara terus meningkat setiap tahunnya, karena telah diakui cita rasa dan kualitasnya,” ungkap Cosmas Batubara.
Begitu juga dengan keberadaan MBI di Kabupaten Mojokerto, turut menciptakan lapangan kerja dan mendukung perekonomian kecil yang muncul dari jalur distribusi yang meliputi peritel tradisional dan modern, grosir, industri pariwisata, dan hospitality seperti restoran, café dan hotel.
Sejumlah kalangan menilai, sikap Gubernur Jatim ini ada kaitannya dengan revisi Perda Pengendalian Peredaran Minuman Beralkohol, karena dianggap sebagai bentuk dukungan terhadap produsen minuman berlakohol.
Bagi mantan ketua Pansus Perda tersebut, Blegur Prijanggono, audensi PT MBI dengan Gubernur Soekarwo justru menguatkan kecurigaannya jika ada pihak yang mengintervensi bakal regulasi di Surabaya tersebut. Sementara pihaknya yang selama ini diminta dilobi oleh para produsen dan pengecer, justru selalu menolaknya.
Sebab, adanya klausul larangan itu adalah untuk membatasi minuman beralkohol agar tak bebas diperjualbelikan di Surabaya. Hal itu juga untuk menyelamatkan generasi muda di Surabaya dari pengarus minuman tersebut. Namun pemprov berkehendak lain, yakni ‘mendukung’ pemilik toko modern tetap bisa menjual minuman beralkohol dengan alasan agar tak kehilangan pelanggannya.
Sejak awal pembahasan regulasi tersebut, pihak toko modern memang getol menolak pasal terkait larangan penjualan tersebut. Mereka meminta agar hal itu tak dibatasi, yang mereka minta untuk dibatasi adalah minuman keras tradisional yang rentan dioplos. Upaya itu gagal ditingkat Pansus DPRD Surabaya dan diduga mereka menggunakan tangan Pemprov Jatim untuk menghilangkan pasal tersebut. (antoJack)
Foto: Audiensi pengusaha Bir Bintang dengan Gubernur Jatim.