KORAN NUSANTARA
Headline indeks Surabaya

Ahli Waris Tanah Grand City Ingin Rebut Kembali Haknya dari Tangan Hartati Murdaya

Grand City-SurabayaSurabaya (KN) – Ahli waris pemilik rumah dan tanah di Jl Gubeng ‎Pojok No 48-50 Surabaya, Nuraini, anak almarhum Muhammad bin Ahmad Al Maghrabi angkat bicara, membeberkan sejarah panjang tanah milik orang tuanya yang saat ini dikuasai pihak lain.Didampingi kuasa hukumnya, ‎Arius Sapulette dan Petrus Hariyanto juru bicara keluarga, Nuraini mengaku heran, sebagai pemilik tanah dan rumah yang sah dia mengaku dipermainkan sejumlah pihak, saat menelusuri dan ingin mengambil kepemilikan harta peninggalan orang tuanya tersebut.

“Saya mendapat perlakuan tidak adil, hukum di negara ini tajam untuk masyarakat bawah dan tumpul untuk orang-orang diatas yang punya uang,” kata Nuraini membuka kalimat pembicaraan dengan puluhan wartawan di Surabaya, Kamis ‎6 Oktober 2016.

‎Dikatakan, tanah milik orang tuanya, yang sekarang berdiri Grand City, sekitar tahun 1990 oleh Kesatuan Marinir (saat itu KKO) TNI AL dipindahtangankan dengan proses Ruislagh ke PT Sindo Barong Kencana (SBK) tanpa sepengetahuan dan ijin pemilik, Muhammad bin Al Maghribi.

Kemudian, oleh PT SBK tanah tersebut didaftarkan ke Kantor Pertanahan Kota Surabaya II, dan diterbitkan Sertifikat Hak Guna Bangunan (HGB) nomor 714, tanggal 8 Juli 1994.

“Ini yang ingin saya luruskan, siapa yang melakukan dan mempermainkan ini. Saya meminta untuk diusut dan kepemilikan tanah dan tiga rumah yang ada di tanah itu kembali ke tangan saya,” katanya.

Kemudian, antara 1991-1994, PT SBK mengajukan kredit dengan agunan SHGB No 673 ke Bank Umum Nasional (BUN) senilai Rp50 miliar. Sampai tahun 1998, PT SBK telah membayar angsuran pinjaman sebesar Rp10 miliar ‎ke BUN.

Saat krisis moneter menerpa Indonesia, banyak bank yang tutup, termasuk BUN. ‎BUN dinyatakan sebagai bank yang gagal dan dilikuidasi. Kemudian melalui Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN), memberikan suntikan dana sebesar Rp180 miliar ke BUN, dan semua aset yang dikuasai BUN menjadi milik atau disita BPPN, termasuk tanah di Jl Gubeng Pojok milik orang tua Nuraini.

“Namun, entah bagaimana tanah bapak saya itu kemudian jatuh ke tangan Hartati Murdaya dengan mendompleng nama Yayasan Walubi, diketuai oleh Hartati Murdaya melalui proses sengketa tanah dengan PT SBK.

Petrus menambahkan, awalnya Hartati Murdaya dengan atas nama Yayasan Walubi akan mendirikan ‎Vihara. Namun, setelah menang sengketa dengan PT SBK, rencana pembangunan Vihara diubah tukar guling dengan sebidang tanah di Kecamatan Sawahan, Surabaya yang sekarang sudah berdiri Vihara.

“Sedangkan tanah di Gubeng Pojok dikuasai sendiri oleh Hartati Murdaya dengan perusahaannya bernama PT Hardaya Widya Graha (HWG) , kemudian dibangun ‎Grand City Mall. Dan, yang perlu diketahui oleh teman-teman wartawan semua proses sengketa tanah tersebut tanpa sepengetahuan dan ijin pemilik yang sah, Muhammad bin Ahmad Al Maghrabi, orang tua saya,” urai Nuraini.

‎Kemudian PT HWG mengajukan sertifikat HGB ke BPN Kota Surabaya II. Dan keluar SK Kepala BPN 30 Juni 1994, SHGB No 10/HGB/350/I/94, Sertifikat HGB No 673/Kelurahan Ketabang atas nama PT HWG. Oleh PT HWG, SHGB tersebut dipecah menjadi 4 SHGB, masing-masing No.10/HGB/350/I/94, HGB No 671, No 672, No 673, dan No 714, yang semua atasnama PT HWG.

Kemudian tahun 2007 ‎dilakukan pembangunan Grand City diatas tanah tersebut, tanpa sepengetahuan ahli waris yang sah sebagai pemilik sertifikat, yakni Muhammad Al Maghribi.

“Tahun 2009, sebagai pemilik yang sah, kami ke Kantor Kelurahan Ketabang, meminta surat riwayat tanah (Warkah Tanah), Kretek dan Letter C, nyatanya surat-surat tersebut tidak ada, begitu juga di Kecamatan Genteng surat-surat tersebut juga tidak ada. Ada kesengajaan surat-surat tanah milik orang tua saya sengaja dihilangkan, oleh Kelurahan Ketabang, jadi siapa yang bermain?,” urai Nuraini dengan nada kesal‎.

Tahun 2008, Nuraini melaporkan ke Polrestabes Surabaya, terkait penyerobotan tanah. “Namun, sampai detik ini tidak ada reaksi sama sekali. Dan, hari ini (Kamis, 6 Oktober) saya akan menanyakan itu ke Polrestabes Surabaya,” kata dia.

Tahun 2011, lanjut Nuraini, pihaknya mendatangi kantor Hartati Murdaya, PT HWG di Jakarta, meminta penjelasan soal penyerobotan tanah miliknya. “Di Jakarta, saya ditemui Totok Lestiyo, jawabannya, tanah tersebut didapat dari menang lelang ‎dari BPPN pada 30 November 2000,” ujar Nuraini.

Namun, tanggal yang sama diketahui, BPPN telah melaksanakan lelang seluruh aset yang dikuasai, limpahan dari BUN, salah satunya tanah di Jl Gubeng Pojok 48-50, Surabaya, tertera di nomor urut 2 pada daftar lelang.

Fakta lainnya, lanjut Nuraini, tanah milik orang tuanya tersebut sebenarnya secara diam-diam telah disertifikatkan oleh PT HWG sejak tahun 1994, dengan status HGB No 10/HBG/350/I/94, kemudian dipecah menjadi sertifikat HGB No 671, 672, 673 dan 714 Kelurahan Ketabang.

Dan, saat lelang oleh BPPN tahun 2000 dimenangkan oleh PT HWG sendiri, dengan harga tertinggi. “Informasi yang saya dapatkan, harga pemenang lelang tanah milik orang tua saya oleh PT HWG hanya seharga Rp5 miliar, itu sangat murah dibandingkan dengan harga agunan yang dilakukan PT SBK, tahun 1993 an, sebesar Rp50 miliar. Dari permainan ini, kita bisa melihat siapa siapa saja yang ikut ‘bermain’ dalam perampasan tanah dan rumah milik orang tua saya?. Kami meminta pihak-pihak terkait harus jujur, berani mengakui dan membeberkan fakta yang sebenarnya, sehingga akibatnya tanah milik orang tua saya jatuh dirampok pihak lain. Saya minta keadilan dan kepastian hukum,” tegas Nuraini. (anto)

Related posts

PKS Dijadikan Bemper Dalam Kisrus Politik di Dewan

kornus

BHPP Partai Demokrat Siapkan Bekal Hadapi Penanganan Perkara Perselisihan Hasil Pemilu 2024

kornus

Legislator Dorong Kegiatan Tradisi jadi Agenda Wisata Daerah