KORAN NUSANTARA
ekbis Headline indeks Jatim

Upaya Bantu Atasi Kenaikan Harga Beras, PT Jatim Grha Utama Terapkan Program Lumbung Pangan

                                     Dirut PT Jatim Grha Utama (JGU) Mirza Muttaqien.

Surabaya (mediakorannusantara.com) – Harga beras yang masih tinggi di pasaran memang menjadi penyumbang utama inflasi Jawa Timur (Jatim).

Beras memberikan andil inflasi (yoy) tertinggi sebesar 0,87 persen. Pada Februari 2024, rata-rata harga beras mencapai Rp 14.920 per kg. Perkembangan harga beras dalam beberapa bulan terakhir cenderung terus mengalami kenaikan setiap bulannya.

“Inflasi komoditas beras terjadi di seluruh kabupaten/kota, baik secara m-to-m maupun yoy. Secara m-to-m, inflasi beras tertinggi terjadi di Kabupaten Gresik sebesar 9,98 persen sedangkan secara yoy tertinggi di Sumenep sebesar 30,36 persen,” ujar Kepala BPS Jatim Zulkipli.

Sementara itu Dirut PT Jatim Grha Utama (JGU) Mirza Muttaqien mengatakan saat ini pihaknya mencoba menerapkan program lumbung pangan untuk membantu mengatasi persoalan kenaikan harga beras yang melambung. Dengan pola intervensi pada masyarakat serta menggabungkan pada pola ketersediaan dan jalur distribusi.

“Pola itu yang kita pakai yang dikenal sebagai lumbung pangan Jatim dengan melakukan kerjasama mitra daerah. Yang melakukan kerjasama adalah BUMD Provinsi dan BUMD Kabupaten/Kota di Jatim. Alhamdulillah yang sudah MoU dengan kita ada 10 kabupaten,” jelasnya, Sabtu (2/3/2024).

Mirza mengatakan lumbung pangan merupakan kebijakan yang diinisiasi Gubernur Khofifah dan diatur dalam sebuah peraturan gubernur atau sebuah produk hukum. Menurutnya, program lumbung pangan layak untuk diteruskan oleh Pj Gubernur Jatim dalam pengendalian inflasi dampak fluktuasi harga kebutuhan pokok akhir-akhir ini.

“Apalagi kalau kebijakan itu dibuat lebih sedikit permanen. Tentunya perlu dikaji lagi dengan beberapa penyempurnaan. Sebab secara ide, ini adalah ide yang luar biasa bahkan di Indonesia baru provinsi Jatim yang berani menerapkan dan berhasil,” ungkapnya.

Mirza menegaskan program lumbung pangan itu berbeda dengan contract farming. Menurutnya contract farming belum menyelesaikan masalah, karena hanya sekedar menjamin hasil petani akan dibeli. Padahal inflasi bukan selesai hanya dengan contract farming tapi juga bagaimana bisa menjadi kebutuhan pupuk dan benih tanaman yang bagus terpenuhi dengan baik.

“Artinya mengatasi persoalan yang dihadapi kaum petani harus dari hulu hingga hilir. Bahasa Bu Khofifah itu diterjemahkan dengan program tanam, petik, olah, kemas dan jual menjadi satu rangkaian yang menyeluruh,” jelas Mirza.

Konsep lumbung pangan itu bukan pada pengontrolan harga. Tapi stabilisasi harga itu hanya sebagain dampak atau akibatnya saja. Lumbung pangan itu merupakan kolaborasi mulai dari produsen sampai pada jalur distribusinya itu tercipta, maka ketersediaan akan terpenuhi.

Kenaikan harga itu bukan hanya sekedar dipicu ketidaktersediaan barang tapi jika barang jika tak terdistribusi dengan baik tentu harga psikologis barang tersebut juga akan mengalami kenaikan.

“Ide briliant dari Bu Khofifah membikin program lumbung pangan itu untuk mempengaruhi harga psikologis maka diperlukan barang itu ada di tempat dan bisa dinikmati langsung masyarakat bukan hanya disimpan di gudang,” pungasnya. (KN01)

 

Related posts

Jusuf Kalla Buka Indo Defence 2018 Expo & Forum, Alutsista Pindad Jadi Primadona

redaksi

Waspada, DB Banyak Serang Usia Muda

kornus

Sunarto terpilih menjadi ketua Mahkamah Agung