Ponorogo (MediaKoranNusantara.com) – Gubernur Jawa Timur, Khofifah Indar Parawansa mengacungi dua jempol atas inovasi waste to energy yang ditelurkan SMK Ponorogo berupa pengolahan sampah Refuse Derived Fuel (RDF) sebagai pengganti batu bara.
Menurut Khofifah, inovasi tersebut sangat berarti ditengah upaya Indonesia menekan laju perubahan iklim dengan cara mengurangi produksi gas rumah kaca dan emisi gas karbon. Inovasi ini sendiri telah digunakan Pemkab Ponorogo dalam menyelesaikan persoalan tumpukan sampah di Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Mrican.
“Ini menjadi salah satu upaya dalam menurunkan emisi CO2. Pengolahan sampah ini merupakan format renewable energi atau energi baru terbarukan yang bisa mensubstitusi briket batu bara . Kita bisa melihat tumpukan sampah bisa diolah menjadi briket yang mensubstitusi batu bara dengan teknologi tepat guna sangat sederhana,” ungkap Khofifah di Pendopo Kabupaten Ponorogo, Senin (8/11/2021).
Khofifah menyebut, saat ini permintaan briket sampah sangat besar dan luas, mulai dari Pasuruan, Kediri, Malang, Sidoarjo, hingga Gresik. Briket sampah dinilai jauh lebih murah dibandingkan bahan bakar lainnya seperti kayu bakar atau batu bara. Sedangkan kalori dari briket hasil risetnya ini hampir setara dengan batu bara.
Khofifah mengatakan, inovasi yang diciptakan SMK dan Pemuda Ponorogo ini masuk dalam kategori energi baru terbarukan. Sementara saat ini, energi baru terbarukan menjadi salah satu peluang bisnis yang sangat menjanjikan karena melimpahnya potensi energi terbarukan yang dimiliki Indonesia.
“Saya yakin, jika dikembangkan lebih massif lagi, termasuk pemasarannya, maka peluang pasar di luar Jawa Timur masih sangat luas dan terbuka,” imbuhnya.
Maka dari itu, Khofifah berencana mereplikasi inovasi ini di semua Kabupaten/Kota di Jawa Timur. Harapannya, persoalan tumpukan sampah yang menggunung bisa teratasi dan bisa memberi manfaat ekonomi bagi daerah. Termasuk diantaranya mengatasi persoalan pengangguran di daerah-daerah.
Khofifah pun mengajak SKK Migas Jawa-Bali Nusra, dan seluruh asosiasi BUMN/BUMD untuk mensinergikan penyelesaian sampah melalui inovasi yang disuguhkan oleh Pemkab dan SMK di Ponorogo tersebut melalui program corporate social responsibilty (CSR). Mengingat, biaya yang dibutuhkan lumayan besar untuk membuat mesin pengolahan sampah ini.
“Saya tanya untuk biaya hulu-hilir Rp. 6 miliar. Tapi untuk bisa mengolah (finishing) satu mesin cukup 200 juta rupiah. Karena mesin induk cukup satu, dan mesin finishing perlu ditambah, dengan 5 mesin sehari bisa mengolah sampah 30 ton sementara produk sampah Ponorogo 90 ton per hari . Jadi minimal butuh tiga kali lipat untuk mengolah sampah harian. Belum lagi tumpukan sampah di TPA Mrican yang berpotensi diolah juga,” jelas Khofifah.
Inovasi lainnya yang menurut Khofifah juga memiliki dampak besar yaitu G-ESEMKA yaitu alat pengolahan pupuk organik dengan menggunakan granulator yang difungsikan untuk mengubah material serbuk menjadi butiran (granule) yang sangat diperlukan dalam Pembuatan Pupuk Organik Granule (POG).
Hadirnya inovasi ini, kata Khofifah, menjadi solusi dalam membantu persoalan lahan pertanian yang semakin rusak akibat penggunaan pupuk kimia atau pestisida yang berlebih dalam waktu lama . Selain itu hal ini sekaligus dapat membuka lapangan pekerjaan bagi masyarakat untuk bergerak di bidang pertanian khususnya dalam hal pengolahan pupuk organik.
Menurutnya, keterlibatan SMK dalam pembuatan inovasi ini akan terus dikembangkan oleh Pemprov Jatim melalui BLUD (Badan Usaha Layanan Daerah). Saat ini, SMK yang berbasis BLUD tercatat sudah 20 lembaga. Ditargetkan saat akhir tahun 2021 mendatang jumlah ini akan menjadi 77 lembaga.
“Inovasi granula dari siswa SMK di Ponorogo untuk pengolahan pupuk organik ini patut diapresiasi. Saya rasa kita membutuhkan sayuran dan buah yang sehat. Dan pupuk organik menjadi salah satu opsi untuk menjaga tanah agar tetap bagus dan bisa bertahan lama serta buah dan sayur yang sehat. Karena bisa mengurangi pupuk kimia,” jelas gubernur perempuan pertama Jatim ini.
Menariknya lagi, lanjut Khofifah, ada SMK di Ponorogo yang membayar SPP dengan menggunakan kotoran sapi. Kotoran sapi ini menjadi raw-material utama untuk menyiapkan granula atau pupuk organik. Hal-hal luar biasa ini perlu kita temu kenali dengan harapan bisa ditumbuh kembangkan secara masif,” katanya.
Sementara itu, Bupati Ponorogo, Sugiri Sancoko mengungkapkan rasa bangga atas tinjauan inovasi dan apresiasi yang diberikan Gubernur Khofifah. Inovasi tersebut kata dia, merupakan karya anak-anak muda yang mampu memberikan solusi penanganan sampah di Kabupaten Ponorogo.
“Hari ini kita sulap sampah menjadi berkah, sampah menjadi rupiah, yang biasanya kita lihat sebagai tumpukan sampah, maka paradigma kita saat ini akan melihat bahwa tumpukan sampah itu saat ini merupakan bahan baku pembuatan briket pengganti batu bara ,” tandasnya. (KN01)