Surabaya (KN) – Para rekanan Pemkot Surabaya mengadukan indikasi kecurangan dalam lelang proyek pengadaan barang dan jasa. Mereka minta adanya transparani terkait proses lelang yang dilakukan Pemkot Surabaya selama ini, sebab para rekanan ini mencium adanya bau KKN dalam pelaksanaan lelang.Parahnya, Layanan Pengadaan Secara Elektronik (LPSE) yang melayani Unit Layanan Pengadaan (ULP) malah dibuat tertutup. Kondisi itu menimbulkan permainan dibalik tangan untuk memuluskan pemberian proyek pada salah satu rekanan yang diinginkan Pemkot.
Bahkan ada informasi jika ingin menang lelang di Pemkot Surabaya, maka rekanan harus menyetor uang pelicin yang besarnya bervariasi sebagai uang muka. Dengan uang muka ini yang bersangkutan akan mendapat jatah proyek dari Pemkot Surabaya. “Ada yang memberi uang Rp2 juta sampai Rp10 juta. Tentu tergantung besaran proyek yang diberikan,” ujar salah satu rekanan yang enggan disebutkan namanya, Selasa (5/6).
Ia melanjutkan, ketika rekanan bertanya tentang daftar yang masuk 10 besar, pejabat di Pemkot mengaku belum tahu. Daftar itu pun tak bisa diakses melalui internet. “Lha tiba-tiba lelang sudah masuk tahap 10. Sementara untuk tahap 7 dan 9 belum ada pemenangnya. Ini kan aneh dan tak bisa dimengerti oleh rekanan,” katanya.
Dengan kondisi itu, katanya, pegawai di Pemkot yang mengurusi ULP lebih leluasa dalam memberikan proyek pada rekanan yang dimau. Sementara semangat transparan yang coba digagas oleh Walikota Surabaya mulai pudar.
Sementara itu, Walikota Surabaya Tri Rismaharini pernah menuturkan, pihaknya tetap ingin adanya transparansi dalam proses lelang. Kalaupun ada masalah, ia minta melaporkan langsung. Sehingga dirinya bisa memberikan teguran atau sanksi yang jelas.
Mantan Kepala Badan Perencanaan dan Pembangunan Kota (Bappeko) itu menamhkan, pihaknya tetap ingin transparansi menjadi semangat dalam pelaksanaan lelang. “Ini yang coba kami terapkan, nggak tahu kalau ada yang sampai bermasalah,” kata Risma beberapa waktu lalu. (red)