Surabaya (KN) – Pemkot Surabaya jelang penghujung 2012 mengajukan dana hibah yang jumlahnya signifikan, yakni Rp284,529 miliar. Angka tersebut didongkrak menjadi Rp 287,543 miliar, setelah finalisasi Perubahan Anggaran Keuangan (PAK).Dari jumlah tersebut, akan dikucurkan ke sejumlah sekolah swasta se- Surabaya. Mulai dari SD/MI, SMP/MTS atau SMA/SMK/MA, jumlahnya ada 1.185 sekolah. Rinciannya 454 sekolahan setingkat SD/MI, 275 sekolahan SMP/MTs dan 456 sekolah setingkat SMA/SMK/MA. Namun, sejumlah anggota dewan menilai nominal dana hibah tersebut terlalu besar. “Anggaran hibah untuk sekolah swasta ini kami nilai terlalu besar,” kata Moch Anwar, Rabu (15/8).
Dalam data Kebijakan Umum Anggaran (KUA) dan Prioritas Plafon Anggaran Sementara (PPAS) terinci banyak anggaran yang dikeluarkan. Nilai hibah yang dikucurkan untuk masing-masing sekolah tidak sama. Ada yang kecil, sedang, besar atau mungkin besar sekali. Untuk tingkat SD/MI, nilai hibahnya bervariasi, ada yang Rp6 juta, Rp27 juta, Rp51 juta, Rp225 juta, Rp263 juta hingga Rp271 juta.
Untuk SMP/MTs nilainya lebih tinggi. Alokasi hibah ada yang Rp240 juta, Rp456 juta, Rp1,125 miliar dan Rp1,179 miliar. Sementara itu, untuk SMA/SMK/MA juga bervariasi. Ada yang Rp1,176 miliar, Rp1,886 miliar, Rp2,9 miliar dan ada pula yang Rp3,084 miliar.
Anwar mempertanyakan besarnya anggaran hibah untuk sekolah swasta tersebut. Ia menilai, nominal hibah yang ada, politisi Partai Demokrat ini menyarankan lebih baik dana hibah diperuntukan membangun sekolahan negeri baru.
“Beberapa kawasan di Surabaya kekurangan sekolahan negeri. Bahkan dalam satu kawasan (Kelurahan dan Kecamatan) tidak memiliki sekolahan negeri. Lebih baik dana hibah untuk membangun sekolahan baru,” ujarnya.
Sementara itu, anggota Komisi C Adi Sutarwijono menambahkan, Surabaya memerlukan sekolahan negeri, terutama SMP dan SMA. Ini bisa dilihat dari Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) dari tahun ke tahun.
“Banyak sekolah yang tidak mampu menampung anak didik baru. Idealnya anak sekolah tidak perlu keluar dari wilayahnya. “Maksudnya, jika sekolah di Kecamatan A, anak didik melanjutkan sekolah ke jenjang lebih tinggi cukup pula di kecamatan yang sama,” kata anggota dewan dari PDIP yang juga mantan wartawan ini.
Faktanya, banyak anak didik sekolah di luar kecamatan tempat tinggalnya. “Di Rungkut Tengah misalnya, sama sekali tak ada SD Negeri,” paparnya.
Politisi PDIP ini mengingatkan Pemkot, satu kelurahan minimal ada satu SD Negeri, sedangkan satu Kecamatan perlu ada satu SMP negeri. “Di Kelurahan/Kecamatan Gununganyar sampai sekarang belum ada SMP negeri. Ini membuat anak usia SMP harus sekolah jauh di Kecamatan Rungkut. Pengaruhnya, biaya transport yang ditanggung orang tua dan wali murid cukup besar. Belum lagi uang saku buat anak-anaknya,” pungkasnya Adi. (anto)
Foto : Moch Anwar, anggota Komisi A DPRD Surabaya