Surabaya (KN) – Penolakan terhadap Wishnu Sakti Buana (WS) untuk bisa menduduki kekosongan jabatan wakil walikota (Wawali) Surabaya setelah ditinggalkan Bambang DH, rupanya tidak saja datang dari kalangan internal DPRD dan elemen masyarakat di Surabaya.Penolakan itu, justru muncul dari kader partai. Warga Surabaya sejatinya tak pernah mempersoalkan kekosongan wakil walikota. Tanpa adanya wakil, roda pemerintahan di Surabaya tetap bisa berjalan seperti biasa. Malah sebaliknya, arogansi WS yang memaksa untuk mengisi kekosongan itu dikawatirkan bisa menghancurkan PDI Perjuangan sendiri.
“Saya katakan, arogansi Wishnu bisa menghancurkan PDI Perjuangan. Partai yang kita bangun dengan ceceran darah dan air mata. Tanpa wakil walikota pun, pemerintahan di Surabaya bisa jalan. Cukup Walikota Bu Risma dan Ketua DPRD Surabaya, Pak Mahmud bersatu, sudah jalan Surabaya,” tegas Mat Mochtar, kader PDIP asal Surabaya Utara.
Sebaliknya Mat Mochtar meminta para kader tidak mudah terprovokasi oleh Wishnu Sakti yang seolah-olah gerakan-gerakan yang akan dilakukan itu sudah mendapatkan restu dari DPP PDIP.
“Sekali lagi, teman-teman jangan mau dibodohi oleh Wishnu, apalagi sampai membuat pergerakan. Kalau tidak ada instruksi dari Bu Mega, kita sebagai kader partai jangan mau diperintah-perintah. Kalau bisa, beri kesan santun ke masyarakat, agar suara PDIP bisa naik. Dari tahun 1999, bukan malah naik, tapi malah merosot. Itu saya katakan bentuk kearogansian individu Wisnhu,” imbuh kader PDIP yang juga Ketua Gerakan Rakyat Surabaya (GRS) ini.
Mat Mochtar mengakui, rekom agar Wishnu menduduki posisi wawali, datang dari Djarot, salah satu unsur DPP PDIP. Tentunya masih kata Mat Mochtar, Mega punya alasan mengapa rekom itu tidak ditandatangani sendiri, melainkan ditanda-tangani Djarot ( Djarod Saiful Hidayat mantan walikota Blitar yang saat ini menjadi pengurus PDI P di pusat, red). Jika Surabaya membutuhkan wawali, masih banyak simpatisan-simpatisan yang layak. Sebut saja Saleh Ismail Mukadar, Untung, Anugerah Ariyadi dan lainnya.
“Mau tahu alasannya, karena memang Bu Mega tidak suka dan tahu karakter Wishnu. Kalau yang rekom Bu Mega, sudah pasti kita akan all out mendukung. Malah saya sempat mendengar jika saat interpelasi Bu Risma dulu saja, Wishnu dimarahi Bu Mega. Bahkan Wishnu dibilang oleh Bu Mega, masih jauh karakternya dengan almarhum (Sutjipto). Makanya, Wishnu kena semprot keras waktu itu,” urainya.
Belakangan tersiar kabar jika WS bakal melakukan manuver-manuver atau pergerakan agar Panlih Wawali segera memutuskan untuk mengisi kekosongan Wawali. Hal itu diakui olehnya, sama persis seperti yang dilakukan WS manakala mendukung interpelasi.
“Sekedar tahu saja, saya melihat akan ada upaya-upaya untuk menggalang kekuatan menekan Bu Risma yang akan dilakukan teman-teman PDIP.Kalau sampai ini terjadi, kita tinggal tunggu saja kehancuran partai yang kita cintai ini. Masyarakat Surabaya sudah tahu kinerja Walikota Tri Rismaharini (Bu Risma) seperti apa, makanya tanpa wawali pun jalan.
Aneh kalau sekarang ambisi wawali, padahal dulu pernah menghujat Bu Risma. Contohnya waktu interpelasi, muncul kata-kata jorok di spanduk, itu kan tidak santun. Sekali lagi saya katakan, teman-teman jangan sampai terprovokasi oleh orang-orang yang akan menghancurkan PDIP,” pungkas Mat Mochtar. (red)
Foto : Mat Mochtar (tengah)