KORAN NUSANTARA
indeks Surabaya

WARGA PAMURBAYA BISA LAPORKAN PIDANA PEJABAT PEMKOT YANG MENOLAK PERMOHONAN PERIJINAN

kawasan pantai timur surabayaMimpi buruk apa warga pemilik tanah sepanjang pantai timur Surabaya (Pamurbaya), secara tiba-tiba tanah mereka telah di plot secara sepihak oleh pemkot Surabaya di era walikota Bambang DH untuk kepentingan konservasi lindung hutan mangrove melalui kebijakan yang tidak bijak melaui Perda No 3 tahun 2007. Akibatnya, sekitar 1500 Ha tanah di Pamurbaya milik warga tersebut beralih fungsi ibaratnya seperti tanah makam atau tanah tersebut menjadi sama kondisinya dengan korban lapindo Sidoarjo.Surabaya – KN

“Ini seperti perampasan hak kemerdekaan seseorang secara sistematis dan terstruktur, karena itu warga yang dirugikan boleh melaporkan ke Komnas HAM karena tindakan Pemkot tersebut bisa dianggap melanggar HAM,” ujar Drs H Wahyu Budianto, salah seorang tokoh warga di Kecamatan Sukolilo, Surabaya kepada wartawan pekan kemarin.

Namun kata dia, warga dihimbau agar menempuh jalan persuasive dulu ke DPRD surabaya agar tidak menjadikan persoalan semakin rumit, akan tetapi apabila wakil rakyat di DPRD sama perilakunya dengan pemkot, maka apa boleh buat warga akan lapor kemana-mana dan bila perlu keranah pidana, karena warga sendiri sudah dilaporkan pidana ke Polisi oleh oknum pemkot.

Menurut UU NO 5 th 1960 tentang pokok-pokok Agraria, hak milik adalah hak turun temurun, terkuat dan terpenuh yang dapat dtpunyai orang atas tanah dan timbulnya hak milik karena hukum adat atau karena penetapan oleh pemerintah. Yang dimaksud pemerintah disini bukanlah pemerintah Kota Surabaya, melainkan pemerintah pusat dan kewenangan instansi yang ditunjuk menurut PP NO 24 tahun 1997 adalah, Badan Pertanahan Nasional (BPN) dan bukan Walikota Surabaya.

Jadi Pemkot tidak bisa seenaknya mengubah fungsi tanah rakyat untuk konservasi hutan lindung mangrove. Apalagi penentuan hutan mangrove tersebut bukanlah manjadi kewenangan Pemkot, melainkan kewenangan Gubernur sebagaimana dalam RTRW Propinsi yang mengacu kepada Tataruang Nasional. Sehingga tidak sembarang plot- mengeplot saja, dengan seenaknya sendiri mumpung jadi penguasa, karena itu warga akan mengkaji tindakan hukumnya apa terhadap pejabat Pemkot tersebut.

Menteri Kehutanan sendiri dalam menetapkan aturan hutan lindung juga tidak ngawur, sesuai dengan Keputusannya Menteri No 32 tahun 2001 pada bab IV tentang kreteria penunjukan kawasan hutan termasuk mangrove, pada pasal 5 ayat 2-b tidak boleh dibebani hak-hak atas tanah dan pada pasal 7 ayat 2-b menyatakan Bebas dari hak-haknya dan dari pihak ketiga, dan di huruf c berikutnya menjelaskan Memperoleh pengakuan para pihak (masyarakat-badan hukum, pemerintah) disepanjang trayek penetaan batas. Karena itu apa yang dilakukan oleh Pemkot Surabaya dapat disebut sebagai perbuatan melawan hukum.

Tata Ruang

Perda No 3 tahun 2007 tersebut merupakan perda RTRW yang umum sifatnya, sehingga perlu ada RTK dan RDTK dan prosesnya harus mendapatkan persetujuan Menteri terlebih dulu sebelum di perdakan. Persetujuan Menteri melalui gubernur tersebut dimaksudkan agar tidak bertentangan dengan RTRW Propinsi dan Tata Ruang Nasional. Namun dilihat dari keberadaan Perda No 3 tahun 2007 tersebut apakah sudah dikonsultasikan ke Menteri melalui Gubernur, menurut informasi di Pemkot masih sebatas ditingkat Surabaya saja.

Kata mereka, apabila dikonsultasikan hampir pasti tidak akan ada hutan mangrove diatas tanah rakyat, karena pada tahun 2002 pemerintah telah mengeluarkan PP No 63 yang menjelaskan kewenangan Walikota dalam pasal 5 ayat 2, penunjukan lokasi dan luas hutan kota oleh Walikota. Akan tetapi yang dimaksud hutan kota tersebut pada pasal 6 adalah, bagian dari ruang terbuka hijau (RTH) wilayah perkotaan. Jadi sekali lagi bukan hutan mangrove. Penetapan konservasi mangrove harus melalui mekanisme yang dari awal harus dilaporkan kepada Menteri melalui Gubernur Jawa Timur. Sedang penetapannya dilakukan oleh Menteri Kehutanan bukan asal ditetapkan seenaknya sendiri sepertinya pemerintahan Surabaya ini perusahaannya sendiri saja.

Mendagri sendiri juga telah mengatur tentang penataan ruang terbuka hijau di perkotaan, kata Drs H Wahyu, sekali lagi di perkotaan bukan di pedesaan seperti perda No 3 tahun 2007, dengan terbitnya Permendagri No 1 tahun 2007, berikut pedoman perencanaannya di daerah perkotaan seperti Surabaya dan bukan Pacitan, diatur melalui Permendagri No 1 tahun 2008. Karena itu Perda tersebut telah salah alamat, dan diduga punya muatan kepentingan. Sedangkan untuk membatalkan perda tersebut, seharusnya sudah tidak perlu lagi dibatalkan karena implementasi dalam perda tersebut telah bertentangan dengan peraturan yang lebih tinggi.

Oleh karena itu, pejabat Pemkot Surabaya yang menolak memberikan pelayanan perijinan diatas tanah warga pamurbaya, dapat diadukan ke Ombusmend atau dilaporkan balik ke Polisi karena telah menggunakan kewenangannya secara sewenang-wenang yang merugikan warga. “Perdanya saja tidak ada RTK dan RDTK, kenapa dipaksakan diberlakukan? Ini kan sewenang-wenang, jadi boleh dilaporkan karena merugikan orang lain,” kata warga di pamurbaya yang tak mau disebutkan namanya. (anto)

Related posts

Gubernur Khofifah Pastikan Keamanan dan Kelancaran Arus Lalu Lintas Selama Libur Lebaran

kornus

Bekas Lahan TPS Pasar Turi Kembali Jadi Jalan Raya

kornus

Dandim 1710/Mimika Pimpin Acara Tradisi Korp Raport Pindah Satuan

kornus