Surabaya (KN) – Beberapa karyawan dan karyawati di Sekolah Tinggi Manajemen Informatika dan Teknik Komputer (Stikom) mengadu ke DPRD Surabaya. Pasalnya di tempat mereka bekerja itu, karyawati dilarang mengenakan busana muslim (Jilbab).
Bahkan seperti dilaporkan para karyawati itu, kebijakan larangan mengenakan busana muslim (jilbab) itu sudah berlangsung sejak lama. “Saat saya bekerja sejak delapan tahun lalu sudah ada kebijakan itu. Alasan larangan memekai jilbab itu agar di kampus tak ada perbedaan, tak ada kotak-kotak agama, semua sama. Ya pluralisme lah,” ujar karyawati yang merahasiakan identitasnya.
Padahal karyawati yang muslim banyak yang berminat mengenakan busana muslim, tapi terkendala dengan larangan itu. Karena memuncak, akhirnya masalah itu dilaporkan kepada wakil rakyat di DPRD Surabaya dengan harapan ada tindakan.
Menanggapi hal itu, anggota Komisi D DPRD Surabaya Masduki Toha mengakui jika ada aduan itu, namun secara lisan, bukan tulisan atau surat.“Kami berharap, pimpinan Stikom untuk mengkaji ulang masalah itu, jangan sampai ini terjadi hal yang tak diinginkan. Masalah itu kan sama saja melanggar hak asasi,” kata Masduki Toha yang siap mencari bukti dan akan menindaklanjuti masalah itu.
Hal senada disampaikan Sekretaris Satkorcab Banser Kota Surabaya, HM Hasyim As’yari. Menurut dia, larangan memakai busana muslim bagi karyawan Stikom merupakan pelanggaran berat hak azasi manusia. “Bisa saja ada intimidasi di kampus itu, makanya karyawati takut mengenakan jilbab. Ini bisa memerkeruh suasana kota yang sudah kondusif,” sesal Hasyim.
Sementara itu Humas Stikom Tri Haryani yang dokonfirmasi membantah keras jika di Stikom ada larangan mengenakan jilbab. Menurutnya, semua karyawati di Stikom tidak mengenakan jilbab atas dasar kesadaran masing-masing. (Jack)
Foto : Ilustrasi wanita berjilbab