KORAN NUSANTARA
Headline indeks Surabaya

Apresiasi Budaya Lokal, PC Lesbumi Surabaya Gandeng Seniman

Ketua -PC -Lesbumi -Surabaya, H Hasyim -Asy'ari- didampingi -sejumlah- pengurus Surabaya (KN) – Ada banyak cara untuk ikut uri-uri kabudayan, merawat, melestarikan serta menjaga budaya. Seperti yang dilakukan Lembaga Seni Budaya Muslimin Indonesia (Lesbumi) Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama (PCNU) Surabaya.Bersamaan Hari Lahir (Harlah) ke-54, Lesbumi PCNU Surabaya memberikan apresiasi sekaligus menggandeng sejumlah tokoh kesenian asli Surabaya. Kartolo, seniman ludruk dan kidungan Surabaya, adalah salah satunya.

Selain penghargaan, Lesbumi yang lahir 28 Maret 1962, dan 28 Maret 2016 genap berusia 54 tahun ini juga akan menggandeng pelaku seni melaksanakan banyak program. Targetnya sama, menjaga seni budaya. Bukan saja Surabaya, namun juga Nusantara.

“Lesbumi PBNU bersamaan harlahnya ke-54, akhir Mei 2016 akan memberikan apresiasi pada pelaku seni dan orang yang dinilai berjasa terhadap Nahdlatul Ulama. Kalaupun sudah almarhum, apresiasi kita berikan pada ahli warisnya,” tutur Hasyim Asyari ditemui Koran SINDO Biro Jawa Timur, di rumah seniman ludruk dan kidungan Kartolo, Jalan Kupang Jaya I/12, Kelurahan Sonokwijenan, Kecamatan Sukomanunggal Surabaya, Senin (28/3/2016).

Menurut rencana, akhir Mei penghargaan akan diberikan ke ahli waris alm. Abdullah Ridwan, pelukis yang menciptakan lambang Nahdlatul Ulama. Gus Udin adalah ahli warisnya, sekarang tinggal di Bubutan.

Keluarga alm. KH Muntawi menjadi ahli waris berikutnya yang akan menerima penghargaan. Alm. KH Muntawi semasa hidupnya mengarang syi’iran sebagai media dakwah.
Sedangkan seniman lainnya adalah Kartolo serta Ida Laila. Kartolo kemarin lebih dulu menerima kopyah sekaligus pin Lesbumi sebagai bentuk apresiasi. Cuma ini dari Lesbumi PCNU Surabaya. Akhir Mei mendatang dijadwalkan apresiasi dari Lesbumi PBNU melalui gawe bertajuk Nderes Budaya, dengan acara inti berupa Anugerah Sapta Wikrama.

Termasuk kepada Ida Laila yang tinggal di kawasan Jalan Taurus, sekitaran Kapas Krampung. Semasa mudanya Ida Laila kerapkali membawakan musik irama gambus dengan syair tentang hubungan manusia dengan Sang Pencipta, bersama mendiang A Kadir dan A Rafiq. Namun publik lebih mengenal Ida Laila sebagai penyanyi dangdut tempo dulu.
“Sosok yang kami sebutkan tadi punya peran besar. Termasuk kiprahnya dalam menjaga kesenian dan kebudayaan,” sambung Cak Hasyim, sapaannya.

Ada banyak program yang digagas Lesbumi dengan menggandeng seniman. “Kedatangan kami ke rumah Abah Kartolo ini untuk sambung rasa, minta saran serta mohon dukungan program sekaligus komitmen pelestarian kesenian dan kebudayaan Surabaya yang menjadi bagian kesenian serta kebudayaan nusantara,” jelas alumni Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Sunan Ampel ini.
Lesbumi akan roadshow ke sekolah-sekolah maarif maupun lembaga pendidikan non formal, mengenalkan berikut mengajarkan kesenian. Ludruk, kidungan, jula-juli, pencaan jidor, kaligrafi, hadrah ishari adalah kesenian yang akan diajarkan.

Seniman yang digandeng, termasuk Kartolo didapuk sebagai mentor alias pelatih. Keberadaannya juga untuk menyuntikan semangat berkesenian pada yang muda. Kartolo sendiri sebelumnya bergabung ke Ludruk Persada Malang binan Lesbumi. Namun seiring waktu, suami Ning Kastini itu lebih memilih freelance supaya bisa manggung sana-sini.

Selain berkomunikasi dengan seniman, Hasyim menyebut lembaganya juga akan beraudiensi dengan Dinas Kebudayan dan Pariwisata (Disbudpar) Surabaya. Harapannya, kesenian asli Surabaya disuguhkan untuk menyambut kedatangan tamu atau turis.

“Reog Ponorogo salah satu kesenian di Jatim. Namun kalau hadrah ishari juga disuguhkan akan lebih bagus. Hadrah adalah kesenian yang menggambarkan ungkapan selamat datang,” urainya.

Audiensi yang direncanakan juga dalam rangka menyikapi berlakunya Masyarakat Ekonomi Asean (MEA). MEA membuka pintu warga di Asean bekerja di Indonesia, termasuk Surabaya. Masuknya tenaga kerja asing itu akan membawa masuk pula budayanya.

Program Lesbumi roadshow ke sekolah bisa menjadi penangkal akan pengaruh budaya asing dikalangan generasi muda. Kartolo sendiri menyatakan kesiapannya jika diminta mengajarkan ludruk atau kidungan ke generasi muda. Dengan banyolan yang menjadi ciri khasnya, suami Ning Kastini itu juga menceritakan pengalamannya seputar keberadaannya di ajang hajatan Nahdliyin.

“Pernah saya diundang di Ponpes Lirboyo Kediri. Lha kok MCnya menyebut saya Kiai Haji Kartolo. Waduh, saya ini lawak kok disuruh khotbah. Batal aja,” Kartolo berkisah dengan bahasa Jawa dengan logat Suroboyoan yang menjadi ciri khasnya. Karena saat itu dia berpatner dengan Djadi Galajapo, akhirnya Kartolo manggung belakangan.

Cak Kartolo yang juga akrab disama Abah Kartolo ini tidak keberatan bersinergi dengan Lesbumi. Dengan catatan tidak dikaitkan dengan politik. “Saya pernah ditanggap Gus Ipul (wagub Jatim Saifullah Yusuf) di Taman Candra Wilwatikta Pasuruan. Waktu itu manggung bareng Soimah. Banyak orang saya masuk PKB,” Kartolo menceritakan traumanya terkait tudingan masuk partai.

Bagi Kartolo, dia tidak akan masuk kemana-mana. Satu yang menjadi tugasnya, menjaga seni dan budaya. (anto)

Related posts

Tim Sapuangin ITS Tekadkan Gelar Juara Shell Eco Marathon 2022

kornus

Didukung WHO, Lab Vibrastik ITS Ciptakan Boneka Pengukur Tingkat Kebisingan

kornus

Polisi Razia 12 panti Pijat di Kawasan Ruko Kedungdoro

kornus