Pamekasan, mediakorannusantara.com – Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Pamekasan, Jawa Timur tahun ini mengalokasikan anggaran sebesar Rp7,5 miliar dari total kebutuhan Rp13 miliar untuk pembangunan Kawasan Industri Hasil Tembakau (KIHT) di Desa Gugul, Kecamatan Tlanakan, Pamekasan.
“Anggaran Rp7,5 miliar ini, untuk pembangunan tahap pertama dan bersumber dari dana bagi hasil cukai hasil tembakau,” kata Kepala Bidang (Kabid) Pembinaan dan Perlindungan pada Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) Pemkab Pamekasan Agus Wijaya di Pamekasan, Minggu, 23/5 menjelaskan tindak lanjut rencana pembangunan KIHT di Pamekasan.
KIHT ini, kata Agus, nantinya akan menjadi kawasan khusus bagi para produsen rokok di Pamekasan, sehingga akan menjadi khawasan khusus industri tembakau dengan luar areal lahan mencapai 2,5 hektare.
Selain dalam rangka memusatkan kegiatan produksi rokok di satu kawasan tertentu, pembangunan KIHT di Desa Gugul, Kecamatan Tlanakan, Pamekasan itu juga dalam rangka meningkatkan serapan tenaga kerja, dan serapan hasil panen tembakau masyarakat petani di Pamekasan.
Selama ini, sambung Agus, serapan tembakau Madura oleh pihak pabrikan selalu dibatasi dengan berbagai alasan. Padahal, tembakau Madura dikenal dengan tembakau yang memiliki kualitas bagus dibanding tembakau di daerah lain.
KIHT, kata dia, diharapkan bisa berperan ganda, yakni meningkatkan serapan petani tembakau dan sekaligus serapan tenaga kerja yang terpusat di satu lokasi, yakni di Desa Gugul, Kecamatan Tlanakan Pamekasan.
Selain pertimbangan itu, menurut Agus, pendirian KIHT juga akan menjadi media efektif bagi pemerintah melalui Kantor Bea dan Cukai agar para pelaku industri tembakau bisa mematuhi ketentuan penggunaan pita cukai rokok.
Saat ini, di Kabupaten Pamekasan perusahaan rokok lokal yang telah berproduksi mencapai 57 perusahaan.
“Jumlah ini tentu tidak sedikit dan sudah banyak tenaga kerja lokal Pamekasan yang terserap di perusahaan rokok lokal ini,” katanya.
Kabupaten Pamekasan termasuk satu diantara tiga kabupaten/kota di Jawa Timur yang memang telah ditetapkan oleh Pemprov Jatim sebagai kawasan pengembangan KIHT.
Sementara itu, di Jawa Timur, industri pengolahan tembakau menghasilkan cukai sebesar Rp104,56 triliun atau setara 63,42 persen dari total penerimaan cukai hasil tembakau secara nasional yang mencapai Rp164,87 triliun.
Menurut catatan Dirjen Bea Cukai, di Jatim terdapat 425 perusahaan pengolahan tembakau yang mempekerjakan lebih dari 80 ribu tenaga kerja.
Industri pengolahan tembakau juga menyumbang devisa melalui net ekspor yang surplus di Jatim selama tahun 2017-2019 kisaran nilai 227,36 juta dolar AS sampai 243,89 juta dolar AS.
Pada tahun 2019 Jawa Timur diketahui menghasilkan 132.648 ton tembakau dan menempati urutan pertama penghasil tembakau nasional disusul Jateng, NTB, dan Jabar.
Di sisi lain, pertanian tembakau menempati urutan komoditas perkebunan kedua terbesar di Jatim dengan jumlah petani lebih dari 370 ribu orang, di mana perkebunan tembakau sekitar 99,71 persen diusahakan oleh petani rakyat, bukan korporasi.
Sementara untuk merealisasikan KIHT di Jawa Timur ini Pemprov Jatim juga telah melakukan studi banding ke KIHT Kudus, dan hasilnya yakni pembentukan KIHT perlu memberikan beberapa kemudahan di antaranya adalah IKM tidak harus memiliki luas paling sedikit 200 meter persegi, serta penundaan pembayaran cukai selama 90 hari sejak pemesanan pita cukai dengan jaminan bank.
Dengan demikian, jika dilihat dari asas manfaatnya, keberadaan KIHT akan menguntungkan semua pihak, baik masyarakat, pemerintah, maupun pelaku usaha, disamping juga akan meningkatkan penerimaan negara di sektor cukai. (an/wan)