Jakarta (KN) – Mulai 2015, Ujian Nasional (UN) tidak lagi untuk menentukan kelulusan siswa. Hal tersebut diatur dalam dalam Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Permendikbud) No 44/2014 tentang Ujian Nasional tidak lagi menentukan kelulusan siswa.
Persentase kelulusan siswa bakal berimbang antara ujian nasional dan ujian sekolah yaitu, 50:50. Meski demikian UN tetap dilaksanakan sebagai alat pemetaan dan tolok ukur mutu pendidikan.
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Anies Baswedan mengatakan semangat penyelenggaraan UN 2015 akan dikembalikan pada Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (UU Sisdiknas) Nomor 20 Tahun 2003. Dalam undang-undang tersebut, khususnya Pasal 58 Ayat (1) dan Pasal 61 Ayat (2), disebutkan bahwa evaluasi hasil belajar, dan kelulusan siswa dilakukan oleh guru dan sekolah. “Untuk itu, saya percayakan 100 persen kelulusan murid ditentukan oleh sekolah,” kata Anies, Senin (26/1/2015).
Mengingat besarnya kewenangan tersebut, Anies menekankan pentingnya guru dan sekolah meningkatkan kemampuan agar dapat memberikan penilaian hasil belajar siswa dengan lebih autentik dan utuh. Kemendikbud, ujar Anies, akan membantu pengembangan kapasitas guru dalam melakukan evaluasi pendidikan di sekolah.
“Dengan mengambil tanggung jawab ini, sekolah semakin mempertegas posisinya sebagai salah satu tonggak penting pendidikan,” ujarnya.
Beberapa perubahan menegenai UN diantaranya adalah UN tidak digunakan sebagai penentu kelulusan, kemudian pada masa yang akan datang UN dapat ditempuh lebih dari satu kali dan UN harus diambil minimal satu kali. “Kelulusan sepenuhnya diputuskan oleh sekolah. Bukan hanya pada beberapa mata pelajaran (Mapel), tetapi semua aspek pembelajaran termasuk komponen perilaku anak di sekolah,” terangnya.
Ia juga menjelaskan peserta didik yang hasil ujiannya kurang, maka peserta didik tersebut memiliki kesempatan untuk memperbaiki dan mengambil ujian ulang. Tujuan UN, tutur Anies, bukan untuk menjadi hakim, tetapi menjadi alat pembelajaran. Menurutnya, UN tak sekadar vonis atau alat menilai hasil belajar saja, tetapi juga menjadi alat untuk belajar.
Kini level pencapaian siswa di tingkat kabupaten/kota tidak lagi berkutat pada lulus atau tidak lulus. Capaian siswa, berada pada level sangat baik, baik, cukup, dan kurang. Tahun ini tercatat 3.773.372 siswa SMP, 1.632.757 siswa SMA, 1.171.907 siswa SMK dan 632.214 siswa Kesetaraan menjadi peserta UN. Seluruh peserta ujian akan mendapat pengawasan dari 700 ribu guru. (red)