Surabaya (MediaKoranNusantara.com) – Walikota Surabaya Tri Rismaharini meminta sekaligus mendorong Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jatim untuk adil terkait biaya pendidikan SMA/SMK.Hal ini disampaikan Walikota Tri Rismaharini karena banyak laporan dari warga yang mengeluhkan biaya pendidikan SMA/SMK sangat tinggi dan membuat mereka terancam putus sekolah. “Kenapa dulu saya membuat kebijakan sekolah itu gratis, terutama sekolah negeri karena disitulah letak keadilannya,” kata Walikota Tri Rismaharini di rumah dinasnya, Rabu, (20/6/2018).
Lebih lanjut disampaikan, dalam UUD pasal 34 ayat 1 tertulis bahwa fakir miskin dan anak terlantar dirawat oleh negara. Kemudian Pancasila di poin keempat disebutkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. “Itu diartikan bahwa pemerintah harus bersikap adil,” ungkapnya.
Namun realitanya, kata Risma, sapaan akrab Wlikota Surabaya ini, masih banyak pelajar SMA/SMK yang memiliki kecerdasan cukup baik tapi tidak bisa sekolah karena terkendala biaya pendidikan yang tinggi. “Kenapa?. Kalau begini pemerintah berpihak ke siapa, kalau hanya orang kaya, pemimpin, pejabat saja yang bisa sekolah sama saja dengan penjajahan zaman kolonial dulu. Apa itu adil, dimana negara ini, dimana pemerintah ini,” ujar Wali Kota Risma.
Melihat hal ini, Walikota terus berupaya agar biaya pendidikan SMA/SMK dapat digratiskan, salah satunya dengan menyampaikan permasalahan ini kepada teman teman media serta mengumpulkan uang dari masjid.
“Tapi semua ada batasannya. Kalau naik lagi kan semakin berat, uang muka ada yang minta Rp 10-15 juta, uang dari mana anak-anak itu,” tandasnya.
Selain itu, Risma Risma berencana membuat cabang di beberapa sekolah dengan meminta izin provinsi untuk menampung anak-anak SMA/SMK yang tidak mampu dari segi biaya. “Ini dilakukan untuk mengantisipasi anak-anak yang terancam putus sekolah,” tegasnya.
Orang nomor satu di Pemkot Surabaya ini berharap, di tahun ajaran baru nanti Pemprov perlu mengkaji kembali biaya pendidikan SMA/SMK, mengingat tidak semua orang di Surabaya dan Jawa Timur sama dari segi finansial.
“Tidak semua kaya, tapi apa ya mereka tidak berhak untuk mengeyam pendidikan. Kalau itu terjadi, sama saja kembali ke zaman Belanda, lalu apa gunanya kita merdeka,” pungkasnya. (KN01)