Surabaya (KN) – Gubernur Jawa Timur Dr. H. Soekarwo mengusulkan menerapkan Informasi Teknologi (IT) untuk mengatasi permasalahan dwelling time (waktu bongkar muat). Pengembangan sistem IT untuk pelayanan ekspor impor agar semua proses pra dan pasca terhadap ekspor impor dapat terpantau melalui sistem tracking IT ini. Sistem IT sangat penting dilakukan untuk menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA).
Hal tersebut disampaikannya saat menerima siswa Sekolah Staf dan Pimpinan Tinggi (Sespimti) Polri di Gedung Negara Grahadi Surabaya, Rabu (12/8/2015).
Ia mengatakan, selama proses masih dilakukan secara paralel antara manual dan IT, maka masih terdapat ongkos dalam prosesnya. Untuk itu, sebelum memasukkan proses ke dalam IT harus dilakukan kesepakatan bersama antara pihak terkait, serta ada pengaturan timeline yang jelas.
Desain infrastruktur teknologi informasi perlu memperhatikan kepentingan semua pihak yang berkepentingan dengan kepabeanan dan menjadikan sistem pemantau handal. “Semua hal harus mampu dikompromikan sehingga sistem yang dibangun bisa lebih terintegrasi. Banyak sektor kuat di dalam urusan kepabeanan dan ekspor impor,” ujar Pakde Karwo sapaan akrab Gubernur Jatim.
Di Jatim, sistem IT ini merupakan bentuk kesepakatan bersama antara Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) Provinsi Jatim, Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) dan Balai Karantina Pertanian dan Ikan. Disperindag sebagai Satuan Administrasi Pangkal (Satminkal) dan pusat datanya nantinya disentralkan di Disperindag Provinsi Jatim.
Berdasarkan pengalamannya sebagai gubernur, Pakde Karwo menyampaikan, untuk penanganan sekuritis yang dilakukan polisi pada single window ekspor impor harus dilakukan pada pra prosesnya. Ini disebabkan karena kontainer yang sudah masuk single window ini telah lolos proses dan dinyatakan clean.
“Jangan sampai saat proses dan pasca naik kapal, masih ada proses sekuritis oleh polisi. Kalau ada permasalahan harus ditangani sebelum (pra) single window. Single window menjadi sangat efisien, karena ongkos di pelabuhan sangat terukur. Di Jatim telah ada kesepakatan dari Polda Jatim mengenai hal tersebut,” tegasnya.
Untuk itu, penggunaan IT inilah yang memudahkan pengecekan apabila terjadi penyimpangan dalam proses. Sebagai contoh, setiap barang dengan jadwal yang ditentukan seharusnya sudah masuk, tetapi barangnya masih ditumpuk di pelabuhan, maka langsung ditangani Polda.
Selain dwelling time, Pakde Karwo juga memaparkan pembangunan bidang kemaritiman di Jatim. Beberapa program dilakukan seperti program pengembangan perikanan tangkap, program peningkatan pengolahan dan pemasaran hasil perikanan, serta program pengembangan kelautan, pesisir, pulau-pulau kecil dan pengawasan.
Dalam program pengembangan perikanan tangkap dilakukan penerapan sistem rantai dingin (cold chain system) di 11 pelabuhan perikanan, pemberlakuan sertifikasi hasil tangkapan ikan dala rangka pemenuhan persyaratan ekspor, penyempurnaan fasilitas di pelabuhan perikanan, pemberian paket alat tangkap dan alat bantu penangkapan ikan (jaring, rumpon, GPS, fish finder dan alat keselamatan berlayar) di seluruh kabupaten/kota termasuk nelayan Perairan Umum Daratan (PUD). Selain itu juga didirkan Rumah Ikan dan Pengkayaan SDI (restocking Laut dan PUD) dalam rangka pemulihan Sumber Daya Ikan.
Untuk program peningkatan pengolahan dan pemasaran hasil perikanan dilakukan penerapan Sertifikat Kelayakan Pengolahan (SKP) dan In Process Inspection (IPI) bagi Unit Pengolahan Ikan (UPI); pembinaan dan pelatihan mutu bagi UPI serta adanya sistem Health Certificate (HC) On Line, hibah peralatan pengolahan hasil perikanan, pameran/exhibition.
Sedangkan untuk program pengembangan kelautan, pesisir, pulau-pulau kecil dan pengawasan antara lain terbentuknya Perda No. 6 Tahun 2012 tentang Pengelolaan dan Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil (RZWP3K) Provinsi Jawa Timur Tahun 2012 s.d. 2032; rehabilitasi mangrove dan terumbu karang; serta pengawasan pemanfaatan dan pengelolaan sumber daya ikan (SDI) oleh kelompok masyarakat pengawas (Pokmaswas).
Menurutnya, Jatim merupakan satu-satunya provinsi yang mempunyai 46 pelabuhan (terbanyak di indonesia). Sehingga Jatim terus melakukan optimalisasi konektivitas antar pulau, memanfaatkan ketergantungan supply – demand kebutuhan pangan/pokok (barter komoditas) dan kebutuhan input industri lain di jatim, meningkatkan daya saing komoditas dengan mengurangi potensi double counting pengapalan, mengurangi asimetri informasi.
Pada kesempatan yang sama, Pimpinan Rombongan selaku Widyaiswara Sekolah Staf dan Pimpinan Tinggi (Sespimti) Polri Kombes Pol Drs. Irwanto mengatakan, Jatim memiliki panjang pantai yang luas dan pulau terluar yang cukup banyak, sehingga menjadi leader kebijakan Presiden RI dalam bidang kemaritiman. Hal ini menambah ketertarikan Sespimti berkunjung ke Jatim.
Kegiatan ini merupakan salah satu rangkaian kuliah kerja dalam negeri Sespimti Dikreg ke-24 T.A. 2015. Peserta Sespimti dipersiapkan untuk menjadi pemimpin di kepolisian. (yo)