Kota Batu (MediaKoranNusantara.com) – Komisi E DPRD Jawa Timur mengunjungi Sekolah Selamat Pagi Indonesia (SPI) di Kota Batu pada Rabu (2/6/2021) kemarin. Kehadiran Komisi E yang membidangi Kesra ini untuk mengetahui informasi adanya dugaan tindak pelecehan dan kekerasan terhadap anak.
Wakil Ketua Komisi E DPRD Jatim, Hikmah Bafaqihbersama anggota Komisi E meninjau sekolah SPI di Kota Batu, Rabu (2/6/2021) siang.
Sebelum datang ke SPI, Rombongan Komisi E melakukan pertemuan dengan Walikota Batu, Dewanti Rumpoko di Bala Kota Among Tani. Komisi E pun memberikan perhatian khusus atas kasus dugaan pelecehan seksual di Sekolah favorit dengan pendidikan terbaik yang berakreditasi A ini.
Wakil Ketua Komisi E DPRD Jatim, Hikmah Bafaqih menegaskan terkait kasus tersebut penegakan hukum harus tetap dijalankan sambil menjunjung tinggi asas praduga tak bersalah.
“Kita meminta pihak sekolah untuk terbuka membantu aparat penegak hukum. Mereka tidak perlu takut sekalipun secara relasi kuasa pihak sekolah ini mungkin berada jauh dibawah yang sekarang menjadi terduga atau tersangka,” katanya.
Pihaknya juga sudah meminta kepada Walikota Batu Dewanti Rumpoko untuk segera berkomunikasi dengan para pengelola sekolah selain tersangka. Hal itu untuk memikirkan masa depan SPI. “Karena sekolah ini dikelola dengan biaya yang tidak murah dan semuanya murni gratis,” terangnya.
Karenanya, Politisi PKB ini menambahkan, perlu ada skema penyelamatan agar sekolahnya dan anak didiknya terselamatkan agar tetap belajar dengan tenang. “Itu kepentingan kami kesini (SPI, red), kami berupaya melindungi mereka sebaik-baiknya,” ulasnya.
Dalam konteks mempercepat pembuktian, lanjut Hikmah, pihaknya menyarankan kepada alumni SPI yang pernah mengalami peristiwa tersebut jangan takut untuk melapor. “Agar proses penindakannya berjalan dengan cepat. Dan membantu aparat penegak hukum untuk menyelesaikannya,” papar Hikmah Bafaqih.
Hasil pertemuan dengan Walikota Batu Dewanti Rumpoko, kata Hikmah, telah sepakat untuk berdiri diatas kepentingan terbaik bagi korban.
“Kami sudah berkomunikasi dengan KPAI Bang Arist Merdeka Sirait, seandainya dibutuhkan proses konseling psikososial untuk korban yang rata-rata sekarang menjadi alumni,” imbuhnya.
Pemkot Batu pun didesak segera melakukan komunikasi dengan owner dan manajemen SPI yang lain agar sekolah ini terselamatkan. Sekalipun konon tersangka itu founder utama SPI.
“Tapi ada banyak pihak lain yang menjadi donatur tetap. Jangan sampai satu orang ini merusak keberlangsungan sekolah,” terang Hikmah.
Terkait eksploitasi ekonomi, komisi E juga meminta Dinas Pendidikan, Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak dan Kependudukan (DP3AK), Dinas Tenaga Kerja Jatim untuk datang ke SPI melakukan evaluasi.
“Sekolah dengan model seperti ini baru bagi kami. Kita harus melakukan telaah dan menstandarkan, kira-kira sekolah seperti ini boleh memberikan pembebanan kerja seperti apa agar tidak masuk ke ranah bentuk pekerjaan terburuk bagi anak. Karena itu dilarang oleh provinsi,” jelasnya.
Pada kesempatan sama, Kepala Sekolah SMA SPI Kota Batu, Risna Amalia mengatakan ada 241 siswa. Dari jumlah tersebut 80 siswa dan 40 mahasiswa yang tinggal di lingkungan SPI. Pihaknya mengaku, saat ini sedang berjuang menyelamatkan psikis anak-anak didiknya. “Kami fokus menyelamatkan psikis anak-anak dulu,” ujarnya.
Diketahui sebelumnya, Komnas Perlindungan Anak (PA) melaporkan temuan dugaan kejahatan luar biasa oleh pemilik salah satu sekolah di wilayah Kota Batu tersebut ke Polda Jatim, Sabtu (29/5/2021).
Dalam laporannya, Ketua Umum Komnas PA Arist Merdeka Sirait menyebutkan, pemilik sekolah tersebut diduga melakukan kekerasan seksual, fisik, verbal, serta eksploitasi ekonomi terhadap belasan hingga puluhan siswa.
Laporan tersebut berawal dari pengaduan yang diterima Komnas PA pada pekan lalu dari salah seorang korban. Setelah itu, Komnas PA melakukan tindak lanjut dengan mengumpulkan keterangan lain dari siswa dan alumni yang tersebar di Indonesia.
Berdasarkan catatan Komnas PA, setidaknya sudah ada 15 orang siswa yang mengaku menjadi korban kekerasan tersebut. Saat melapor ke Polda Jatim, Komnas PA mendampingi tiga orang siswa yang merupakan korban kekerasan tersebut. (KN01)