KORAN NUSANTARA
Headline indeks Jatim

Komisi A DPRD Jatim Jelaskan Alasan Perubahan Perda Pelayanan Publik

Surabaya (mediakorannusantara.com) – Komisi A DPRD Jawa Timur sebagai pengusul Raperda tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Daerah (Perda) Nomor 8 Tahun 2011 Tentang Pelayanan Publik, memberikan penjelasan dan jawaban atas pandangan fraksi-fraksi.

Hal ini disampaikan Juru Bicara Komisi A DPRD Jawa Timur Yordan Malino Batara Goa dalam rapat paripurna yang digelar di Gedung DPRD Jatim, Senin (30/10/2023).

Yordan mengatakan, tujuan dari Raperda tersebut adalah untuk menyelenggarakan pelayanan publik berbasis elektronik serta menyesuaikan dengan perkembangan peraturan perundang-undangan.

“Penyelenggaraan pelayanan publik berbasis elektronik ini dimaksudkan untuk meningkatkan penyelenggaraan pelayanan secara berkualitas, cepat, mudah, terjangkau dan terukur di wilayah Provinsi Jawa Timur,” ujarnya.

Ia menjelaskan, dalam Raperda tersebut terdapat beberapa materi muatan Perda Nomor 8 Tahun 2011 yang telah diubah sebanyak 10 pasal beserta penjelasan materi pokok perubahannya.

“Salah satunya adalah penyesuaian terhadap Peraturan Menteri PANRB Nomor 59 Tahun 2020 tentang pemantauan dan evaluasi SPBE dan Pedoman Menteri PANRB Nomor 6 Tahun 2023 tentang Tata Cara Pemantauan dan Evaluasi Evaluasi SPBE,” katanya.

Di samping itu, Komisi A juga menanggapi saran dan pandangan fraksi-fraksi terkait dengan pengenaan sanksi bagi penyelenggara maupun pelaksana yang melanggar ketentuan pelayanan publik.

“Ketentuan mengenai pengenaan sanksi bagi pelaksana dan penyelenggara pelayanan publik sudah diatur dalam Pasal 13 Perda Nomor 8 Tahun 2011 tentang Pelayanan Publik dan juga telah ada perintah untuk secara teknis diatur dengan Peraturan Gubernur,” tuturnya.

Dalam kesempatan ini, Komidi A juga menanggapi sejumlah catatan kritis yang disampaikan oleh Fraksi PKS, PBB, dan Hanura. Sejumlah catatan itu, yang pertama terkait dengan penghapusan Komisi Pengawas Pelayanan Publik (KPP) dan penggantian tugasnya oleh Ombudsman RI.

Ia memaparkan bahwa penghapusan KPP dilakukan karena Pemprov Jatim tidak berwenang melakukan pengawasan eksternal berdasarkan UU No 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik. Oleh sebab itu, evaluasi atas pelaksanaan pengawasan eksternal menjadi wewenang Ombudsman RI.

“Selain itu, kerjasama atau sinergi antara Pemerintah Daerah dengan Ombudsman sangat bisa untuk dilakukan dalam mengoptimalkan pelaksanaan pelayanan publik berbasis elektronik dengan mendasarkan pada Perda Provinsi Jawa Timur Nomor 8 Tahun 2022 tentang kerja sama daerah,” kata Yordan.

Selanjutnya catatan terkait dengan kerjasama antar daerah dalam penyelenggaraan Mall Pelayanan Publik (MPP), apakah sudah diatur dalam Raperda atau hanya mengandalkan Bakorwil sebagai sistem pelayanan terpadu.

Menanggapi hal itu, Yordan menyampaikan bahwa penyelenggaraan pelayanan publik pada Bakorwil dilakukan dalam hal pemerintah kabupaten/kota belum memiliki MPP.

“Ini dilakukan agar kemudahan dan percepatan pelayanan publik melalui sistem pelayanan terpadu tetap terlaksana meski pemerintah kabupaten/ kota belum memiliki MPP,” katanya.

“Namun demikian, kerjasama antar daerah dalam penyelenggaraan MPP tetap dapat dilakukan sesuai dengan ketentuan yang berlaku,” lanjut dia.

Kemudian terkait dengan badan publik yang dikelola oleh pemerintah provinsi seperti BLUD, UPTD, RSUD dan BUMD, apakah sudah siap menerapkan pelayanan publik berbasis elektronik, termasuk sistem antrian pasien di RSUD.

Yordan menyebut bahwa penyelenggaraan pelayanan publik berbasis elektronik yang diatur dalam Raperda ini juga wajib dilaksanakan oleh BLUD, UPTD, RSUD dan BUMD. Sebab, mereka juga termasuk penyelenggara pelayanan publik.

“Untuk itu, mereka harus mempersiapkan sarana dan prasarana yang mendukung penerapan teknologi informasi dan komunikasi dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat, termasuk sistem antrian pasien di RSUD yang transparan dan update,” paparnya.

Sementara catatan yang terakhir terkait dengan apa yang harus dilakukan masyarakat jika menemukan ketidaksesuaian antara maklumat pelayanan publik dengan kenyataan di lapangan.

Yordan lantas menjabarkan, bahwa Komisi A memandang apabila terjadi ketidaksesuaian poin yang ada dalam maklumat sebagaimana ditentukan dalam Pasal 25, maka masyarakat dapat mengadukan kepada penyelenggara, pengawas internal, DPRD, dan/atau Perwakilan Ombudsman RI di Jawa Timur

“Aduan itu berdasarkan mekanisme sebagaimana diatur dalam Pasal 26, Pasal 37, dan Pasal 38 Perda Nomor 8 Tahun 2011 sebagaimana telah diubah dengan Perda Nomor 14 Tahun 2016,” pungkasnya. (KN01)

 

 

Related posts

Sritex ajukan kasasi terkait putusan pailit PN Semarang

Ketua DPRD Surabaya minta Pemkot Segera Cairkan Anggaran Pilkada

kornus

Kemendag bahas hambatan Perdagangan dalam putaran ke-17 IEU CEPA