KORAN NUSANTARA
indeks Jatim

Gubernur dan Anggota DPRD Jatim Kompak Tolak RPP Tembakau

Surabaya (KN) – Penolakan terhadap pengesahan Rencana Peraturan Pemerintah (RPP) tentang tembakau menjadi Peraturan Pemerintah (PP) oleh pemerintah pusat tidak hanya datang dari Gubernur Jatim Soekarwo, anggota DPRD Jatim juga kompak menolak.Komisi B DPRD Jatim, yang membidangi perekonomian menyebut pengesahan RPP menjadi PP itu sangat merugikan Pemprov Jatim. Dimana jutaan petani tembakau dan ratusan industri rokok ada di Jatim

“Kami (Komisi B, red) akan merekomendasikan kepada pimpinan DPRD Jatim supaya menolak RPP tembakau. Sebab kebijakan tersebut sangat merugikan bagi Jatim,” tegas Agus Dono Ketua Komisi B DPRD Jatim saat publik hearing di ruang paripurna DPRD Jatim bersama Dinas Perkebunan se-Jatim, Asosiasi Petani Tembakau Indonesia (APTI) se Jatim, Tim Revitalisasi Tembakau Jatim dan stake holder terkait, Selasa (10/7).

Menurut politisi asal Partai Demokrat ini, RPP tembakau itu sudah terlalu jauh melenceng dari tuntutan awal pihak-pihak tertentu yang getol mendesak pemerintah supaya mengeluarkan PP tentang pembatasan rokok.

“Soal merokok itu soal privat, jadi jangan dipelintir menjadi persoalan umum. Membatasi orang merokok itu baik, tapi jangan malah melebar melarang petani menanam tembakau. Ini kan sama saja mau mematikan rakyat kita sendiri,” tegasnya.

Selain menolak RPP tembakau, kata Agus, DPRD bersama Gubernur Jatim juga akan mendesak kepada DPR RI supaya merevisi UU No.36 tahun 2009 tentang kesehatan. Pasalnya, UU yang dibuat pada awal reformasi itu ditenggarai merupakan pesanan pihak-pihak asing yang ingin melemahkan posisi Indonesia khususnya di bidang perdagangan internasional.

“UU No.36 tahun 2009 adalah biang persoalan yang menyebabkan nasib petani tembakau kian merana dan industri rokok terancam tutup. Karena itu UU Kesehatan harus direvisi, sebab rokok dikatakan menjadi penyebab kematian terbesar penduduk Indonesia tidak sepenuhnya benar. Kalau memang rokok itu mematikan kepada industri rokok di dunia tidak dilarang,” terang politisi asal Malang itu.

Sementara, wakil Ketua Komisi B Anna Luthfi juga mengatakan kalau selama ini pemerintah daerah kurang perhatian terhadap petani tembakau. Padahal dana bagi hasil cukai tembakau yang diterima nilainya miliaran rupiah.

“Dinas Perkebunan di masing-masing daerah harus berani minta dana tersebut untuk peningkatan kualitas petani tembakau dengan mulai menerapkan teknologi. Sehingga produk tembakau kitatidak kalah dengan produk luar negeri,” kata politisi asal PAN tersebut.

Ia juga berjanji akan melawan kebijakan pemerintah pusat yang merugikan kepentingan Jatim. Bahkan jika nantinya pemerintah pusat bersikeras menyetujui RPP tembakau menjadi PP, maka komisi B DPRD Jatim akan mengusulkan pembentukan Raperda perlindungan tembakau di Jatim.

“Cara melawan kebijakan neolib dan liberal haruslah dilawan dengan kebijakan yang serupa. Perda ini nantinya untuk proteksi salah satu produk unggulan pertanian Jatim yakni tembakau dan petani tembakau dan industri rokok di Jatim,” tambahnya.

Senada dengan Komisi B, Wakil ketua DPRD Jatim, Sirmadji juga sangat setuju penolakan RPP tembakau itu. Sebab, kebijakan pembatasan tembakau merupakan intrumen neolib global untuk melemahkan posisi Indonesia khususnya dalam perdagangan tembakau dan rokok.

“Kita itu jangan jadi bangsa yang bodoh. RPP tembakau adalah instrumen neolib global untuk melemahkan Indonesia melalui isu seputar kesehatan. Tak ada kata lain, tolak,” tegas Ketua DPD PDIP Jatim ini.

Selain itu, pihaknya juga menyarankan supaya mendesak pemerintah pusat supaya merevisi dana bagi hasil cukai tembakau yang diberikan kepada Jatim supaya proporsinya ditingkatkan jangan hanya 2,5 persen saja. Tujuannya, supaya pemerintah provinsi bisa lebih mensejahterakan warganya, khususnya petani tembakau di Jatim.

“Saya juga menghimbau, dana bagi hasil cukai tembakau hendaknya dikembalikan kepada petani tembakau melalui program-program peningkatan kesejahteraan mereka,” imbuhnya

Fakta di lapangan, lanjutnya, sebagian besar penggunaan dana bagi hasil cukai tembakau bukan dikembalikan ke petani. Melainkan untuk membiayai program-program kesehatan dan lainnya. Sehingga peningkatan kualitas tembakau Indonesia terabaikan, akibatnya produk tembakau dalam negeri kalah bersaing dengan produk negara-negara lain.

“Kalau di negeri sendiri ada petani tembakau kenapa harus import? Harusnya pemerintah lebih memperhatikan para petani tembakau jangan malah disia-siakan. Mereka itu juga ikut berperan besar terhadap devisa negara yang berasal dari cukai tembakau,” pungkasnya. (rif)

Related posts

Terbukti Terima Suap, Zumi Zola Dipenjara 6 Tahun dan Denda Rp 500 Juta

redaksi

Gubernur : ASN Pemprov Jatim Harus Fokus Tingkatkan Kesejahteraan Masyarakat

kornus

Panglima Kogasgabpad Ajak Warga Aktifkan Kembali Kegiatan Sekolah

kornus