Surabaya (KN) – Rencana Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya mengubah kebijakan terhadap keberadaan ruang milik jalan (rumija) atau daerah milik jalan (damija) khususnya untuk pemasangan reklame, menurut sejumlah anggota DPRD Surabaya itu mustahil dilakukan karena bakal tumpang tindih. Dalam kebijakan tersebut, Pemkot memang bakal tidak akan menarik retribusi Rumija, tapi pemilik reklame masih wajib membayar retribusi Izin Mendirikan Bangunan (IMB) reklame dan mengenakan pajak reklame itu sendiri.
“Di situlah letak tumpang tindihnya. Kebijakan itu, tetap akan bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang pajak daerah dan retribusi daerah. Bahkan, kalau kebijakan itu dipaksakan bisa bermasalah di belakang hari,” ungkap Ketua Komisi B DPRD Surabaya Moch Machmud, Senin (19/3).
Menurutnya, Pemkot tampak kebingungan dalam menyikapi larangan yang tertuang di dalam UU 28/2009. Karena, rumija tidak termasuk aset negara yang boleh disewakan kepada publik, baik untuk reklame, perkantoran dan sebagainya.
Selain itu, atas larangan tersebut Pemkot juga tampak khawatir pendapatannya menurun drastis, mengingat pendapatan dari retribusi pemanfaatan Rumija nilainya ratusan miliar bakal hilang selamanya. “Saya melihatnya, seperti itu dan Pemkot sangat tampak bingung sehingga membuat kebijakan yang sangat mungkin terjadinya tumpang tindih,” tambahnya.
Kebijakan Pemkot yang akan dibuat Pemkot dengan menyewakan Rumija itu termasuk kebijakan yang tidak populis. Memang, acuan aturan yang digunakan Pemkot berbeda, yakni dengan menggunakan Permendagri 17/2007 sehingga Pemkot bisa menyewakan rumija, tapi setelah perjanjian sewa dilakukan Pemkot akan menarik retribusi IMB dan pajak. “Saya yakin akan jadi masalah baru soal ini,” terangnya.
Blegur Prijanggono, Anggota Komisi B DPRD Surabaya menambahkan, Pemkot tergolong ngawur dalam membuat kebijakan soal sewa Rumija. Sebab, sewa Rumija sama artinya mengambil keuntungan dari Rumija. Padahal, di dalam UU 28/2009 Rumija tidak termasuk kawasan yang boleh dipungut retribusi dan pajak. “Apakah sewa lahan rumija itu termasuk Pemkot memperoleh mendapatan dari Rumija. Saya kira, Pemkot bakal mendapatkan masukan pendapatan dari Rumija tersebut. Dan ini sangat fatal kalau dipaksakan,” jelasnya.
Selain itu, UU 28/2009 kedudukannya lebih tinggi dan paling terbaru dibanding dengan Permendagri 17/2007. “Setahu saya undang-undang terbaru yang seharusnya digunakan semua daerah untuk melaksanakan kebijakannya,” ujarnya.
Sebelumnya, di dalam amanah UU tersebut semua daerah dilarang memungut pajak dan retribusi dari rumija atau damija, termasuk pajak dan retribusi reklame yang didirikan di rumjia atau damija. Sebab, rumija tidak termasuk kawasan yang boleh dipungut pajak atauretribusi. Namun, nantinya Pemkot bakal memungut pendapatan Rumija melalui sewa rumija tersebut. (anto)